ZONA PERANG (zonaperang.com) – Euforia mengemuka karena dinyatakan bahwa Indonesia berhasil merebut pengelolaan FIR(Flight Information Region) atau kendali ruang udara yang selama ini dibawah administrasi Bandara di Singapura.
Sangat disayangkan informasi yang disampaikan tidak lengkap dan cenderung digunakan oleh sebagian kecil pihak untuk tujuan pencitraan walau sebenarnya rakyat Indonesia sudah muak akan hal itu.
Hanya untuk diatas 37.000 kaki atau diluar batas penerbangan normal komersial
Indonesia ternyata tidak sepenuhnya menguasai kendali atas ruang udara di Kepulauan Riau.
Berdasarkan pernyataan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Indonesia masih memberikan delegasi pelayanan jasa penerbangan pada area tertentu di Kepulauan Riau pada ketinggian 0-37.00 kaki kepada otoritas penerbangan Singapura.
Di sisi lain, Indonesia hanya mengendalikan ruang udara mulai 37.000 kaki ke atas di kawasan tersebut. Sementara itu, sebagian besar penerbangan komersial beroperasi 31.000 hingga 38.000 kaki.
“Hal ini agar pengawas lalu lintas udara kedua negara, dapat mencegah fragmentasi dan mengkoordinasikan secara efektif lalu lintas pesawat udara yang akan terbang dari dan menuju Singapura pada ketinggian tertentu tersebut,” demikian bunyi pernyataan Kemenkomarves RI.
Baca Juga : Inggris Secara Rahasia menempatkan 48 Bom Nuklir 25kt “Red Bread”di Pangkalan Udara Tengah Singapura
Baca Juga : 17 Oktober 1968, Usman dan Harum Marinir Indonesia digantung di Singapura (Hari ini dalam Sejarah)
Lima Point
Ada lima elemen penting lainnya yang tertuang dalam perjanjian penyesuaian FIR RI-Singapura, menurut Kemenkomarves.
Pertama, penyesuaian batas FIR Jakarta yang melingkupi seluruh wilayah teritorial Indonesia, sehingga perairan sekitar Kepulauan Riau dan Natuna yang sebelumnya masuk dalam FIR Singapura menjadi bagian dari FIR Jakarta.
Kedua, Indonesia berhak dan bertanggung jawab atas Penyediaan Jasa Penerbangan (PJP) pada wilayah informasi penerbangan yang merupakan FIR Indonesia yang selaras dengan batas-batas laut teritorial.
Ketiga, Singapura juga menyepakati pembentukan kerangka kerja sama sipil dan militer terkait Manajemen Lalu Lintas Penerbangan (Civil Military Coordination in ATC/CMAC). Tujuannya, untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia.
Keempat, Singapura juga berkewajiban menyetorkan kutipan biaya jasa pelayanan penerbangan kepada pesawat yang terbang dari dan menuju Singapura ke Indonesia. Pendelegasian PJP ini juga akan diawasi dan dievaluasi secara ketat oleh Kementerian Perhubungan.
Kelima, Indonesia juga berhak untuk melakukan evaluasi operasional atas pemberian pelayanan navigasi penerbangan yang dilakukan oleh Singapura. Hal tersebut dilakukan guna memastikan kepatuhan terhadap ketentuan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO).
Baca Juga : (Melawan Lupa)Pao An Tui, Sisi Kelam Masyarakat Cina pendukung Belanda di Indonesia
Baca Juga : Kisah Perburuan Kapten Raymond Westerling setelah kudeta APRA yang gagal.
Kesepakatan berlangsung 25 tahun
Sementara itu, berdasarkan keterangan pemerintah Singapura, kesepakatan penyesuaian FIR ini akan berlaku selama 25 tahun ke depan dan bisa diperpanjang dengan persetujuan kedua negara.
Singapura juga berulang kali menegaskan bahwa pengelolaan FIR bukan lah masalah kedaulatan, tetapi lebih kepada keamanan dan efisiensi lalu lintas penerbangan.
FIR Kepulauan Riau memang berada di bawah kendali Singapura sejak Maret 1946. Negara-kota itu menguasai sekitar 100 mil atau sekitar 160 kilometer laut wilayah udara Indonesia.
Keputusan itu diambil melalui International Civil Organization, karena Jakarta saat itu belum memiliki kompetensi dari berbagai aspek di usianya yang baru menginjak satu tahun merdeka.
Namun, Indonesia telah membujuk Singapura untuk memberikan kendali atas ruang udara Kepulauan Riau kepada Jakarta sejak medio 1990.
Baca Juga : Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 dan Poros Maritim Indonesia
Baca Juga : Pahlawan Nasional Abdulrachman Saleh, Tokoh AURI Multi Talenta
Mengapa harus selama itu
“Bagi Indonesia muncul sejumlah pertanyaan atas perjanjian penyesuaian FIR, antara lain, apakah hingga saat ini Indonesia belum dapat mengelola FIR di atas Kepulauan Riau? Apakah butuh 25 tahun lagi untuk akhirnya bisa? Ataukah 25 tahun tersebut mungkin tidak mencukupi sehingga perlu untuk diperpanjang lagi?” ujar Hikmahanto Juwana(Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia) menggugat.
Dia melanjutkan, yang menjadi pertanyaan adalah di manakah letak kehormatan (dignity) Indonesia sebagai negara besar jika tidak mampu mengelola FIR di atas wilayah kedaulatannya dan menjamin keselamatan penerbangan berbagai pesawat udara. Hal itu lantaran kendali FIR masih dipegang Singapura.
“Apakah Indonesia rela bila Changi terus berkembang secara komersial karena FIR d iatas Kepulauan Riau dipegang oleh Singapura dan tidak Soekarno-Hatta?” ucap Hikmahanto. Berbagai pertanyaan itu, sambung dia, mungkin nantinya bisa ditanyakan oleh Komisi 1 DPR kepada instansi berwenang saat perjanjian penyesuaian FIR dibahas untuk pengesahan.
https://www.youtube.com/watch?v=wqEn12yckJs
Baca Juga : Avro Vulcan(1952) Inggris, Pembom yang pernah Melawan Indonesia