- Antara Mitologi dan Modernitas: Perjalanan Nama Kapal Selam Indonesia
- Penamaan kapal selam di Indonesia memiliki sejarah panjang dan filosofi mendalam yang mencerminkan budaya, sejarah, dan aspirasi bangsa. Dari era ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) hingga TNI-AL (Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut), setiap nama membawa makna khusus yang memperkuat identitas dan semangat pelaut bawah laut Indonesia.
ZONA PERANG (zonaperang.com) – Tabah Sampai Akhir atau Wira Ananta Rudhiro adalah moto satuan kapal selam TNI AL. Moto itu diambil dari bagian pidato Presiden Soekarno di atas kapal selam RI Tjandrasa pada 6 Oktober 1966 di dermaga ujung Tanjung Priok, Jakarta.
“Sekali menyelam, maju terus – tiada jalan untuk timbul sebelum menang. Tabah Sampai Akhir “ Pengoperasian kapal selam merupakan keputusan yang jitu, sebab Indonesia merupakan negara maritim yang sangat luas dan strategis. Untuk itu sejak Agustus 1958 Indonesia mengirim 110 personelnya ke Eropa Timur, berangkat dari Surabaya dengan kapal laut Heinrich Jensen berbendera Denmark.
Era ALRI: Awal Mula Kapal Selam Indonesia dan Pengaruh Uni Soviet
Pada tahun 1950-an, pemerintah Indonesia membeli kapal selam kelas Whiskey dari Uni Soviet dalam rangka Trikora, yaitu operasi militer untuk merebut kembali Irian Barat dari pendudukan Belanda. Kapal-kapal selam ini dibeli untuk meningkatkan kekuatan angkatan laut dan mempersiapkan diri menghadapi potensi konflik dengan Belanda.
Baca Juga : Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 dan Poros Maritim Indonesia
Belajar di Polandia dan naik kereta Trans Siberia
Sesampainya di Reijeka , Yugoslavia(Saat ini Kroasia), rombongan meneruskan perjalanan dengan kereta api ke Polandia lewat Cekoslovakia(saat masih bersatu) dan Hongaria secara nonstop. Selama 9 bulan mereka dilatih oleh personel Rusia agar menjadi awak kapal selam yang andal di Gdanks, Utara Polandia, sedang praktik berlayar dilakukan di Laut Baltik.
Selesai pendidikan mereka diangkut dengan kereta api Trans Siberia selama 9 hari menuju Vladivostok di timur Soviet. Di sinilah dua kapal selam kelas Whiskey (6 tabung torpedo 21 inci /53cm menghadap depan dan 2 menghadap belakang)menunggu untuk dilayarkan ke Indonesia lewat Samudera Pasifik. Dalam pengiriman ke Indonesia, kedua kapal selam tetap berbendera Uni Soviet, meskipun sebagian besar ABK(anak buah kapal) adalah orang Indonesia.
Pada 7 September 1959 sore, dua kapal selam yang memiliki panjang 76 meter bersenjata 12 torpedo atau 22 ranjau laut ini merapat di dermaga Surabaya. Setelah berlatih lagi selama satu minggu di bawah instruktur Rusia, kedua KS resmi masuk jajaran kekuatan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) pada 12 September 1959.
Kloter pertama KS dari Soviet
Kedua kapal selam itu diberi nama RI Tjakra/S-01 dan RI Nanggala/S-02. Sejak saat itu Indonesia mempunyai kapal selam yang mengenapkan kemampuan angkatan laut, yaitu mampu beroperasi di atas air, bawah air, darat, dan udara, sesuai dengan konsepsi angkatan laut masa depan.
“Penamaan kapal selam ALRI dan TNI-AL memiliki filosofi yang unik. Nama-nama kapal selam diambil dari senjata-senjata pewayangan, seperti Prabu Kresna (Cakra), Prabu Baladewa (Nanggala), dan senjata kepala naga (Nagabanda). Penamaan ini dilakukan untuk mengingatkan awak kapal selam tentang keberanian dan kekuatan para ksatria dalam pewayangan.”
Bukan hanya dua kapal selam, selanjutnya Indonesia memesan sebanyak 10 kapal selam baru dari kelas yang sama dari Rusia. Pada gelombang berikutnya, para ABK berlatih di Vladivostok, pangkalan kapal selam terbesar milik Rusia di Pasifik utara Jepang. Gelombang kedua sebanyak 4 kapal selam datang pada Desember 1961 dan diberi nama RI Nagabanda, RI Trisula, RI Nagarangsang, dan RI Tjandrasa.
Sejalan dengan kampanye Trikora, satu tahun setelah itu tepatnya pada Desember 1962 datang lagi enam kapal selam baru yang dipersenjatai torpedo jenis SEAT-50(1950). Torpedo tembak dan lupakan ini(metode pasif) merupakan torpedo terbaik pada zamannya dan hanya Rusia serta Indonesia yang memiliki torpedo jenis ini(40 knot atau 74km/jam).
Keenam kapal selam tersebut diberi nama RI Widjajadanu, RI Hendradjala, RI Bramasta, RI Pasopati, RI Tjundamani, dan RI Alugoro. Semua nama itu mengambil nama senjata dari dunia pewayangan.
Baca juga : Keris: Senjata, Simbol, dan Warisan Budaya Nusantara
Baca juga : Pembersihan Etnis Palestina: Israel Usulkan Pengusiran Massal Warga Gaza
Filosofi dan Harapan Negeri Maritim
TNI AL memang memiliki filosofi tersendiri dalam penamaan satuan tempurnya. Khusus untuk satuan kapal selam, sistem penamaannya diambil dari nama-nama senjata para kesatria tokoh pewayangan.
Tentunya maksud penamaan ini sesuai dengan fungsi kapal selam sebagai senjata andalan yang dahsyat untuk memukul kekuatan lawan.
Untuk kapal selam pertama RI Tjakra (Cakra)/S-01, namanya diambil dari senjata milik Prabu Kresna. Cakra adalah senjata berbentuk panah bermata roda tajam dan berputar. Sedangkan Nanggala adalah senjata Prabu Baladewa, kakak kandung Prabu Kresna, yang berbentuk panah dengan kedua ujungnya berupa mata panah.
Begitu juga dengan nama Nagabanda diambil dari senjata pusaka Raden Setyaki, sepupu Kresna dan Pandawa. Seperti namanya, panah Nagabanda memiliki bentuk kepala naga. Begitu juga dengan nama kapal selam Pasopati diambil dari senjata andalan Arjuna.
Panah Pasopati memiliki bentuk seperti bulan sabit dan dikisahkan tidak pernah ada sasaran yang lolos dari maut yang ditebar panah penengah pandawa ini. Panah Pasopati diberikan oleh batara guru, digunakan Arjuna untuk membunuh lawan-lawan tangguh, seperti raksasa Niwatacaraka, Jayadarta, dan Adipati Karna.
Untuk pemberian nomor lambung, satuan kapal selam diawali dengan angka 4. Pada dasarnya, nomor lambung kapal dibagi berdasarkan satuan kapal tersebut bernaung. Secara keseluruhan ada tujuh satuan yang menjadi induk kapal perang, yaitu Satuan Kapal Eskorta (Satkor), Satuan Kapal Cepat (Satkat), Satuan Kapal Patroli (Satrol), Satuan Kapal Ranjau (Satran), Satuan Kapal Selam (Satsel), Satuan Kapal Amfibi (Satfib), dan Satuan Kapal Bantu (Satban).
Dari 12 kapal selam yang pernah dimiliki TNI AL, urutan nama dan nomor lambungnya, adalah sebagai berikut: RI Tjakra (401), RI Nanggala (402), RI Nagabanda (403), RI Trisula (404), RI Nagarangsang (405), RI Tjandrasa (406), RI Alugoro (407), RI Tjumandani (408), RI Widjajadanu (409), RI Pasopati (410), RI Hendradjala (411), dan RI Bramastra (412).
Langsung menghunuskan pedang
Kedatangan 12 kapal selam ini langsung diterjunkan dalam rencana operasi Jayawijaya, bagian dari gema Trikora. Dalam operasi yang dramatik tiga kapal selam melakukan infiltrasi di pantai utara Irian Barat, tetapi ketahuan kekuatan laut Belanda. Hanya RI Tjandrasa yang dinakhodai Mayor Laut Mas Mardiono berhasil mendaratkan 15 anggota RPKAD (Kopassus) di Tanah Merah, 30 kilometer utara pelabuhan udara Sentani pada 21 Agustus 1962.
Atas keberhasilan ini seluruh ABK RI Tjandrasa mendapat Bintang Sakti berdasarkan Keppres No.14/1963. Baru kali ini Indonesia menganugerahkan Bintang Sakti bagi seluruh anggota, biasanya bintang tertinggi ini dianugerahkan kepada perorangan atas jasa luar biasa di luar tuntutan tugas.
Purna Tugas
Setelah sekian lama, pada 1980-an Indonesia membeli dua kapal selam baru U-209 buatan Jerman. Keduanya diberi nama yang sama dengan dua kapal selam pertama Whiskey-Class buatan Rusia, yaitu KRI Cakra dan KRI Nanggala. Namun, akibat kelangkaan suku cadang dan sudah tergolong tua, satu per satu kapal selam Whiskey-Class dikeluarkan dari dinas aktif.
Terakhir yang dikeluarkan dari jajaran kapal perang armada RI adalah RI Pasopati. Kapal selam tersebut kini berdiri di tengah kota Surabaya sebagai Monumen Kapal Selam.
Baca juga : Kopi: Dari Ribath di Dunia Islam hingga Mendunia di Peradaban Barat
Baca juga : Hidup di Kapal Selam kelas Wiskey Soviet (Kapal selam ALRI tahun 1960-an)