Negara kota yang berada di tengah-tengah negeri Melayu ini adalah asal import BBM(bahan bakar minyak) ke Indonesia dan surga aman bagi para perampok serta pencuri kekayaan rakyat Nusantara
ZONA PERANG (zonaperang.com) Perubahan komposisi penduduknya adalah pelajaran berharga dan mahal bagi negeri-negeri lain agar tidak menjalani nasib yang serupa.
Menurut Sejarah Melayu, sebuah kronik Melayu, kota ini didirikan oleh pangeran Sriwijaya Sri Tri Buana; dia dikatakan telah melihat seekor harimau, mengira itu singa, dan dengan demikian disebut pemukiman Singapura.
Sempat kalah pamor dengan Hongkong dan Indocina Perancis serta Hindia Belanda namun dengan dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869 dan munculnya kapal uap, era kemakmuran dimulai yang akhirnya mengarah pada pembangunan dermaga sepanjang 3 mil (5 km) di Tanjong Pagar dan akhirnya, pada tahun 1921, sebuah pangkalan angkatan laut.
Sejarah Singapura
Pulau Singapura awalnya dihuni oleh para nelayan dan bajak laut, dan menjadi pos terdepan untuk kerajaan Srīwijaya di Sumatra . Dalam prasasti Jawa dan catatan Cina yang berasal dari akhir abad ke-14, nama pulau yang lebih umum adalah Tumasik, atau Temasek, dari kata Jawa tasek (“laut”).
Sriwijaya tercerai-berai
Serangan dari Kerajaan Chola (India), membuat Sriwijaya tercerai-berai. Nah, Pangeran Sang Nila Utama melarikan diri ke Tumasik dan menjadi raja kecil di sana dengan gelar Sri Tri Buana.
Jatuh ke tangan Kerajaan Majapahit
Tumasik jatuh ke tangan Kerajaan Majapahit pada masa raja kedua, yakni Sri Prikama Wira yang berkuasa pada 1357 hingga 1362 (John N. Miksic, Archaeological Research on the Forbidden Hill of Singapore, 1985).
Nama Tumasik juga disebut dalam Kitab Negarakertagama sebagai wilayah taklukan Majapahit pada era Raja Hayam Wuruk(1334–1389) atas Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gadjah Mada/Jirnnodhara(1291 – 1364).
Baca juga : Kalahnya Pasukan Mongol(Dinasti Yuan) di Tanah Jawa
Baca juga : Tahukah Anda? Ibukota Manila, dulu bernama “Fi Amanilah”
Kerajaan Ayutthaya dari Siam
Wilayah Tumasik sempat terlepas dari kendali Majapahit yang kala itu sedang mengalami polemik internal. Situasi ini dimanfaatkan betul oleh Kerajaan Ayutthaya dari Siam (Thailand) yang kemudian menjadi pemilik baru Tumasik. Namun, Majapahit berhasil merebutnya kembali pada sekitar tahun 1390 (Nicholas Tarling, ed., The Cambridge History of Southeast Asia, 1999: 175).
Pecahnya perang saudara (Perang Paregreg) pada 1405M melemahkan Majapahit sepeninggal Hayam Wuruk/Sri Rajasanagara Jayawishnuwardhana. Di tahun yang sama, muncul kekuatan baru di Semenanjung Malaya dengan berdirinya Kesultanan Malaka yang lantas mengambil-alih wilayah Tumasik (Didier Millet, ed., Singapore at Random, 2011:120). Majapahit yang sedang menuju keruntuhan tidak mampu berbuat apa-apa.
Pada 1551, kekuasaan Kesultanan Malaka runtuh akibat serangan Portugis. Sebelum itu, sudah berdiri sebuah kesultanan baru di Johor oleh pangeran Malaka bernama Alauddin Syah. Sebagai pewaris Malaka, Kesultanan Johor mengklaim kepemilikan atas Tumasik (Ahmad Jelani Halimi, Sejarah dan Tamadun Bangsa Melayu, 2008).
Orang-orang Portugis membakar permukiman penduduk
Namun, Kesultanan Johor harus berhadapan dengan Portugis dan terlibat polemik dalam waktu yang cukup lama. Puncaknya adalah ketika orang-orang Portugis membakar permukiman penduduk yang berada di tepi sungai utama di Tumasik. Peristiwa yang terjadi pada 1613 ini membuat Tumasik luluh-lantak dan mulai diabaikan.
Tumasik yang dulunya kerap menjadi rebutan kerajaan-kerajaan besar sudah tidak menarik lagi setelah insiden pembakaran oleh Portugis pada 1613. Tempat ini berubah menjadi sarang penyamun dan sering terjadi perkelahian antar perompak yang berebut harta rampasan (Victor Pursell, Orang-orang Cina di Tanah Melayu, 1997: 76). Nama Tumasik pun berangsur-angsur dilupakan.
Baca juga : 1 April 1867, Singapura menjadi bagian dari Inggris Raya
Baca juga : Inggris Secara Rahasia menempatkan 48 Bom Nuklir 25kt “Red Bread”di Pangkalan Udara Tengah Singapura
East Indian Company (EIC) dari Britania Inggris
Hingga akhirnya, datanglah orang-orang dari East Indian Company (EIC) dari Britania (Inggris) yang dipimpin Thomas Stamford Raffles pada 28 Januari 1819 (Brenda S.A. Yeoh, Contesting Space in Colonial Singapore, 2003). EIC sedang mencari tempat strategis di Selat Malaka untuk menandingi dominasi Belanda yang telah menguasai negeri seberang.
Ketika Raffles tiba, wilayah bekas Tumasik hanya dihuni oleh satu keluarga temenggung dari Johor, bersama 150 nelayan yang terdiri dari 120 orang Melayu dan 30 orang Cina (W. Bartley, Population in Singapore in 1819, 1933: 177). Raffles membayar temenggung ini dengan sejumlah uang agar diizinkan membangun pos dagang di Tumasik dan mendapatkan hak monopoli.
Mengamankan wilayah itu dari ancaman Belanda
Tak hanya itu, sebagai upaya untuk mengamankan wilayah itu dari ancaman Belanda, Raffles menjalin perjanjian dengan pewaris Kesultanan Johor dan membantunya merebut tahta. Pada 9 November 1824, kesepakatan antara EIC dan Johor diperbaharui dan sejak saat itu, Tumasik resmi menjadi milik Inggris (Pursell, 1997: 76).
Sebagai imbalan, diberikan uang tunjangan tiap tahun dalam jumlah yang cukup besar kepada penguasa baru Johor itu. EIC atas nama Kerajaan Britania juga mengangkatnya sebagai pemimpin boneka di wilayah yang kemudian beralih-rupa menjadi Singapura tersebut.
Kepulauan Melayu dibagi dua
Di tahun 1824 itu pula, Inggris menggelar perundingan dengan Belanda (Perjanjian London). Disepakati bahwa Kepulauan Melayu dibagi dua antara keduanya: kawasan utara termasuk Pulau Pinang, Melaka, dan Singapura di bawah pengaruh Inggris, sementara Belanda menguasai kawasan selatan (M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, 2008: 315).
Bekas wilayah Tumasik atau yang kemudian lebih dikenal dengan nama Singapura berkembang pesat dan menjadi kota modern di bawah pengelolaan EIC yang bertanggungjawab kepada Kerajaan Britania Raya. Peran Singapura sebagai kawasan strategis Inggris untuk zona Asia Tenggara pun semakin besar.
Pada 1926, Singapura termasuk dalam wilayah administratif bernama Straits Settlements atau Negeri-Negeri Selat bersama Penang dan Melaka (John Funston, Government & Politics in Southeast Asia, 2001: 291). Ketiga negeri ini termasuk wilayah jajahan Britania.
Kemenangan Jepang
Penguasaan Inggris atas Singapura baru berakhir pada 1942, seiring kemenangan Jepang pada 15 Februari 1942. Wilayah Singapura pun diserahkan kepada Dai Nippon yang segera mengubah namanya menjadi Shonanto.
Namun, Jepang hanya sebentar menguasai Singapura. dan tepatnya tanggal 12 September 1945, Singapura diserahkan kembali kepada Inggris lantaran setealah Jepang kalah dalam rangkaian Perang Dunia Kedua itu.
Penduduk Singapura yang didominasi Cina
Rencana politik Inggris pascaperang untuk Malaya mengecualikan Singapura dari Persatuan Malaya yang diusulkan dan kemudian dari Federasi Malaya, terutama karena dianggap bahwa penduduk Singapura yang didominasi Cina akan menjadi penghalang etnis untuk kewarganegaraan bersama.
Baca juga : 13 Mei 1969, Kerusuhan besar antara suku Cina dan Melayu di Malaysia
Baca juga : (Melawan Lupa)Pao An Tui, Sisi Kelam Masyarakat Cina pendukung Belanda di Indonesia
Pemilihan umum pertama di Singapura
Tahun 1955, diadakan pemilihan umum pertama di Singapura atas izin pemerintah Britania Raya yang dimenangkan oleh tokoh pro-kemerdekaan keturunan Yahudi asal Bagdad yang berpindah di era Ottoman: David Saul Marshall(12 March 1908 – 12 December 1995). Marshall kemudian meminta kemerdekaan secara penuh dari Britania dengan menghadap langsung ke London, namun permintaan itu ditolak (Kevin Tan, Marshall of Singapore: A Biography, 2008).
Kegagalan tersebut membuat David Saul Marshall terpaksa mengundurkan diri dan digantikan oleh Lim Yew Hock. Kerajaan Britania akhirnya memberikan otonomi atau hak pemerintahan internal kepada Singapura dengan dipimpin oleh seorang perdana menteri.
Bergabung dengan Federasi Malaysia
Pemerintahan otonomi di Singapura tidak berjalan optimal karena Britania terkesan mengabaikan negara taklukannya itu. Hingga akhirnya, Singapura memutuskan lepas dari Inggris dan bergabung dengan Federasi Malaysia sejak 31 Agustus 1963.
Nenek dan kakek Lee Kuan Yew membawa ayah Lee Kuan Yew dari Semarang waktu masih bayi
Partai Aksi Rakyat (PAP) yang berkuasa, yang dipimpin oleh Lee Kuan Yew(kakek nenek serta ayah mendiang pendiri Singapura, Lee Kuan Yew adalah orang Semarang, yang lalu merantau dan bermukim di Singapura), telah menolak pada tahun 1959 untuk membentuk pemerintahan sampai para pemimpin ekstrim sayap kiri partai yang telah ditahan oleh otoritas kolonial dibebaskan.
Organisasi front komunis
Para pemimpin tersebut menentang konsep Malaysia dan memisahkan diri dari PAP untuk membentuk Barisan Sosialis (Barisan Sosialis) yang dituduh sebagai organisasi front komunis. PAP menghadapi bahaya subversi baru ketika penentangan Indonesia terhadap Malaysia berupa konfrontasi militer dan ekonomi (1964).
Konflik tersebut bernuansa etnis
Konfrontasi berakhir pada tahun 1966, tetapi Singapura telah memisahkan diri dari Malaysia pada tahun 1965 (atas undangan pemerintah Malaysia) karena gesekan politik antara negara bagian dan pemerintah pusat. Konflik tersebut bernuansa etnis dan terus mempengaruhi hubungan antara Singapura dan Malaysia hingga pertengahan 1970-an, ketika hubungan menjadi lebih ramah.
Pada bulan Januari 1968, pemerintah Inggris telah mengumumkan bahwa semua pasukan pertahanan Inggris akan ditarik dari Asia Timur dan Tenggara (kecuali Hong Kong) pada akhir tahun 1971.
Pada bulan April, partai-partai oposisi utama Singapura memboikot pemilihan yang diadakan tujuh bulan sebelum waktunya. PAP yang berkuasa mengakhiri rencana penyapuan semua kursi parlemen, sebuah rencana untuk mengurangi dampak ekonomi dari penarikan militer Inggris.
Five-power defense arrangement
Pada akhir Oktober 1971, kehadiran militer Inggris di Singapura berakhir. Perjanjian Anglo-Malayan yang berakhir pada tahun 1957, yang telah mengikat Inggris untuk mempertahankan kawasan itu, diakhiri, dan sebagai gantinya, pengaturan pertahanan lima kekuatan—yang melibatkan Inggris, Australia, Selandia Baru, Malaysia, dan Singapura sebagai mitra setara— berlaku.
Singapura sejak 1990
Goh Chok Tong, yang selama beberapa tahun menjabat sebagai wakil perdana menteri Singapura, menggantikan Lee sebagai perdana menteri pada akhir 1990, meskipun Lee tetap berada di pemerintahan dan berkuasa di belakang layar sebagai “menteri senior” di kabinet. PAP mempertahankan kontrol yang kuat dari Parlemen melalui suksesi pemilihan.
Setelah kandidat oposisi memenangkan empat kursi dalam pemilihan legislatif tahun 1991, jumlah mereka dalam pemilihan tahun 1997, 2001, dan 2006 turun menjadi dua setiap kali.
Partai-partai oposisi diberikan sedikit tetapi jumlah kursi yang ditunjuk berdasarkan mandat konstitusional meningkat, tetapi PAP terus menikmati mandat legislatif yang luar biasa.
Reklamasi
Sebelum Singapura merdeka pada 1965, sambung dia, luas wilayah negara itu baru 581 kilometer persegi. Sementara itu, pada 2015, luasnya berkembang menjadi 719 kilometer persegi. Perluasan wilayah negeri jiran itu ditempuh dengan cara reklamasi.
“Saat ini luas wilayah Singapura telah bertambah tak kurang dari 130 kilometer persegi. Lebih besar daripada wilayah DKI Jakarta, 661 kilometer persegi, tapi lebih kecil daripada New York, 784 kilometer persegi,” jelas Sawarendro, Ketua Indonesian Land Reclamation & Water Management Institute
Hingga 2030, ujarnya, pemerintah Singapura masih terus memperluas lahan wilayah mereka. Setidaknya sekitar 100 kilometer persegi lahan baru akan dibuat Singapura lewat reklamasi. “Hal ini dilakukan untuk mengimbangi potensi perkembangan penduduk Singapura di masa mendatang,” tambahnya.
Baca juga : Usman Harun dan Pengeboman MacDonald House Singapura
Baca juga : (Jangan Senang dulu) Ambil Alih FIR dari Singapura, RI Hanya Kelola di atas 37 Ribu Kaki(11.200m)