- Jam Kesebelas: Gencatan Senjata 11 November 1918 dan Akhir Perang Dunia Pertama
- 11 November 1918, delegasi Jerman dan Sekutu menandatangani Gencatan Senjata di Perang Dunia 1(WW 1) di gerbong kereta api di Compiègne, Prancis. Berlaku mulai pukul 11 siang.
ZONA PERANG (zonaperang.com) Pada pukul 11 pagi tanggal 11 November 1918, sebuah keheningan yang mencekam menyapu medan perang Eropa Barat. Setelah empat tahun penuh darah, lumpur, dan kehancuran, senjata-senjata yang telah meraung tanpa henti akhirnya terdiam. Di sebuah gerbong kereta di hutan Compiègne, Prancis, wakil-wakil Sekutu dan Jerman menandatangani perjanjian gencatan senjata yang mengakhiri Perang Dunia Pertama—konflik paling mematikan dalam sejarah manusia hingga saat itu.
Hari itu, yang kemudian diperingati sebagai Armistice Day, menjadi simbol harapan, kelegaan, dan akhir dari perang yang telah merenggut lebih dari 16 juta nyawa dan mengubah wajah dunia selamanya.
Baca juga : 19 Januari 2025, Gencatan Senjata Gaza: Siapa yang Menang dan Siapa yang Kalah?”
Baca juga : Operasi Greif: Serigala Jerman Berbulu Domba
Dari Parit ke Perdamaian: Kisah 11 November 1918
Perang Dunia Pertama, yang dimulai pada 28 Juli 1914 setelah pembunuhan Archduke Franz Ferdinand dari Austria, adalah konflik global pertama yang melibatkan kekuatan-kekuatan besar dunia. Sekutu, yang dipimpin oleh Inggris, Prancis, dan kemudian Amerika Serikat, berhadapan dengan Blok Sentral, yang terdiri dari Jerman, Austria-Hongaria, dan Kesultanann Ottoman.
Perang ini memperkenalkan teknologi mematikan seperti senapan mesin, tank, gas beracun, dan artileri berat, yang menghasilkan tingkat kematian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Parit-parit di Front Barat, dari Flanders hingga Vosges, menjadi kuburan massal bagi jutaan prajurit, sementara front lain di Eropa Timur, Afrika, dan Timur Tengah juga menyaksikan kehancuran yang tak kalah mengerikan.
Pada tahun 1918, setelah empat tahun pertempuran yang melelahkan, keseimbangan mulai berubah. Jerman, yang awalnya mendominasi dengan strategi Schlieffen Plan dan kemenangan awal di Front Barat, mulai kehilangan momentum. Blokade laut Inggris telah melumpuhkan ekonomi Jerman, menyebabkan kelaparan dan kerusuhan di dalam negeri.
Revolusi Bolshevik di Rusia pada 1917 memungkinkan Jerman untuk memfokuskan pasukannya di Front Barat setelah Perjanjian Brest-Litovsk, tetapi masuknya Amerika Serikat ke dalam perang pada April 1917 membawa gelombang baru pasukan dan sumber daya bagi Sekutu. Serangan Musim Semi Jerman pada Maret 1918, meskipun awalnya berhasil, gagal mencapai terobosan yang menentukan, dan pasukan Jerman kelelahan serta kehabisan tenaga.
Pada Agustus 1918, Sekutu melancarkan Serangan Seratus Hari, serangkaian serangan yang menghancurkan garis pertahanan Jerman di Front Barat. Didukung oleh tank, pesawat terbang, dan koordinasi yang lebih baik, pasukan Sekutu—termasuk lebih dari 1,5 juta tentara Amerika—mendorong mundur Jerman hingga ke Garis Hindenburg.
Pada saat yang sama, sekutu Jerman di Blok Sentral mulai runtuh: Bulgaria menyerah pada 29 September, Kekaisaran Ottoman pada 30 Oktober, dan Austria-Hongaria pada 3 November. Di dalam negeri, Jerman dilanda revolusi; pelaut di Kiel memberontak pada 29 Oktober, dan pada 9 November, Kaiser Wilhelm II dipaksa turun takhta, menandai akhir monarki Jerman.
11 November 1918: Saat Senjata Berhenti Berbicara dan Dunia Menghela Napas
Di tengah kekacauan ini, pimpinan militer Jerman yang baru, di bawah Jenderal Paul von Hindenburg dan Erich Ludendorff, menyadari bahwa kekalahan tidak dapat dihindari. Pada 7 November 1918, delegasi Jerman yang dipimpin oleh Matthias Erzberger menyeberang ke wilayah Sekutu untuk meminta gencatan senjata.
Pertemuan bersejarah itu berlangsung di sebuah gerbong kereta milik Compagnie Internationale des Wagons-Lits, yang diparkir di hutan Compiègne, sekitar 60 kilometer utara Paris. Delegasi Sekutu, yang dipimpin oleh Marsekal Ferdinand Foch, panglima tertinggi pasukan Sekutu, menyambut mereka dengan syarat-syarat yang keras dan tidak dapat ditawar.
Perjanjian gencatan senjata, yang ditandatangani pada pukul 05:12 pagi tanggal 11 November 1918, berisi 34 pasal yang dirancang untuk melumpuhkan kekuatan militer Jerman dan mencegahnya melanjutkan perang. Beberapa ketentuan utama meliputi:
- Penarikan semua pasukan Jerman dari wilayah yang diduduki di Prancis, Belgia, dan Luksemburg dalam waktu 15 hari.
- Penyerahan senjata berat, termasuk 5.000 meriam, 25.000 senapan mesin, dan 1.700 pesawat.
- Penyerahan armada laut Jerman, termasuk kapal selam U-Boat yang telah menghancurkan kapal-kapal Sekutu selama perang.
- Penyerahan wilayah Alsace-Lorraine kepada Prancis dan pengosongan wilayah Rheinland untuk diduduki Sekutu.
- Pembebasan semua tawanan perang Sekutu tanpa imbalan serupa dari pihak Jerman.
Gencatan senjata mulai berlaku pada pukul 11:00 pagi waktu Paris, yang dikenal sebagai “jam kesebelas pada hari kesebelas di bulan kesebelas.” Ketika berita tentang gencatan senjata menyebar, kegembiraan melanda kota-kota Sekutu. Di London, Paris, dan New York, jutaan orang turun ke jalan, berpesta, dan bersorak untuk merayakan akhir perang. Lonceng gereja berdentang, dan koran-koran seperti The Times dan Le Figaro menerbitkan edisi khusus dengan headline besar: “Perang Berakhir!” Namun, di balik perayaan itu, ada duka yang mendalam; jutaan keluarga kehilangan anak, suami, dan ayah mereka, dan lanskap Eropa dipenuhi reruntuhan.
Baca juga : 01 Juli 1916, Pertempuran Somme dimulai : Ladang pembantaian tentara sekutu
Gencatan Senjata yang Mengubah Dunia: Mengakhiri Perang Dunia Pertama
Meskipun gencatan senjata mengakhiri pertempuran, perang secara resmi baru berakhir pada 28 Juni 1919 dengan penandatanganan Perjanjian Versailles. Perjanjian ini, yang jauh lebih keras daripada gencatan senjata, memaksakan sanksi ekonomi dan teritorial yang berat pada Jerman, termasuk klausul “war guilt” yang menyalahkan Jerman sepenuhnya atas perang.
Ketidakpuasan terhadap perjanjian ini kemudian menjadi salah satu pemicu Perang Dunia Kedua dua dekade kemudian. Ironisnya, gerbong kereta yang sama di Compiègne, tempat gencatan senjata 1918 ditandatangani, digunakan kembali oleh Adolf Hitler pada Juni 1940 untuk menerima kapitulasi Prancis, sebagai simbol balas dendam Jerman.
Hari gencatan senjata, 11 November, kini diperingati di banyak negara sebagai Armistice Day, Remembrance Day, atau Veterans Day. Di Inggris dan negara-negara Persemakmuran, dua menit hening diadakan pada pukul 11:00 untuk mengenang mereka yang gugur. Bunga poppy merah, yang tumbuh di medan perang Flanders, menjadi simbol peringatan, terinspirasi oleh puisi “In Flanders Fields” karya John McCrae. Di Amerika Serikat, hari ini dirayakan sebagai Veterans Day untuk menghormati semua veteran perang.
11 November 1918 bukan sekadar akhir dari sebuah perang; itu adalah titik balik dalam sejarah manusia. Perang Dunia Pertama mengakhiri era kekaisaran besar seperti Kekaisaran Rusia, Austria-Hongaria, dan Ottoman, membuka jalan bagi munculnya negara-negara baru dan ideologi seperti komunisme dan fasisme.
Teknologi perang yang diperkenalkan dalam konflik ini mengubah cara perang dilakukan, sementara kerugian manusia yang luar biasa meninggalkan luka mendalam yang masih terasa hingga kini. Ketika dunia menghela napas lega pada hari itu, tidak ada yang tahu bahwa “perang untuk mengakhiri semua perang” hanyalah awal dari abad yang penuh gejolak.
Referensi:
- Keegan, John. The First World War. Knopf, 1999
- Stevenson, David. Cataclysm: The First World War as Political Tragedy. Basic Books, 2004
- Hart, Peter. The Great War: A Combat History of the First World War. Oxford University Press, 2013.
- “Records of the U.S. Expeditionary Forces, 1917–1919.” National Archives and Records Administration (NARA), USA.
- “Official British War Diaries, 1914–1918.” The National Archives, UK
Baca juga : 13 Februari 1755, Perjanjian Giyanti : Terbaginya Kerajaan Islam Mataram oleh Keserakahan dan Tipu daya
Baca juga : Bagaimana Imperialisme Mengatur Panggung untuk Perang Dunia I