Iran, negara dengan sejarah panjang dan peradaban yang kaya, telah mengalami transformasi agama yang signifikan. Dari mayoritas penduduk yang menganut Sunni, Iran kemudian bergeser menjadi negara dengan mayoritas penduduk Syiah. Lantas, kapan dan mengapa pergeseran besar-besaran ini terjadi?
ZONA PERANG(zonaperang.com) Ketika Islam masuk ke Persia pada abad ke-7, mayoritas penduduk masih menganut agama Zoroastrianisme. Namun, dalam waktu beberapa abad, Islam menjadi agama yang dominan. Pada awalnya, Iran menganut mazhab Sunni, seperti kebanyakan wilayah Islam pada saat itu.
“Zoroastrianisme identik dengan nama Zoroaster—sosok nabi yang dalam bahasa Persia kuno dikenal sebagai Zarathrustra. Nabi Zoroaster dianggap sebagai pendiri Zoroastrianisme. Agama Persia kuno ini yang diduga berasal dari 3.500 atau bahkan 4.000 tahun yang lalu.”
Sebelum abad ke-16, wilayah yang sekarang dikenal sebagai Iran saat ini didominasi oleh mazhab Sunni. Bahkan, banyak wilayah di Iran, dikenal sebagai pusat keilmuan Sunni dengan banyak ulama terkenal yang berasal dari wilayah ini. Namun, situasi ini mulai berubah dengan munculnya Dinasti Safawi(Safavid Dynasty).
gambar sampul : Miniatur Safavid tentang Pertempuran Siffin
Dinasti Safawi dan Perubahan ke Syiah
Perubahan besar dimulai ketika Shah Ismail I mendirikan Dinasti Safawi pada tahun 1501. Shah Ismail, yang sendiri adalah seorang Syiah, bertekad untuk mengubah Iran menjadi negara dengan mayoritas penduduk Syiah. Hal ini bukan hanya didorong oleh keyakinan religius, tetapi juga oleh alasan politik.
Shah Ismail I dan para penerusnya menggunakan konversi ke Syiah sebagai cara untuk membedakan Iran dari dua kekuatan besar Sunni yang mengelilinginya: Kesultanan Utsmani di barat dan Kekaisaran Mughal di timur. Dengan menekankan identitas Syiah, Safawi mampu memperkuat identitas nasional Iran dan memperkuat legitimasinya sebagai penguasa.
Baca juga : Saatnya Mengubah Opini! Sampai Kapan Israel akan Bertahan?
Baca juga : 12 Juli 2006, Perang Lebanon kedua dimulai : Kemenangan Mahal sayap militer Syiah Hizbullah
Metode Konversi
Konversi ke Syiah tidak terjadi secara damai atau sukarela. Banyak catatan sejarah menunjukkan bahwa Dinasti Safawi menggunakan berbagai cara, mulai dari tekanan politik, hukum, hingga kekerasan, untuk memaksa penduduk Iran mengadopsi mazhab Syiah. Ulama Sunni yang menolak konversi sering kali dianiaya atau diusir. Madrasah-madrasah Sunni ditutup atau dialihfungsikan untuk mengajarkan ajaran Syiah.
Mengapa Syiah Bertahan?
Setelah beberapa generasi, identitas Syiah menjadi begitu kuat tertanam di dalam masyarakat Iran. Syiah tidak hanya menjadi agama mayoritas, tetapi juga menjadi bagian integral dari identitas nasional Iran. Upaya konsisten dari dinasti-dinasti berikutnya untuk mempromosikan Syiah melalui pendidikan, seni, dan budaya juga membantu mempertahankan dan memperkuat mazhab ini di Iran.
Selain itu, selama berabad-abad, Iran terisolasi dari pusat-pusat utama kekuatan Sunni di dunia Muslim. Isolasi ini memungkinkan Iran untuk mengembangkan tradisi Syiah yang unik, yang terus berlanjut hingga hari ini.
“Revolusi Iran 1979: Revolusi ini memperkuat posisi Syiah di Iran. Di bawah kepemimpinan Ayatollah Khomeini, Iran menjadi Republik Islam yang berlandaskan ajaran Syiah, memperkuat dominasi Syiah dalam politik dan kehidupan sehari-hari.”
Akhir
Perubahan dari Sunni ke Syiah di Iran adalah hasil dari kombinasi strategi politik dan keagamaan yang diterapkan oleh Dinasti Safawi. Meskipun dipaksakan pada awalnya, Syiah akhirnya menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Iran, yang bertahan hingga hari ini sebagai mazhab mayoritas.
Baca juga : Abdullah bin Saba’, Yahudi, Syiah dan Kekacauan dunia