ar: Sistem Jaminan Keselamatan Pra-Islam di Arab
ZONA PERANG(zonaperang.com) Ciri khas kehidupan sosial di zaman Jahiliah adalah kekuatan kesukuan, di mana keamanan dan kehormatan seseorang sangat bergantung pada dukungan suku. Salah satu institusi penting yang menjamin keamanan individu di tengah masyarakat yang sangat berbasis kesukuan ini adalah konsep jiwar (perlindungan).
“Jiwar, sebuah istilah yang mungkin asing di telinga kita, namun sangat familiar bagi masyarakat Arab pra-Islam. Ini adalah semacam perjanjian perlindungan atau jaminan keselamatan yang berlaku di tengah hiruk pikuk kehidupan suku-suku di Jazirah Arab.”
Jiwar adalah tradisi perlindungan atau jaminan keselamatan yang diberikan oleh seorang individu, keluarga, atau suku kepada orang lain di masyarakat Arab pra-Islam. Tradisi ini telah ada sejak zaman Jahiliah, yaitu periode sebelum datangnya Islam, dan menjadi bagian integral dari sistem sosial yang sangat menekankan kehormatan, kesetiaan, dan solidaritas antaranggota suku.
Jiwar memiliki akar dalam struktur masyarakat kesukuan yang menempatkan kehormatan suku di atas segalanya. Dengan memberikan jiwar, seseorang atau sebuah suku secara tidak langsung mempertaruhkan reputasi mereka untuk melindungi pihak yang mencari perlindungan.
Giwar (جوار) dalam bahasa Arab berarti perlindungan atau tanggungan yang diberikan oleh seorang tokoh berpengaruh dalam masyarakat kepada individu yang meminta perlindungan. Di literatur Barat, konsep Jiwar seringkali diterjemahkan dan dijelaskan sebagai ‘neighbourly protection’ atau ‘tribal asylum’.
Baca juga : Dead Hand: Sistem Pembalasan Nuklir Otomatis Soviet yang Mengerikan
Baca juga : Tujuh Dosa Sistem Aliansi Amerika-Barat: Melihat Kembali Kebijakan dan Dampaknya yang Menghancurkan
Jiwar sudah ada sejak zaman jahiliyah, yang berlangsung sebelum kedatangan Islam. Konsep ini tidak terbatas hanya pada wilayah Arab, tetapi merupakan bagian dari tradisi suku-suku yang ada di Jazirah Arab. Perlindungan ini sering kali diberikan dalam konteks persaingan antar kabilah, di mana seorang pemimpin dapat memberikan jiwar kepada seseorang untuk melindungi mereka dari ancaman atau serangan.
Ini adalah sebuah tradisi yang telah mengakar dalam masyarakat Arab, khususnya di kalangan suku-suku yang saling bertetangga dan memiliki kepentingan bersama. Sistem ini berfungsi sebagai semacam “asuransi jiwa” di mana seseorang atau sekelompok orang mencari perlindungan dari suku atau individu yang lebih kuat. Di berbagai belahan dunia, di masa lalu, masyarakat juga memiliki sistem perlindungan serupa, meskipun dengan nama dan bentuk yang berbeda.
Kesepakatan jiwar umumnya bersifat lisan, meskipun dalam beberapa kasus bisa juga tertulis. Dalam praktiknya, jiwar melibatkan pengakuan atas perlindungan yang diberikan dan menghormati tokoh yang memberikan perlindungan tersebut. Hal ini mirip dengan sistem pembayaran untuk mendapatkan perlindungan, tetapi lebih menekankan pada kehormatan dan hubungan sosial antara pihak-pihak yang terlibat.
Pemberian jiwar biasanya diumumkan di tempat umum, seperti di pasar atau di depan Ka’bah, agar diketahui banyak orang. Dengan begitu, orang yang berada di bawah jiwar tidak boleh diganggu oleh siapa pun, karena melanggar jiwar berarti mencoreng kehormatan pemberi perlindungan.
Tidak selalu. Meskipun ada kalanya pemberian hadiah atau imbalan menjadi bagian dari perjanjian jiwar, namun intinya lebih kepada kesepakatan saling melindungi. Bentuk imbalannya pun beragam, bisa berupa harta, jasa, atau bahkan perlindungan terhadap suku lain.
“Tidak sepenuhnya. Jiwar lebih menyerupai kesepakatan sosial daripada bentuk “bayaran” seperti perlindungan dari kelompok kriminal modern. Jiwar diberikan atas dasar rasa tanggung jawab moral dan kehormatan.”
Nabi Muhammad SAW juga pernah mendapatkan jiwar ketika menghadapi ancaman dari kaum Quraisy di Mekkah. Setelah wafatnya Abu Thalib, paman sekaligus pelindung beliau, Nabi Muhammad menjadi lebih rentan terhadap serangan musuh.
Pada suatu ketika, Nabi Muhammad meminta perlindungan jiwar dari Mut’im bin Adi, seorang tokoh terkemuka dari suku Quraisy. Mut’im bin Adi, meskipun bukan Muslim, menerima permintaan tersebut dan secara terbuka mengumumkan jiwar untuk Nabi Muhammad. Dengan pengumuman itu, Mut’im dan keluarganya bertanggung jawab atas keselamatan Nabi Muhammad, sehingga kaum Quraisy tidak berani mengganggu beliau secara fisik.
Kisah ini menunjukkan bagaimana jiwar berfungsi sebagai mekanisme perlindungan sosial yang dihormati bahkan di tengah ketegangan dan konflik ideologi.
Tradisi jiwar adalah refleksi dari nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat Jahiliah, yang sangat menjunjung tinggi kehormatan, solidaritas, dan perlindungan terhadap pihak yang lemah. Dalam sejarah Nabi Muhammad SAW, jiwar menjadi salah satu bukti penting bagaimana tradisi lokal diberdayakan untuk melindungi misi dakwah Islam di tengah ancaman yang berat.
Jiwar: Paspor Keamanan di Zaman Jahiliyah
refrensi:
Baca juga : Pajak: Cara Biadab untuk Membangun Peradaban?
Baca juga : Satgas Merah Putih: Operasi Pembebasan MV Sinar Kudus di Jantung Perompak Somalia
Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Palestina, perempuan telah memainkan peran yang sangat penting, tidak hanya sebagai…
Proyek Kuba dan Upaya Rahasia untuk Menaklukkan Komunisme di Belahan Barat Operasi Mongoose, atau Proyek…
Lawan Penindasan! Begini Cara Anda Bisa Membantu Palestina Lima Langkah Konkret untuk Mendukung Palestina dari…
Air Sebagai Senjata: Bagaimana Proyek Anatolia Tenggara Mengubah Dinamika Geopolitik Dari Pembangunan ke Penguasaan: Dampak…
Operasi Swift Retort vs Operasi Bandar: Analisis Pertempuran Udara India-Pakistan Aset IAF tidak berada di…
Pioneering Flight: The Story of Yak-141 and Its Influence on F-35B Development Yak-141: Jet Tempur…