- Dari Pemberontakan ke Penyerahan: Kisah Perjanjian Mataram dan VOC Tahun 1743
- Perjanjian Mataram dan VOC 1743: Penyerahan Surabaya dan Awal Dominasi Belanda di Jawa
- Pada 11 November 1743, terjadi peristiwa penting dalam sejarah Nusantara yang memperkuat dominasi Belanda di wilayah Jawa: Perjanjian Mataram-VOC. Melalui perjanjian ini, Kesultanan Mataram, yang saat itu tengah melemah akibat konflik internal dan eksternal, secara resmi menyerahkan kendali atas Surabaya dan beberapa wilayah lain di pesisir timur Jawa kepada Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), perusahaan dagang Belanda yang pada waktu itu sudah menjadi kekuatan politik dan militer yang dominan di Nusantara.
ZONA PERANG (zonaperang.com) – Perjanjian Mataram dan VOC tahun 1743 adalah suatu kesepakatan yang ditandatangani tanggal 11 November 1743 antara Susuhunan Pakubuwana II dari Mataram dan VOC. Dengan perjanjian ini, Pakubuwana dapat naik kembali ke tahtanya berkat bantuan VOC dalam penumpasan pemberontakan yang dipimpin Raden Mas Garendi (juga dipanggil Sunan Kuning).
Pemberontakan ini adalah lanjutan dari pemberontakan orang Tionghoa di Pasisir melawan VOC, yang sendirinya adalah lanjutan dari pembantaian warga Cina di Batavia dalam peristiwa “Geger Pacinan” (9 Oktober 1740).
Dengan bantuan VOC Ibukota Kartasura berhasil direbut dari tangan pemberontak dengan keadaan luluh lantak( Ibukota Kartasura dikuasai pemberontak. Susuhunan Paku Buwana II berada dalam pengasingan). Sebuah perjanjian sangat berat (menggadaikan kedaulatan Mataram kepada VOC selama belum dapat melunasi hutang biaya perang) bagi Mataram dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II sebagai imbalan atas bantuan VOC.
Baca juga : 13 Februari 1755, Perjanjian Giyanti : Terbaginya Kerajaan Islam Mataram oleh Keserakahan dan Tipu daya
Baca juga : Afghanistan: Kuburan bagi Bangsa-Bangsa Penjajah
Imbalan untuk bantuan VOC
Sebagai imbalan untuk bantuan VOC tersebut, Pakubuwana melepaskan Madura Barat, Surabaya, Rembang, Jepara dan Blambangan ke VOC, bersama sebagiand dari bea dari semua pelabuhan lain di Pasisir. VOC juga diberi kemungkinan bila mau untuk mendapat lajur di sepanjang seluruh Pasisir dan di sepanjang semua sungai yang bermuara di Pasisir.
Di samping itu, Pakubuwana juga harus mengirim setiap tahun ke VOC 5 000 koyan (8 600 ton) beras secara cuma-cuma dan untuk selamanya. Patih Mataram hanya boleh diangkat dengan izin VOC, dan Mataram harus menerima satu garnisun VOC di Kartasura, ibu kota Mataram. Akhirulkata, orang Jawa tidak diperbolehkan berlayar di luar Jawa, Madura dan Bali.
Dampak Perjanjian
Perjanjian ini menandai perubahan signifikan dalam kekuasaan politik di Jawa. Dengan menyerahkan wilayah-wilayah penting kepada VOC, Mataram kehilangan kontrol atas sumber daya dan jalur perdagangan yang strategis. Hal ini juga menandakan awal dari pengaruh kolonial Belanda yang semakin mendalam di Indonesia.
Perjanjian Mataram-VOC menjadi salah satu contoh bagaimana kerajaan lokal terpaksa menjalin kesepakatan dengan kekuatan kolonial demi mempertahankan kekuasaan mereka sendiri. Meskipun Pakubuwana II berhasil kembali ke tahtanya, biaya politik dan sosial dari perjanjian ini sangat berat bagi rakyat Mataram.
Perjanjian Mataram dan VOC pada tahun 1743 adalah titik balik dalam sejarah Jawa dan Indonesia secara keseluruhan. Dengan menyerahkan Surabaya dan wilayah pesisir utara lainnya kepada VOC, Kerajaan Mataram tidak hanya kehilangan kedaulatan tetapi juga membuka jalan bagi pengaruh kolonial yang lebih besar di masa depan.
Baca juga : Kisah Nyimas Utari, Mata-mata Mataram yang membunuh gubernur jenderal Belanda Jan Pieterszoon Coen
Baca juga : 31 Desember 1799, VOC yang Super Kaya Bubar Karena Korupsi(Hari ini dalam Sejarah)