Pertempuran al-Qadisiyyah adalah pertempuran besar antara pasukan muslim dan pasukan Persia saat periode pertama ekspansi muslim.
ZONA PERANG(zonaperang.com) Pertempuran al-Qadisiyyah atau Ma’rakah al-Qâdisīyah adalah pertempuran antara pasukan Kekhalifahan Rasyidun atau Khulafaur Rasyidin dengan Kekaisaran Sasaniyah dari Persia pada 16–19 November 636M. Konflik ini terjadi pada masa awal penaklukan Muslim dan menandai kemenangan yang menentukan bagi tentara Rasyidun selama penaklukan Muslim atas Persia.
“Khulafaur Rasyidin atau Rasyidin, adalah sebutan Muslim untuk empat khalifah pertama yang memimpin negara Islam (khilafah) Kekhalifahan Rasyidin setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Mereka adalah Abu Bakr Ash-Shiddiq/Abdullah bin Abu Quhafah, Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Thalib.”
Pemimpin pasukan Sasania pada saat itu, Rostam Farrokhzad, tewas selama pertempuran. Keruntuhan tentara Sasania di wilayah tersebut menyebabkan kemenangan Islam yang menentukan atas wilayah Iran modern, dan penggabungan wilayah yang terdiri dari Irak ke dalam Kekhalifahan Rasyidin.
Keberhasilan tentara Islam di Qadisiyyah merupakan kunci bagi penaklukan provinsi Sasania, Asoristan, dan diikuti oleh pertempuran besar di Jalula dan Nahavand. Pertempuran tersebut diduga menjadi sebab pembentukan aliansi antara Kekaisaran Sasania dan Kekaisaran Bizantium, dengan klaim bahwa kaisar Bizantium Heraklius menikahkan cucunya Manyanh (Miriam) dengan raja Sasania Yazdegerd III sebagai simbol aliansi.
Baca juga : Ekspedisi Tabuk : Pengerahan pasukan Muslim dalam lingkungan paling menantang
Baca juga : 11 Peperangan di Masa Rasulullah Nabi Muhammad SAW
Menentukan
Pertempuran ini merupakan peperangan yang sangat penting dan menentukan bagi pasukan Islam maupun Sasaniyah.
Pasalnya, Perang Qadisiyah adalah ekspansi pertama Kekhalifahan Rasyidun atas wilayah Persia dan berusaha menyebarkan agama Islam di wilayah tersebut. Sedangkan Kekaisaran Sasaniyah, harus mempertahankan wilayah serta kekuasaan bangsa Persia pra-Islam yang telah berdiri selama beberapa abad.
Perang Qadisiyah berakhir dengan kemenangan umat Muslim Kekhalifahan Rasyidun dan jatuhnya Kekaisaran Sassaniyah, menandai dimulainya kekuasaan Islam di Persia.
Latar belakang
Invasi ke Persia yang dilakukan oleh Kekhalifahan Rasyidun dimulai sejak masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar (632-634).
Pertempuran Qadisiyah merupakan bagian dari rangkaian panjang usaha pasukan Kekhalifahan Rasyidun untuk menguasai Persia. Usaha penaklukan Persia oleh pasukan Islam diteruskan di bawah Khalifah Umar bin Khattab (634-644) dengan mengirim Panglima Militer Mutsana bin Haritsah pada tahun 636.
Saat itu, Kekaisaran Sasaniyah di bawah kekuasaan kaisar Yezdegerd III tengah didera gejolak internal akibat perebutan kekuasaan dan permasalahan ekonomi penduduknya. Selain itu, posisi Kekaisaran Sasaniyah juga semakin tidak menguntungkan karena beberapa wilayahnya dikuasai oleh Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium pimpinan Heraclus.
Menyiapkan pasukan
Sebelum pasukan Islam berangkat ke Persia, Khalifah Umar menulis surat perintah kepada panglima militernya, Sa’ad bin Abi Waqqash/Saʿd ibn Mālik, untuk menyiapkan pasukannya. Beliau pun bergegas menghimpun pasukannya dan bergerak menuju Persia. Keberangkatan mereka ternyata terdengar oleh Raja Yezdegerd III.
Pada awalnya, Umar bin Khattab ingin memimpin sendiri pasukan pertempuran Qadisiyyah. Namun, Umar bin Khattab diminta para sahabat untuk tetap tinggal di Madinah dan digantikan Sa’ad bin Abi Waqqash. Alasan Amirul Mukminin menetap di Madinah adalah agar ia mengirimkan bantuan ke Iraq dan daerah sekitarnya.
Para komandan militer
“Dalam perang ini selain nama Sa`d ibn Abī Waqqās, juga terdapat nama-nama komandan militer muslimin : Khalid ibn Urfuta, Al-Muthanna ibn Haritha al-Shaybani, Al-Qaʿqāʿ ibn ʿAmr ibn Mālik Al-Tamīmī, ʿĀṣim ibn ʿAmr ibn Mālik al-Usaydī al-Tamīmī, Abdullah ibn al-Mu’tam, Ibn al-Simṭ, Zuhra ibn al-Hawiyya, Jarir ibn Abdullah al-Bajali, Tulayha, Amru bin Ma’adi Yakrib”
Raja Yezdegerd kemudian memerintahkan panglima militernya, Rostam Farrokhzad, beserta pasukannya untuk menghadang pasukan Islam. Sesampainya di Persia, tepatnya di sebelah barat sungai Eufart di desa Al-Qadisiyyah, 36.000 pasukan muslim mendirikan perkemahan. Begitu pula dengan pasukan Sasaniyah di bawah pimpinan Jenderal Rostam, yang berjumlah sekitar 120.000 pasukan.
Baca juga : Daftar Nama Besar Para Pejuang Islam Sepanjang Masa
Isi surat Umar bin Khattab kepada Sa’ad bin Abi Waqqash
“Amma ba’d. Maka aku perintahkan kepadamu dan orang-orang yang besertamu untuk selalu takwa kepada Allah dalam setiap keadaan.
Karena, sesungguhnya takwa kepada Allah adalah sebaik-baik persiapan dalam menghadapi musuh dan paling hebatnya strategi dalam pertempuran.
Aku perintahkan kepadamu dan orang-orang yang bersamamu agar kalian menjadi orang yang lebih kuat dalam memelihara diri dari berbuat kemaksiatan dari musuh-musuh kalian.
Karena, sesungguhnya dosa pasukan lebih ditakutkan atas mereka daripada musuh-musuh mereka dan sesungguhnya kaum muslimin meraih kemenangan tidak lain adalah karena kedurhakaan musuh-musuh mereka terhadap Allah.
Kalaulah bukan karena kedurhakaan musuh-musuh itu, tidaklah kaum Muslimin memiliki kekuatan karena jumlah kita tidaklah seperti jumlah mereka (jumlah mereka lebih besar) dan kekuatan pasukan kita tidaklah seperti kekuatan pasukan mereka.
Karenanya, jika kita seimbang dengan musuh dalam kedurhakaan dan maksiat kepada Allah, maka mereka memiliki kelebihan di atas kita dalam kekuatannya, dan bila kita tidak menang menghadapi mereka dengan “keutamaan” kita, maka tidak mungkin kita akan mengalahkan mereka dengan kekuatan kita.
Ketahuilah bahwa kalian memiliki pengawas-pengawas (para malaikat) dari Allah. Mereka mengetahui setiap gerak-gerik kalian karenanya malulah kalian terhadap mereka.
Janganlah kalian mengatakan, “Sesungguhnya musuh kita lebih buruk dari kita sehingga tidak mungkin mereka menang atas kita meskipun kita berbuat keburukan.”
Karena, berapa banyak kaum-kaum yang dikalahkan oleh orang-orang yang lebih buruk dari mereka.
Sebagaimana orang-orang kafir Majusi telah mengalahkan Bani Israil setelah mereka melakukan perbuatan maksiat.
Mintalah pertolongan kepada Allah bagi diri kalian sebagaimana kalian meminta kemenangan dari musuh-musuh kalian.
Dan aku pun meminta hal itu kepada Allah bagi kami dan bagi kalian.”
Baca juga : Surat Bencana D-Day Ike — Pidato Eisenhower yang akan Disampaikan jika Invasi Normandia gagal
Kronologi pertempuran
Sebelum Perang Qadisiyah pecah, kedua belah pihak terlebih dahulu mengadakan perundingan untuk mendapatkan jalan keluar. Pasukan muslim mengirim Rib’i Amir yang dikenal sebagai diplomat ulung di kalangan muslim.
Namun, dalam perundingan tersebut tidak mencapai kesepakatan, sehingga menimbulkan pertempuran. Di hari pertama dan kedua pertempuran, pasukan Islam mengalami kekalahan karena tentaranya lebih sedikit dan pasukan Persia juga dibantu dengan kavaleri bergajah.
Pada hari ketiga, pasukan muslim di Qadisiyah mendapatkan tambahan pasukan Islam yang selesai bertugas dari Perang Yarmuk di Suriah di bawah pimpinan Panglima Militer Khalid bin Walid.
Selain mendapat tambahan tentara, pasukan Muslim juga telah menemukan cara mengelabuhi pasukan gajah Persia. Mereka memberikan kostum kepada kuda yang digunakan tentara guna menakuti pasukan gajah Persia. Cara ini pun berhasil, hingga membuat gajah-gajah lari dan membunuh pasukan Persia sendiri.
Lalu, pada hari keempat pertempuran, muncul badai pasir yang mengarah ke perkemahan pasukan Persia. Situasi ini dimanfaatlan oleh pasukan Islam untuk menggempur pertahanan Persia dengan menghujani anak panah.
Saat itulah, pasukan Persia mulai melemah dan melarikan diri. Terlebih lagi, pemimpin mereka, Rostam Farrokhzad melarikan diri dengan menceburkan diri dan berenang menyeberangi sungai. Namun, tentara Islam Hilal bin Ullafah mengejarnya dan membunuh Rustum.
Baca juga : 21 Agustus 1169, Pertempuran Orang Hitam / Pertempuran Budak : Tentara syiah Fatimiyah Vs Salahudin Al Ayubi
Dampak Perang Qadisiyah
Mundurnya pasukan Persia dari arena pertempuran di Qadisiyah menandai kemenangan pasukan Muslim, yang juga memperolah banyak rampasan perang. Setelah itu, pasukan Islam terus mendesak ke dalam wilayah Persia hingga memasuki pusat pemerintahan Sasaniyah di Kota Mada’in/Al-Hijr/Hegr.
Kemenangan dalam Perang Qadisiyah sangat berarti bagi pasukan Islam, karena berhasil meluaskan wilayahnya di tanah Persia. Selain perluasan wilayah, Kekhalifahan Rasyidun juga memanfaatkannya untuk menyebarkan agama Islam dan budaya Islam di Persia.
“Pertempuran Qadisiyyah ini cukup penting dan kekalahan yang diderita Persia memberikan efek yang sangat besar terhadap hancurnya keyakinan yang dimiliki mereka.”
Penaklukan ini juga menjadi cikal bakal wilayah Persia menjadi pusat perkembangan peradaban Islam di bawah Dinasti Abbasiyah.
Baca juga : Abdullah bin Saba’, Yahudi, Syiah dan Kekacauan dunia
https://www.youtube.com/watch?v=r2cEIDZwG5M&list=PLaBYW76inbX6liBZSJNNEyShlv4IsfT3t&index=1
https://www.youtube.com/watch?v=Z1hzNOPvC5o