- 2 F-16 pertama mendarat di Iswahyudi pada 11 Desember 1989, setelah melalui perjalanan panjang dan melelahkan dari pabrik pembuatannya di Fort Worth, Dallas. Total pesawat Operational Capabilities Upgrade (OCU) F-16A/B blok 15 yang dimiliki TNI AU sebanyak 12 pesawat. Konversi pilot pertama dibuka lima bulan kemudian pada bulan April 1990 dan pada tahun 1999, skuadron ke-3 memiliki 31 pilot F-16.
- Pada tahun 2011 diumumkan bahwa Indonesia akan memperoleh 24 pesawat F-16 bekas USAF yang diregenerasi beserta suku cadangnya, yang disumbangkan oleh pemerintahan Obama, Indonesia membayar di bawah $750 Juta untuk peningkatan dan regenerasi, program ini diberi nama “Peace Bimasena II”
ZONA PERANG (zonaperang.com) – Angkatan Udara Indonesia memesan total 12 pesawat F-16A/B blok 15OCU mengalahkan Mirage 2000 dari Perancis. Pesanan tambahan untuk 9 pesawat (diambil dari pesanan Pakistan yang diembargo karena melakukan penelitian senjata nuklir) dan rencana akuisisi hingga 60 F-16 dibatalkan dan diganti dengan 4 Flanker karena embargo pemerintah Amerika pasca peristiwa Santa Cruz 12 November 1991.
F-16 Indonesia digunakan dalam peran pertahanan udara dan serangan darat, meskipun kurangnya senjata canggih dan peralatan navigasi/penargetan membatasi hanya untuk operasi siang hari. Pesanan terbaru 24 unit pesawat bekas USAF, meningkatkan kemampuan TNI-AU dalam upaya melindungi teritorialnya yang sangat luas.
Sejarah
Di awal tahun 80-an, Indonesia mulai melihat berbagai opsi untuk mengganti beberapa OV-10F Bronco yang sudah beroperasi di Indonesia. Pesawat itu antara lain diperlukan untuk melindungi klaim gas substansial di Laut Cina Selatan. Pada tahun 1986, Angkatan Udara Indonesia menetapkan F-16 Fighting Falcon sebagai penerus Skadron udara 3 Iswahyudi Madiun.
Pada tahun 1999, AS memberlakukan larangan bantuan militer ke Indonesia setelah dituduh mengambil bagian dalam kekerasan di Timor Timur selama pemisahan wilayah itu dari Indonesia. Larangan tersebut berdampak serius pada kesiapan tempur armada F-16 Indonesia, terutama karena kurangnya suku cadang. Larangan itu dicabut pada November 2005.
Inventaris
Proyek Bima-Sena I
Pada bulan Agustus 1986, Indonesia menandatangani surat perjanjian pembelian untuk 12 pesawat F-16A/B Block 15OCU (Operational Capability Upgrade). F-16 pertama dikirim ke Angkatan Bersenjata Republik Indonesia(ABRI)-Angkatan Udara pada bulan Desember 1989, di bawah Program Penjualan Militer Asing Bima-Sena. Pengiriman selesai pada tahun 1990.
Pesawat ini awalnya menerima skema warna biru/putih(digantikan oleh skema warna Millenium pada tahun 2000), dan memiliki fairing parasut di akar ekor. Nomor seri menempati kisaran TS-1601/TS-1612, dan pesawat memakai roundel nasional di sayap kiri.
Pada tahun 1995, TNI-AU juga membentuk tim demonstrasi F-16 yang dikenal dengan nama Elang Biru (Blue Falcon). Semua pesawat menerima skema warna biru/kuning yang mencolok dari Desember 1995 dan seterusnya (namun, mereka mempertahankan peran operasional mereka). Beberapa tahun kemudian, tim dibubarkan dan F-16 menerima skema warna Milenium baru pada awal tahun 2000.
Baca juga : Insiden Bawean 2003 : Aksi Koboi F/A-18 US Navy Vs F-16 TNI-AU di Atas Laut Jawa
Pesanan lanjutan yang dibatalkan
Pada Maret 1996, Kepala Staf Angkatan Udara Indonesia, Marsekal Madya Sutria Tubagus, menandatangani kontrak dengan General Dynamics-Lockheed Martin untuk pengadaan tambahan 9 F-16A blok 15. Pesawat akan diberi nomor seri TS-1613 ke atas. ke TS-1621, dan mereka telah diproduksi untuk Pakistan tetapi dibatalkan karena embargo.
Pembayaran Indonesia untuk 9 F-16 ini dimaksudkan untuk mengganti Pakistan atas pesanan yang sudah dibayar. Semua F-16 ini akan ditugaskan ke skuadron ke-3 untuk membawa kekuatan skuadron penuh 20 pesawat tempur (standar NATO). mengingat tugasnya untuk melindungi wilayah seluas 12 juta kilometer persegi, bermaksud untuk memperoleh selanjutnya total 60 F-16 untuk memberikan kemampuan pertahanan udara yang lebih memadai.
Namun, pada tanggal 2 Juni 1997, Presiden Soeharto membatalkan perintah tersebut. Pada awalnya, pemilihan kembali presiden Clinton dianggap sebagai penyebab, tetapi kemudian muncul bahwa tuduhan yang sering dilakukan oleh pemerintah Amerika, Indonesia melanggar hak asasi manusia, adalah penyebab utama.
Indonesia juga menarik diri dari Program Pendidikan dan Pelatihan Militer Internasional yang Diperluas AS karena alasan yang sama. Pada tanggal 5 Agustus 1997, Indonesia mengumumkan akan melanjutkan pembelian 12 pesawat tempur Su-30K sebagai gantinya. Kontrak (12 Su-30K dan 8 Mi-17V), senilai sekitar USD $600 juta, sebagian akan dibayar dengan minyak sawit Indonesia. Hanya 2 Su-27 dan 2 Su-30 yang dikirim pada tahun 2003.
Proyek Bima-Sena II
Pada musim panas 2011 diinformasi bahwa TNI-AU akan mendatangkan hingga 24 unit F-16C/D bekas USAF dari versi blok 25. Sehingga total 34 pesawat aktif jika ditambahkan 10 yang tersisa(2 total Loss) dengan tambahan 6 pesawat lagi (4 blok 25 dan 2 blok 15) sebagai suku cadang. Pesanan tersebut bernilai $750 juta. Pesanan juga mencakup sejumlah pod SNIPER atau LITENING.
Akhirnya menjadi jelas bahwa F-16 ini ditingkatkan dengan versi paket upgrade CCIP yang lebih ringan termasuk komputer misi MMC-7000 terbaru dan paket perangkat lunak M5 yang membuat badan pesawat ini kurang lebih blok 50/52. Pesawat juga melengkapi Skadron Udara 16 Pekanbaru Riau pada tahun 2015.
Modifikasi & Persenjataan
Persenjataan
Awalnya Indonesia hanya memesan persenjataan dasar, seperti bom bodoh Mk-82, rudal AIM-9P-4, AGM-65 dan dispenser latihan SUU-20 untuk melengkapi F-16-nya. Meskipun mampu melakukan misi profil menengah dengan pesawatnya, TNI-AU kekurangan dana untuk meningkatkan F-16 ke standar yang lebih modern, menjadikannya dogfighter siang hari murni dengan kemampuan menyerang siang hari yang terbatas, pembenahan yang signifikan baru tampak saat AIM-120C-7 dan kit untuk bom pintar dimasukan dalam daftar yang dibeli proyek Bima Sena 2.
Pembaruan paruh baya
Dengan diperkenalkannya model F-16C/D yang lebih modern dari program Peace Bima Sena II, TNI-AU dihadapkan pada pengoperasian dua jenis badan pesawat. Karena ini tidak terlalu efisien, dicari cara untuk meningkatkan model A/B lama ke standar C/D yang kurang lebih sama. Oleh karena itu diputuskan untuk memutakhirkan badan pesawat ini dengan paket MLU. Namun, paket ini berisi peningkatan yang sama seperti yang dilakukan pada model C/D sehingga mereka memiliki kemampuan yang serupa.
Baca juga : Pesawat tempur multiguna Mitsubishi F-2 “Viper Zero” : Saudara kandung F-16 yang lahir dan besar di Jepang