Douglas A-26 Invader (disebut B-26 antara tahun 1948 dan 1965) adalah pesawat pembom ringan dan serangan darat bermesin ganda Amerika selama Perang Dunia II, Invader juga digunakan selama beberapa konflik besar Perang Dingin. Sejumlah pesawat Angkatan Udara Amerika Serikat yang dimodifikasi bertugas di Asia Tenggara hingga tahun 1969. Pesawat ini merupakan pesawat cepat yang mampu membawa muatan bom dalam jumlah besar.
ZONA PERANG (zonaperang.com) – Karena perubahan haluan politik(usaha pemberontakan PKI ke 2 yang gagal tahun 1965), sebagian besar sista asal Uni Soviet, Cina dan negara blok Timur harus di grounded . Contohnya Tu-16 yang dengan tragis harus melakukan farewell flight pada Oktober 1970.
Otomatis hanya tertinggal persenjataan yang berasal dari Amerika dan blok Barat yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pertahanan negara salah satunya adalah B-26B Invader peninggalan perang dunia ke 2. Pembom ringan buatan Douglas Aircraft Company, AS ini berkiprah hingga pertengahan 1977-an dan menjadi pesawat pembom terakhir yang melayani angkatan udara.
Dikutip dari buku “Operasi Udara di Timor-Timur” karya Hendro Subroto, saat Indonesia mencanangkan integrasi Timor Timur (sekarang Timor Leste) di tahun 1975, tinggal dua dari enam pesawat pembom serbu B-26B Invader di Skadron Udara 1 yang masih laik terbang, sementara pesawat B-25 Mitchell seluruhnya sudah habis masa baktinya. Pada saat itu B-26B merupakan pesawat langka, karena di luar AS hanya tinggal sembilang pesawat B-26 yang masih terbang, yaitu milik Anggola, Brazil, Cuba dan Indonesia.
Baca Juga : 7 Desember 1975, Operasi Seroja Timor Timur: Ketakutan Amerika terhadap Komunis
Baca Juga : OV-10F Bronco, ‘Si Kampret’ yang Pernah Jadi Andalan TNI AU
Operasi di Timor Timur
Dalam operasi di Timor Timur, penerbang B-26B Skadron Udara 1 ialah Letkol Pnb Suharso dan Mayor Pnb Soemarsono, seorang perwira menengah TNI AU yang ditarik dari tugas di Pelita Air Service. Awak B-26B terdiri dari dua orang, yakni penerbang dan bombardier/radio operator. Standar persenjataan B-26 Invader adalah 14 senapan mesin berat (SMB) Browning AN-M3 kaliber 12,7mm, delapan roket dan delapan bom 500lbs (227kg).
Mengingat pesawat B-26B AURI merupakan alutsista tua, maka pada pesawat dengan nomer M-264 dan M-265 hanya dipasang 12 SMB Browning kaliber 12,7mm, delapan roket, dan hanya membawa dua bom buatan Uni Soviet masing-masing seberat 250kg(FAB), hal ini dilakukan agar tidak terlalu berat.
Dengan banyaknya SMB yang dibawa, wajar bila B-26B dipercaya untuk misi COIN (counter insurgency) alias tugas anti gerilya. Untuk di kemudian hari tugasnya beralih ke OV-10F Bronco. Bantuan tembakan udara yang dilancarkan oleh B-26B sangat efektif, karena 12 SMB ditembakan secara terbidik ke sasaran. Disebabkan happy trigger, maka rentetan tembakkan kadang-kadang terlalu lama, sehingga menyebabkan laras sampai ke kamar peluru terlalu panas.
Menembak dengan sendirinya
Kapten Pnb Abdul Muki, flight leader OV-10F Bronco yang mengawal B-26B yang diterbangkan Mayor Pnb Soemarsono, pernah menyaksikan senapan mesin di B-26B menembak dengan sendirinya tanpa dipicu pada waktu pesawat melakukan pull up. Peristiwa ini terjadi karena laras terlalu panas.
Dalam mempertinggi keselamatan terbang, sebenarnya telah diberikan ketentuan bahwa pesawat tidak boleh terbang lebih rendah dari 1.500 kaki(457m) di atas permukaan sasaran untuk menghindari terkena tembakan dari bawah. Namun, disebabkan penerbang terlalu agresif menembak, kadang-kadang ketentuan ketinggian terabaikan. Selain itu, medan Timor Timur yang banyak berupa pegunungan, sulit untuk menghindari tembakan dari bawah dengan berlindung pada ketinggian.
Baca Juga : 19 Oktober 1999, Timor Timur Merdeka dari Indonesia (Hari ini dalam Sejarah)
Baca Juga : P-51D Mustang, “Cocor Merah” Andalan AURI(TNI-AU)
Bom Soviet
Jenis bom yang digunakan B-26B Skadron Udara 1 ialah FAB 250kg(HE), ZAB 250kg(Pembakar), atau RBK 250kg(bom cluster) buatan Uni Soviet. Sedianya bom-bom ini akan digunakan pada pesawat MiG-17F buatan Polandia dan RRC dalam operasi Trikora. Perbedaan mounting pada bom buatan Uni Soviet dengan bom MK82 standar NATO, dapat diatasi oleh Dislitbang TNI AU dengan melakukan modifikasi mounting pada bom buatan Uni Soviet.
Sayangnya beberapa bom yang dijatuhkan dari ketinggian terlalu rendah tidak meledak, karena untuk mengaktifkan sumbu memerlukan waktu. Penerbang, melakukan hal itu karena mengejar ketepatan perkenaan pada sasaran.
Merujuk dari sejarahnya, armada B-26B Skadron Udara 1 yang bermarkas di lanud Abdulrahman Saleh, Malang, berasal dari hibah AU Belanda pasca KMB (Konferensi Meja Bundar) di tahun 1949. Dalam paket hibah, Indonesia mendapatkan pembom B-25 Mitchell, B-26B Invader, dan pesawat pemburu legendaries P-51D Mustang. Di matra laut, Indonesia mendapatkan kapal perusak pertamanya, yaitu KRI Gadjah Mada.
Kiprah B-26B benar-benar redup di Tanah Air pada tahun 1976-1977, tatkala TNI AU kedatangan pesawat COIN modern OV-10F Bronco. AU Kolombia bahkan masih mengoperasikan B-26 hingga tahun 1980. Karena kemampuan serang permukaan yang tinggi, pesawat ini juga kerap disebut A (Attack)-26 Invader. Pertama kali diproduksi pada tahun 1942, B-26 cukup kenyang pengalaman di Perang Dunia Kedua. Setelah itu, AS masih mempercayakan pembom ringan ini dalam laga Perang Korea, Perancis pun memanfaatkan B-26 untuk misi COIN selama operasi militernya di Vietnam.
Baca Juga : Tupolev Tu-16 Badger (1952) : Pembom buatan Soviet yang pernah menggetarkan Belanda
https://www.youtube.com/watch?v=1szm0277C28