ZONA PERANG (zonaperang.com) – Hampir semua orang tahu tentang peristiwa Perang Uhud. Dalam banyak kisah yang disampaikan, diceritakan bahwa Perang Uhud adalah peristiwa kekalahan memilukan yang menimpa Kaum Muslimin. Hari itu, dikatakan 7 Syawwal 3 Hijriah menurut Al Waqidi, banyak sahabat hebat yang syahid, mulai dari pemegang panji nan gagah Sang Mushab bin Umair, sampai sang “Singa Allah”, Hamzah bin Abdul Muthalib.
Kaum Muslimin di atas angin
Ada 70 syahid di pihak Muslimin dan 22 tewas di pihak Musyrikin Quraisy. Di awal pertempuran, Kaum Muslimin di atas angin. Tentara Quraisy berjumlah 3000 orang itu lari tunggang-langgang menjauhi arena pertempuran. Abu Sufyan pun kehilangan muka, ikut mundur dan tak mau ambil resiko. Hindun, yang memimpin para wanita Quraisy bersenandung menghina para lelaki musyrikin yang lari dari medan tempur.
Melihat kemenangan di depan mata, 50 pasukan pemanah yang ditempatkan Rasulullah ﷺ di atas bukit malah beringsut turun, lupa bahwa Rasulullah ﷺ memerintahkan mereka untuk tetap di atas bukit; bagaimanapun keadaannya, menang ataupun kalah. Tapi, godaan mengambil harta rampasan perang membuat pandangan mereka teralihkan.
hilang kendali
Pos bukit yang seharusnya dijaga 50 pemanah itu jadi hilang kendali, dan mata tajam seorang Khalid bin Walid sebelum menjadi muslim melihatnya. Ia, sebagai komandan kavaleri Quraisy langsung memutar haluan mengelilingi bukit bersama resimen kavalerinya untuk kemudian menyerang barisan Kaum Muslimin dari belakang!Ya dari belakangn!!
Dalam waktu singkat, Kaum Muslimin yang awalnya sudah di atas angin malah menjadi terjepit. Di depan ada pasukan Quraisy yang kembali ditata Abu Sufyan, sementara di belakang mereka ada kavaleri Khalid yang siap menerkam. Di saat-saat genting itulah isu Rasulullah ﷺ terbunuh mencuat. Beberapa sahabat mentalnya jatuh. Rasul dilindungi “perisai manusia” yang terdiri dari belasan lelaki Anshar dan beberapa Muhajirin.
Satu persatu mereka gugur. Singkat cerita, Rasulullah ﷺ memberi komando pada pasukan untuk naik ke atas bukit, mundur teratur dari medan tempur. Situasi makin kacau ketika para sahabat dikejutkan dengan Terbunuhnya Hamzah di tangan Wahsyi. Namun keputusan tetap dilakukan; mundur ke arah bukit, atau tidak sama sekali.
Sorak Sorai Musyrikin Quraisy terdengar memekak telinga. Abu Sufyan terkekeh, tertawa mengejek sembari menghina Rasulullah ﷺ dan sahabat-sahabatnya yang ada di atas bukit. Namun ada gelagat yang aneh dari Abu Sufyan setelah ia puas tertawa menghina Kaum Muslimin…
.
Ia buru-buru memimpin pasukan Quraisy untuk segera kembali ke Makkah. Sementara Kaum Muslimin turun dari bukit untuk mengurus jenazah saudara-saudara mereka yang syahid. Ketika Nabi dihadapkan pada jenazah Hamzah, Ibnu Mas’ud mengabadikan dalam kalimatnya, “Kami tidak pernah melihat Rasulullah ﷺ menangis lebih sedih dari kesedihannya pada Hamzah.”
Baca Juga : 15-20 Agustus Tahun 636, Kemenangan Besar Perang Yarmouk(Great Victory of Yarmouk).
Baca Juga : 3 September 1260, Pertempuran Ain Jalut: Runtuhnya Mitos Kedigdayan dan Awal Hancurnya Kekaisaran Mongol
Hamra’ul Asad!
Nabi Muhammad ﷺ bukan orang yang mudah menyerah. Beliau contoh pemimpin terbaik yang tak membiarkan mental sahabatnya diserang kelemahan dan kejatuhan. Melihat orang-orang Quraisy yang belum pergi jauh dari Uhud, sementara saat itu Madinah dalam keadaan duka, Rasulullah ﷺ membuat gerakan serangan kilat!
.
Pagi besoknya setelah peristiwa Uhud, Rasulullah ﷺ memerintahkan para sahabatnya untuk keluar dari Madinah dan menyusul pasukan Quraisy, dengan satu syarat utama, “jangan ada yang ikut kecuali yang kemarin mengikuti perang!”, Gembong munafiq Abdullah bin Ubay berkata, “bolehkah aku ikut?”, seakan ia perhatian pada Kaum Muslimin padahal hanya gimik semata. Maka Nabi dengan tegas menjawab, “tidak.”
Kamu bisa bayangkan keadaan sahabat saat itu? Luka-luka memar, sabetan pedang, tusukan panah dan luka-luka tertusuk tombak belum sembuh. Tapi lihatlah apa respon para sahabat atas perintah sang Nabi, “kami mendengar dan kami taat!”. Padahal kala itu, sahabat bernama Usaid bin Hudhair mengalami 7 luka menganga di tubuhnya.
Ternyata yang dikhawatirkan Rasulullah ﷺ benar-benar terjadi. Pasukan Quraisy yang ada di tengah jalan kembali ke Makkah saling protes satu sama lain, mereka merasa tak mendapatkan untung apa-apa. Mereka merasa kemenangan itu ganjil, karena Rasulullah ﷺ tak terbunuh, bahkan Madinah masih dalam keadaan kokoh. Maka mereka mewacanakan untuk berputar arah menuju Madinah untuk benar-benar menuntaskan misi keji mereka melenyapkan Islam.
.
Tapi apa yang terjadi? Seorang bernama Ma’bad Al Khuza’i —ia masuk Islam tapi pihak Musyrikin belum mengetahuinya— mengatakan pada Abu Sufyan bahwa Rasulullah ﷺ dan sahabat-sahabatnya sudah berangkat untuk mengejar musyrikin. “Mereka mencari kalian dengan jumlah besar yang tak pernah ada sebelumnya. Yang kemarin tak hadir di Uhud, kini ikut hadir mengejar kalian. Dan aku melihat kemarahan pada mereka yang tak pernah aku lihat sebelumnya”, kata Ma’bad.
.
Ternyata sebelumnya Ma’bad sudah diberikan arahan dari Rasulullah ﷺ untuk mengembuskan isu bahwa Kaum Muslimin datang mengejar Abu Sufyan dan pasukannya dengan bahasa yang hiperbola. Di saat yang sama, Rasulullah dan Kaum Muslimin berkemah di sebuah tempat bernama Hamra’ul Asad.
.
Di tempat itu, Rasulullah ﷺ memerintahkan sahabatnya untuk mengumpulkan dahan kayu banyak-banyak, kemudian menyalakan api yang besar sehingga pasukan Quraisy melihat kobarannya dan mengira bahwa jumlah Kaum Muslimin sangat besar. Betapa jeniusnya Rasulullah ﷺ!
Rasulullah ﷺ bersama Kaum Muslimin pulang dari Hamra’ul Asad penuh dengan kemenangan dan optimisme. Beliau berhasil menata kembali mental sahabatnya dan membalikkan keadaan tanpa harus melakukan upaya berdarah-darah. Apa yang hari ini kita sebut sebagai Psy War (Psychological warfare), perang urat syaraf, digunakan oleh Rasulullah ﷺ untuk mengelabuhi Kaum Musyrikin yang akhirnya tak jadi menyerang Madinah.
Baca juga : Daftar Nama Besar Para Pejuang Islam Sepanjang Masa
Baca juga : Qais bin Sa’ad bin Ubadah : Penempur dan Sang Ajudan Nabi yang Dermawan
Generasi Shalahudin
.
Referensi :
1. Sîrah Nabawiyah Ar Rahîq Al Makhtûm, Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfury
2. Ghazawât Ar Rasûl, Dr Ali Muhammad Ash Shalabi
3. Muqarrar As Sîrah An Nabawiyah, Dr Abdul Aziz, Islamic University of Madinah