Henk Sneevliet merupakan tokoh komunis asal Belanda yang aktif dalam gerakan komunisme di Hindia Belanda
ZONA PERANG(zonaperang.com) Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau lebih dikenal sebagai Henk Sneevliet atau dengan nom de guerre (nama samaran dalam perjuangan) Maring (13 Mei 1883 – 13 April 1942) adalah seorang Komunis Belanda, yang aktif di Belanda dan di Hindia Belanda. Ia ikut serta dalam perlawanan komunis terhadap pendudukan Jerman atas Belanda pada masa Perang Dunia II dan dihukum mati oleh Jerman pada 1942.
“Generasi mana pun yang berkuasa di PKI, Sneevliet—dan Semaoen—adalah legendanya.”
Pada tahun 1912, Sneevliet tinggal di Hindia Belanda dan ikut mendirikan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) yang menjadi cikal bakal PKI tahun 1914. Ia merupakan tokoh yang membawa pengaruh komunisme di Indonesia.
Baca juga : Penggunaan identitas agama oleh PKI : Meletusnya Pemberontakan Kaoem Merah 1926
Baca juga : Pengkhianatan PKI (Partai Komunis Indonesia) : Sejarah yang tidak boleh dilupakan oleh kita semua
Siapa itu Henk Sneevliet
Ia lahir di Rotterdam pada 13 Mei 1883 dan dibesarkan di ‘s-Hertogenbosch, Belanda. Sneevliet merupakan anak dari Anthonie Sneevliet dan Henrica JW van Macklenbergh. Setelah menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1900, ia pindah ke Zutphen dan bekerja di perusahaan kereta api.
Kemudian pada tahun 1906, Henk Sneevliet bergabung dan aktif ke dalam Sociaal Democratische Arbeiders Partij (SDAP-Partai Buruh Sosial Demokrat) di Belanda. Selain aktif di SDAP, Henk Sneevliet juga bergabung ke dalam serikat buruh kereta api di Belanda.
Henk Sneevliet juga tergabung aktif dalam serikat buruh Belanda dan pada tahun 1911 ia menjadi ketuanya. Selama menjadi aktivis komunisme di Belanda, Henk Sneevliet terkenal radikal, buktinya adalah ia terlibat dalam mogok masal pelaut Internasional tahun 1911.
Sikapnya yang radikal membuat Henk Sneevliet terasing dan beberapa anggota SDAP menentangnya.
Pindah ke Hindia Belanda
Setelah terasing di organisasi SDAP di Belanda, Henk Sneevliet kemudian pindah ke Hindia Belanda pada tahun 1912.
‘Sneevliet “tiba di Hindia Belanda pada Februari 1913 pada usia 30 tahun. Dia bergabung sebagai staf editor Soerabaiaasch Handelsblad lalu pindah ke ke Semarang pada Mei 1913 untuk menggantikan D.M.G. Koch sebagai sekretaris Semarang Handelsvereeniging,” seperti dicatat Takashi Shiraishi dalam Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1917 (1997).’
Selama di Hindia Belanda, Henk Sneevliet terlibat dalam mendirikan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) di Surabaya pada Mei 1914. ISDV inilah kemudian menjadi cikal bakal Partai Komunis Indonesia.
Henk Sneevliet juga tergabung ke dalam serikat buruh kereta api atau Vereeniging Voor Spoor-en Tramwegpersoneel (VSTP) di Surabaya. Berkat pengalamannya di Belanda, Sneevliet kemudian mengubah sekirat buruh kereta api yang masih moderat ke arah lebih modern dan agresif.
Baca juga : Raden Mas Hadji Oemar Said Tjokroaminoto : Raja Jawa Tanpa Mahkota
Baca juga : Pembantaian Etnis Melayu 1946: Kekejaman PKI (Partai Komunis Indonesia) di Sumatera Timur
Membuat Belanda gelisah
Aktivitas Sneevliet bersama gerakan komunisme di Indonesia membuat pemerintah kolonial Belanda gelisah.
Hal itu disebabkan oleh perlawanan ISDV yang melakukan agutasi (perasaan gelisah, jengkel, dan gugup) terhadap rezim kolonial Belanda dan elit Indonesia yang mendapatkan hak-hak khusus.
Bahkan pada tahun 1917, setelah Revolusi Rusia Sneevliet bersama dengan gerakan komunisnya mendapat dukungan dari masyarakat Indonesia dan sebagian tentara Belanda.
Akibatnya, Henk Sneevliet kemudian dipaksa meninggalkan Indonesia pada tahun 1918.
Gerakan Kiri Indonesia : Semaoen dan Darsono
Di tahun 1915, Sneevliet berkenalan dengan seorang pemuda belasan yang besar namanya dalam gerakan kiri Indonesia: Semaoen.
“Ia [Semaoen] bertemu Sneevliet di Surabaya dan terkesan dengan sikap manusiawi dan tulis Sneevliet yang sama sekali bebas dari mentalitas kolonial Belanda,” tulis Takashi Shiraishi dalam Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1917 (1997)..
Setelah pertemuan mereka, Semaoen belajar banyak. “Ia bukan hanya belajar membaca, tapi juga belajar menulis dan berbicara bahasa Belanda, dan segera menjadi sekretaris ISDV di Surabaya yang didominasi orang Belanda, sekaligus menjadi pemimpin VSTP Surabaya.” Di mata Marco Kartodikromo (penulis dan jurnalis ), Semaoen yang jauh lebih muda usia darinya itu begitu dekat dengan Sneevliet.
Pengikut Sneevliet penting lainnya kemudian adalah Darsono. Dia mulai ikut sejak 1917 ketika Sneevliet diadili.
Soe Hok Gie mencatat nama itu dalam Dibawah Lentera Merah: “Pada suatu hari ia (Darsono) mengikuti sidang Sneevliet dan ia sangat terkesan pada adanya orang Belanda yang memihak rakyat (pribumi yang terjajah). Pada mula ia ragu. Tapi setelah ia ketahui bagaimana Sneevliet karirnya di kantor dagang yang bergaji 1.000 gulden kemudian aktif membela rakyat, hormatnya pun bertambah-tambah.”
Baca juga : 14 Juni 1905, Pemberontakan di Kapal Perang Potemkin : Perlawanan yang menginspirasi Revolusi Rusia
Baca juga : 18 September 1948, Madiun Affair (Pemberontakan PKI 1948)
Alimin dan Musso
Menurut Gie, angkatan muda selain Semaoen dan Darsono adalah Alimin dan Musso. Keduanya terpelajar seperti Darsono. Mereka sempat bergabung di Sarekat Islam juga. Setelah Sneevliet terusir dari Indonesia pada 1918 dan harus bertahan di Kanton dengan nama Maring, angkatan muda itu terus bertambah.
Menurut catatan Soewarsono dalam Berbareng bergerak: Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Semaoen (2000), Semaoen dan Darsono terlibat pendirian Partai Komunis Indonesia di Semarang pada 23 Mei 1920.
“Pendirian PKI berlangsung pada Kongres VII ISDV 23 Mei 1920 di Gedung SI Semarang. Dengan tetap menggunakan statuten lama ISDV.” Semaoen terpilih sebagai Ketua, Darsono Wakil Ketua, Piet Bergsma (mantan serdadu KNIL) sebagai Sekretaris, dan Ernest François Eugène Douwes Dekker / Danudirja Setiabudi ( Multatuli) sebagai Bendahara. Adolf Baars, J. Stam, Dengah, C. Kraan, dan Soegono menjadi komisaris partai.
Setelahnya, “SI dan PKI terlibat pertikaian terbuka dan tak terdamaikan,” tulis M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008). Surat kabar PKI bahkan mengeluarkan kecaman terhadap Pan Islamisme dan Pan Asianisme.
Meski Sneevliet sudah dibuang dari Indonesia sejak 1918, ia adalah salah satu nama besar dalam sejarah komunis di Indonesia. Ialah guru dari para pemula di PKI: Darsono, Semaoen, Musso, dan Alimin—juga Aliarcham, Tan Malaka, Sardjono, Thomas Najoan, dan lainnya.
Tentu, publik mengingat nama-nama besar macam Haji Misbach dan Mas Marco Kartodikromo pada PKI angkatan 1926. Di angkatan-angkatan berikutnya lagi, setelah Semaoen, Darsono, Alimin tersingkir, ada lagi generasi baru seperti Tan Ling Jie, Setiadjid, Abdulmadjid, Maroeto Daroesman, atau Amir Sjarifoedin pada PKI angkatan 1948. Setelah 1950, muncul generasi M.H. Lukman, Nyono, Nyoto, dan D.N. Aidit.
Baca juga : 16 Juli 1918, Keluarga Romanov dieksekusi : Mengakhiri 300 tahun dinasti kekaisaran Rusia
Bekerja di Komunis Internasional (Komintern)
Meski telah diusir dari Indonesia dan kembali ke Belanda, Sneevliet sibuk dalam gerakan buruh dan terlibat dalam pemogokan transportasi 1920.
Pada tahun yang sama, ia hadir dalam kongres kedua Komintren di Moskow sebagai wakil dari Indonesia.
Kehadiran Sneevliet membuat pemimpin Uni Soviet, Joseph Lenin terkesan dan mengutus Sneevliet sebagai wakil Komintern ke Cina, untuk membantu Partai Komunis Cina yang masih kecil.
Selain itu, Sneevliet masih mengikuti perkembangan gerakan komunisme di Indonesia. Salah satunya adalah solidaritasnya terhadap pemberontakan komunisme Indonesia terhadap pemerintahan kolonial Belanda.
Pada 1933 ia dijatuhi hukuman lima bulan penjara karena solidaritasnya untuk para peserta pemberontakan komunis Belanda dan Indonesia dari kapal De Zeven Provinciën.
Baca juga : (Kebiadaban PKI) Kesaksian Anak-anak Pahlawan Revolusi yang Ayahnya Dibantai PKI
Dihukum mati
Setelah lama bekerja untuk Komintern, Sneevliet kemudian mendirikan Revolutionair Socialistische Partij (RSP) pada tahun 1929.
Bersama partai barunya, Sneevliet memusatkan aksinya pada permasalahan nasional dan berhasil mengorganisasi gerakan kaum pengangguran, aksi-aksi mogok, dan perjuangan melawan bangkitnya fasisme.
Namun, situasi yang memburuk membuat Sneevliet membubarkan partainya karena sangat merugikan pada Mei 1940. Setelah beberapa bulan, Sneevliet mendirikan kelompok perlawanan terhadap pendudukan Jerman di Belanda.
Sneevliet bersama dengan Willem Dolleman dan Ab Menist membentuk kelompok Front Marx-Lenin-Luxemburg (Front MLL). Kelompok tersebut secara masih melakukan aksi perlawanan terhadap pendudukan Nazi Jerman di Belanda dalam bentuk propaganda pada 1941.
Perlawanannya itu kemudian membawanya pada orang yang diburu oleh tentara Nazi Jerman. Sneevliet beserta para para tokoh-tokoh Front MLL akhirnya ditangkap oleh tentara Nazi Jerman pada April 1942.
Para tokoh Front MLL dan Sneevliet kemudian dihukum mati pada 12 April 1942.
Baca juga : Pemimpin Soviet Joseph Stalin mata-matai dan menganalisa tinja bapak pendiri komunis Cina Mao Zedong
Baca juga : (Kekejaman PKI) Membunuh Gubernur Jawa Timur dan merebut paksa pemerintahan daerah