- Jalan Berdarah: Mengusut Kontroversi Upah Pekerja Jalan Raya Pos Era Daendels
- Jalan Anyer-Panarukan adalah salah satu proyek infrastruktur terbesar yang dibangun pada masa penjajahan Belanda di Hindia Timur, dan merupakan bagian dari usaha Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels untuk memperkuat kendali kolonial Belanda di wilayah tersebut. Namun, di balik proyek ambisius ini, terdapat cerita gelap mengenai pembayaran upah pekerja yang konon dikorupsi.
ZONA PERANG(zonaperang.com) Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda tahun 1808–1811, dikenal dengan ambisinya membangun infrastruktur untuk memperkuat kekuasaan kolonial. Salah satu proyek monumentalnya adalah Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) yang membentang sepanjang 1.000 kilometer dari Anyer (Banten) hingga Panarukan (Jawa Timur).
Namun, proyek ini menyimpan kontroversi besar: dugaan penyalahgunaan upah pekerja. Apakah tuduhan ini benar adanya? Bagaimana pembangunan Jalan Anyer-Panarukan membentuk narasi kelam dalam sejarah kolonial?
Proyek Jalan Raya Pos: Ambisi Daendels
Ketika Daendels “Marsekal Guntur” tiba di Hindia Belanda, ia menghadapi ancaman invasi Inggris. Sebagai langkah strategis, ia memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos pada tahun 1808 untuk mempercepat komunikasi dan mobilisasi militer. Jalan ini melintasi puluhan wilayah dan melibatkan ribuan pekerja dari kalangan pribumi.
Namun, proyek ini juga dikenang sebagai simbol penderitaan. Pekerja dipaksa bekerja dalam kondisi buruk, tanpa cukup makanan, dan banyak yang tewas akibat penyakit atau kekerasan. Sementara itu, muncul dugaan bahwa upah pekerja yang dijanjikan Daendels tidak sampai ke tangan mereka.
“Sistem Pengawasan: Daendels sebenarnya membuat sistem inspeksi, Ada pos-pos pengawasan berkala, Laporan mingguan ke Batavia”
Baca juga : Legiun Mangkunegaran : Tentara Jawa dengan pendidikan Eropa
Dugaan Korupsi dalam Proyek Jalan Raya Pos
Daendels yang memiliki nama samaran Van Vlierden sebenarnya telah menginstruksikan pembayaran upah kepada para pekerja pribumi(Upah harian untuk pekerja, Tunjangan makanan, Kompensasi untuk keluarga). Namun, sistem yang ada di Hindia Belanda pada saat itu sangat rentan terhadap korupsi. Para bupati dan pejabat lokal, yang bertindak sebagai perantara, sering kali menyelewengkan dana. Beberapa laporan sejarah menunjukkan bahwa sebagian besar uang upah “menghilang” sebelum mencapai pekerja.
“Jalur Distribusi Dana: Dari kas kolonial – Residen(mewakili gubernur jendral untuk wilayah lebih luas) – Bupati(tingkat kabupaten) – Mandor – Pekerja”
Selain itu, dalam sistem tanam paksa dan kerja rodi yang diterapkan, banyak pekerja tidak menerima pembayaran sama sekali. Sebaliknya, mereka dipaksa bekerja sebagai bagian dari kewajiban kepada pemerintah kolonial. Hal ini membuat proyek Jalan Raya Pos(Waktu pembangunan: kurang dari 1 tahun) menjadi salah satu simbol ketidakadilan kolonial.
- Bukti-bukti Historis, Dokumen resmi: Laporan keuangan tidak lengkap, Perbedaan antara anggaran dan realisasi, Keluhan-keluhan yang tercatat
- Kesaksian kontemporer: Laporan para pengawas Belanda, Catatan para bupati, Cerita turun-temurun masyarakat
Benarkah Daendels Terlibat Langsung?
Meskipun Daendels yang diangkat oleh Louis Bonaparte(adik Napoleon Bonaparte) sering dikritik karena kebijakannya yang keras, keterlibatannya dalam korupsi langsung tidak pernah terbukti secara pasti. Namun, ia dinilai bertanggung jawab secara moral atas penderitaan para pekerja, karena membiarkan sistem korup beroperasi tanpa pengawasan ketat. Daendels juga dikenal sebagai administrator yang otoriter, yang lebih fokus pada pencapaian tujuan daripada kesejahteraan rakyat pribumi.
“Masalah dalam sistem: Tidak ada pengawasan ketat, Sistem pencatatan lemah, Banyak peluang penyelewengan”
Konteks Kolonial dan Sistem Kerja Rodi
Kerja rodi atau kerja paksa(herendienst) adalah praktik umum di masa kolonial. Dalam konteks pembangunan Jalan Anyer-Panarukan, tenaga kerja pribumi dianggap sebagai sumber daya murah, dan eksploitasi menjadi bagian dari sistem kolonial yang terstruktur. Para pejabat lokal sering memanfaatkan sistem ini untuk memperkaya diri sendiri, sehingga korupsi menjadi bagian dari mekanisme kekuasaan.
Dampak dan Warisan Jalan Raya Pos
Jalan Raya Pos menjadi salah satu infrastruktur penting yang mempermudah kolonial Belanda dalam mengontrol wilayah Jawa. Namun, warisan proyek ini juga dikenang sebagai cerita pahit penderitaan rakyat. Ribuan pekerja tewas selama pembangunannya, dan banyak keluarga pribumi kehilangan tanah serta penghidupan.
Hingga kini, Jalan Raya Pos tetap berdiri sebagai pengingat akan ambisi kolonial dan ketidakadilan sistemik yang menyertainya. Dalam sejarah, proyek ini sering digunakan untuk mengkritik bagaimana kekuasaan kolonial memanfaatkan kerja paksa dan korupsi untuk kepentingan mereka sendiri.
Kebenaran
Tuduhan bahwa upah pekerja Jalan Anyer-Panarukan dikorupsi sangat mungkin benar, mengingat lemahnya pengawasan terhadap sistem keuangan kolonial pada masa itu. Meskipun Daendels tidak terbukti langsung melakukan korupsi, tanggung jawab atas penderitaan para pekerja tetap berada di pundaknya sebagai pemimpin tertinggi. Sejarah ini mengingatkan kita pada dampak buruk eksploitasi dan korupsi, terutama ketika kekuasaan digunakan tanpa memperhatikan hak asasi manusia.
Baca juga : 31 Desember 1799, VOC yang Super Kaya Bubar Karena Korupsi(Hari ini dalam Sejarah)
Baca juga : 16 Juni 1948, Dakota RI-001 Seulawah : Dari Aceh untuk Republik Indonesia dan perampokan didalamnya