ZONA PERANG(zonaperang.com) Setelah memenangkan pemilu legislatif 2006 dan menjadi partai pemerintah Palestina, Hamas – Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah mengirimkan pesan kepada penjajah Israel dan Amerika Serikat untuk mengakui Palestina berdasarkan batas tahun 1967 (sebelum perang 6 hari atau sebelum dirampasnya Tepi Barat dan Jalur Gaza) dan gencatan senjata selama 50 tahun. Permintaan itu tidak ditanggapi Israel maupun AS.
Sebenarnya Hamas berulang kali menekankan bahwa mereka bersedia hidup dalam damai, dengan syarat kemerdekaan dan batas negara 1967 dihargai (walaupun batas ini sudah cukup merugikan pihak Palestina). Namun, zionis Israel tetaplah penjajah, mereka tetap menindas penduduk dan meneruskan pemukiman ilegal di Tepi Barat dan mengganggu mesjid al-Aqsa.
“Indonesia pernah mengalami situasi serupa saat perundingan linggarjati kemudian renville. Wilayah indonesia dipersempit ditambah agresi militer dan dibuat seakan-akan terjadi perpecahan antara jend Soedirman dan Soekarno.”
Baca juga : Kekuatan Netizen Indonesia yang Ditakuti Zionis Israel
Baca juga : Apakah Boikot terhadap Produk Pendukung Kebrutalan Israel Berhasil?
Dibuat terpecah belah
Dalam sudut pandang Israel, terlebih di pemerintahan Netanyahu yang didukung penuh Amerika, penting agar Palestina tetap terpecah. Caranya: pemerintahan PLO di tepi Barat yang diakui dunia internasional dibuat tidak berdaya dan pemerintahan Hamas “dibiarkan” dalam kondisi embargo, dikucilkan dan dengan tetap mendapatkan serangan khususnya pengeboman (2006: 4x, 2008: 2x, 2009: 2x, 2010: 2x, 2011: 1x, 2012: 2x. 2014: 1x, 2015: 1x, 2018: 1x, 2021: 1x, 2022: 2x). Ini terjadi sebelum serangan 7 Oktober terjadi.
Dengan strategi demikian, Israel bisa membuat-buat alasan untuk ditunjukkan ke dunia, bahwa Israel tidak punya “partner sah dan setara” negara dengan negara untuk diajak ke meja perundingan, sebab PLO sudah dibuat “lemah”, di sisi lain Hamas yang terpaksa “bebas” di Gaza, diframing sebagai “ekstremis” dan “Teroris”.
Hamas menjadi gerah dan menyadari bahwa Israel tidak memiliki niat atau komitmen membuat solusi 2 negara tercapai dan memilih perlawanan bersenjata untuk memerdekakan Palestina.
Dalam mewujudkan Palestina merdeka, Hamas menyadari pentingnya aliansi dengan negara lain dan kini Hamas memiliki 2 sekutu erat: Qatar dan Turki serta Iran dan Rusia(dalam perangkat keras militer dan team ahli). Semua negara ini banyak membantu Hamas dan Palestina secara umum, terutama dukungan finansial dan politik.
Hamas digolongkan sebagai organisasi teroris hanya oleh Amerika, Uni Eropa, Jepang, Australia, Mesir dan Kanada. Namun, perlu dicatat bahwa kebanyakan negara-negara di dunia tidak menggolongkan Hamas sebagai teroris, di antaranya Indonesia, Arab Saudi, Swiss, Turki, Cina, dan PBB.
Prime Minister of Malaysia, Anwar Ibrahim, confronts hypocrisy of US President Joe Biden right to his face:
“You ask us to condemn Russia in Ukraine, but stay muted on the Israel’s atrocities of killing women and babies in Gaza.” pic.twitter.com/ylM2xCf9AU
— Clash Report (@clashreport) November 19, 2023
Baca juga : Garis waktu perang Kolonial Zionis Israel vs Palestina: 18 – 31 Oktober 2023 (bagian 2)
Baca juga : Kisah Luar Biasa di Balik Benteng San Paolo: Warisan Penjajahan Portugis dan Kemenangan Tanpa Darah