ZONA PERANG(zonaperang.com) Letnan Kolonel Untung Sutopo Bin Syamsuri atau yang dikenal juga dengan nama panggilan Letnan Kolonel Untung ini tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai salah satu tokoh yang memiliki kaitan erat dengan peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia.
Ia adalah Komandan Batalyon I Pasukan pengawal Presiden Tjakrabirawa(Cakrabirawa) sekaligus dalang dari gerakan pengkhianatan bagi bangsa Indonesia. Enam jenderal dan satu perwira tinggi TNI AD turut menjadi korban pembunuhan sadis pada malam terkutuk itu.
Asal nama dan keterlibatanya dalam pemberontakan Madiun 1948
Lahir dengan nama Kusmindar alias Kusman pada 3 Juli 1926 di Desa Sruni, Kedung Bajul, Kebumen, Jawa Tengah. Orang tua Untung berpisah saat dirinya berusia 10 tahun. Untung kecil lalu pindah ke Solo dan diasuh oleh adik ayahnya, Samsuri yang tak punya anak. Karena itu, dirinya lebih dikenal sebagai Untung bin Samsuri.
Pada 1943, saat Untung berusia 18 tahun, dia mendaftar organisasi militer di masa pendudukan Jepang, Heiho. Dua tahun kemudian, Untung bergabung dengan Batalyon Sudigdo yang bermarkas di Wonogiri, Jawa Tengah.
Baca juga : Pengkhianatan PKI (Partai Komunis Indonesia) : Sejarah yang tidak boleh dilupakan oleh kita semua
Baca juga : Lukman Njoto, Wakil ketua PKI : Dalang dibalik hasutan dan Propaganda kontroversial Partai Komunis Indonesia
Pengetahuan tentang paham komunisme langsung dari elit PKI
Pada 1947 Batalyon Sudigdo yang berada di bawah Divisi Panembahan Senopati berhasil ditarik menjadi pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI). Bersama anggota Batalyon Sudigdo dan prajurit TNI saat itu, Untung mendapat pengetahuan tentang paham komunisme langsung dari elit PKI, Alimin/Alimin bin Prawirodirdjo (Merapi Merbabu Complex). Hal ini menjadikan Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman khawatir.
Jenderal Soedirman pun memerintahkan Letkol Soeharto untuk meyakinkan sejumlah prajurit Divisi Panembahan Senopati agar tidak ikut paham komunis. Namun, Untung dan sejumlah prajurit dari Divisi Panembahan Senopati gagal dibujuk untuk kembali. Pada 18 September 1948, PKI melakukan pemberontakan di Madiun, Jawa Timur dan batalion ini di pimpin oleh Musso/Munawar Muso ikut terlibat di dalamnya.
Untung dan sejumlah prajurit dari Divisi Panembahan Senopati tidak mendapat hukuman atas pemberontakan tersebut karena serangan Belanda dalam Operasi Kraai atau Operasi Gagak (Agresi militer Belanda ke-2 tanggal 19 Desember 1948) membuat tentara membutuhkan banyak personel untuk melakukan perlawanan balik. Dia salah satu yang diberi ampunan karena menyatakan setia kepada pemerintah bahkan kemudian diberi kesempatan masuk TNI melalui Akademi Militer di Semarang. Di sinilah nama Kusmindar alias Kusman berganti menjadi Untung Sutopo.
Karier Militer
Saat menempuh pendidikan di Akademi Militer, Letkol Untung Sutopo bin Syamsuri merupakan salah satu lulusan terbaik. Tokoh kunci Gerakan 30 September 1965 ini bersaing dengan seorang perwira muda bernama Leonardus Benyamin Moerdani / Benny Moerdani selama masa pendidikannya. Keduanya bertugas bersama dalam operasi perebutan Irian Barat(Trikora).
Saat itu, Untung merupakan salah satu anak buah Soeharto yang dipercaya menjadi Panglima Mandala yang berkedudukan di Ujung Pandang/Makasar. Dalam tugas itulah keberanian Untung tampak menonjol, ia memimpin kelompok kecil pasukan yang bertempur di hutan belantara Kaimana Papua Barat.
Keberanian Untung di medan perang sampai ke telinga Presiden. Karena itu Untung dianugerahi Bintang Penghargaan oleh Presiden Soekarno karena keberaniannya.
“Pada bulan Februari 1965 Untung dipindah dari Divisi Diponegoro di Jateng ke Jakarta untuk memimpin batalyon Pengawal Presiden, atas rekomendasi Soeharto sendiri, dan menduduki pos itu pada musim semi 1965. “
Untung pernah menjadi Komandan Batalyon 454/Banteng Raiders di Srondol, Semarang sebelum ditarik ke Resimen Cakrabirawa. Batalyon ini memiliki kualitas dan tingkat legenda yang setara dengan Yonif Linud 330/Kujang dan Yonif Linud 328/Kujang II.
Baca juga : Pembantaian Etnis Melayu 1946: Kekejaman PKI (Partai Komunis Indonesia) di Sumatera Timur
Baca juga : Saksi mata kekejaman PKI di kota Solo
Pengumuman di RRI
Tepat pukul 07:00 di hari pertama bulan Oktober tahun 1965, RRI(Radio Republik Indonesia) menyiarkan 2 berita penting.: Yang pertama adalah pengumuman telah terjadinya sebuah gerakan di internal Angkatan Darat. Gerakan itu menamai dirinya sebagai G30S, sebuah gerakan yang membuat nama Letkol Untung menjadi dikenal oleh masyarakat luas. Dalam pengumumannya, G30S menegaskan bahwa gerakan tersebut dipimpin oleh Letkol Untung, komandan pasukan Cakrabhirawa.
Berita penting yg kedua adalah tentang telah ditangkapnya beberapa Jenderal yg diduga tergabung dalam ‘Dewan Jenderal’. Dalam siarannya,G30S mengatakan bahwa Jenderal-jendral yang ditangkap sedang merencanakan tindakan subversif yang disponsori oleh CIA/ Central Intelligence Agency Amerika untuk melakukan kudeta.
“Demi keselamatan Angkatan Darat dan Angkatan Bersenjata pada umumnya, pada waktu tengah malam hari Kamis tanggal 30 September 1965 di Ibukota Republik Indonesia Jakarta, telah dilangsungkan gerakan pembersihan terhadap anggota-anggota apa yang menamakan dirinya “Dewan Jenderal” yang telah merencanakan cup menjelang Hari Angkatan Bersenjata 5 Oktober 1965,” kata Untung dalam pengumumannya melalui RRI Jakarta.
Selain itu, Dewan Jendral juga digambarkan senang hidup bermewah-mewah dan tidak pernah memikirkan nasib anak buah. Letkol Untung pribadi menganggap gerakan ini adalah satu keharusan baginya sebagai warga Carabirawa yang berkewajiban melindungi keselamatan Presiden dan NKRI.
Pangkat tertinggi letnan kolonel
RRI juga menyiarkan pengumuman dari Dewan Revolusi tentang penurunan pangkat dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Alasan keputusan G30S/PKI soal penurunan pangkat karena komandan Dewan Revolusi yaitu Untung Samsuri berpangkat letnan kolonel. Akibatnya personal yang berpangkat lebih tinggi dari Letkol Untung harus rela turun pangkat di bawahnya.
Pengumuman pertama itu berbunyi, berhubung segenap kekuasaan dalam Negara Republik Indonesia pada tanggal 30 September 1965 diambil alih oleh Gerakan 30 September yang komandannya adalah perwira dengan pangkat letnan kolonel, maka dengan ini dinyatakan tidak berlaku lagi pangkat dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang di atas letnan kolonel atau setingkat.
Semua perwira yang tadinya berpangkat di atas letnan kolonel harus menyatakan kesetiaannya secara tertulis kepada Dewan Revolusi Indonesia dan baru sesudah itu ia berhak memakai tanda pangkat letnan kolonel. Letnan kolonel adalah pangkat yang tertinggi dalam Angkatan Bersenjata Negara Republik Indonesia.
Tapi prajurit Tamtama dan Bintara yang langsung ambil bagian dalam gerakan pembersihan terhadap anggota Dewan Jenderal pada tanggal 30 September 1965 malam di Jakarta dinaikkan pangkatnya dua tingkat lebih tinggi. Sedangkan Tamtama dan Bintara yang mendukung gerakan ini hanya naik satu tingkat.
Baca juga : (Kekejaman PKI) Polisi diperlakukan sadis bersama keluarganya
Baca juga : (Kekejaman PKI) Membunuh Gubernur Jawa Timur dan merebut paksa pemerintahan daerah
Susunan Dewan Revolusi
Dengan pengumuman ini maka perwira tinggi pangkat jenderal dalam Dewan Revolusi harus bersedia turun pangkat. Susunan Dewan Revolusi yang juga disebut Presidium Gerakan 30 September sebagai berikut
Komandan: Letnan Kolonel Untung Samsuri
Wakil Komandan : Brigjen Supardjo
Wakil Komandan: Letnan Kolonel Heru Armodjo Wakil Komandan: Kolonel Laut Sunardi
Wakil Komandan: Ajun Komisaris Besar Polisi Anwas Tanuamidjaja
Mungkin keputusan Dewan Revolusi ini juga yang menjadi salah satu kegagalan G30S/PKI. Perwira tinggi yang merasa sudah bekerja keras harus menerima kenyataan pangkatnya diturunkan. Akibatnya setelah pengumuman itu disiarkan RRI, koordinasi dan jalur komando militer tidak jalan.
Revolusi ini mengingatkan kasus kudeta di Libya oleh Kolonel Khadafi / Muammar Muhammad Abu Minyar Khadafi kepada Raja Idris I di Libya, 1 September 1969. Kudeta ini diikuti oleh 80 tentara.
Ketika Khadafi memegang kekuasaan dengan pangkat kolonel maka itu menjadi pangkat tertinggi. Pejabat militer di bawahnya harus menyesuaikan lebih rendah. Bedanya Khadafi bisa berkuasa hingga 42 tahun. Sedangkan Untung hanya sehari. Mungkin blunder akibat keputusan G30S/PKI itu
Respon masyarakat
Mendengar siaran RRI tersebut, masyarakat Djakarta merasa bingung dan curiga. Mencoba menerka-nerka kejadian apa yang sebenarnya sedang terjadi. Tanggapan masyarakat yang landai, membuat kecewa komplotan G30S.
Karena estimasi mereka, akan terjadi kemarahan masyarakat terhadap upaya kudeta ‘Dewan Jenderal’ lalu mendukung G30S. Untung dan gerakannya berharap akan ada gelombang unjuk rasa di Jakarta dan daerah-daerah yg menyatakan dukungan terhadap G30S. Namun situasi saat itu justru cenderung sepi.
Kekecewaan & kegagalan
Kekecewaan yang dialami G30S pagi itu, ternyata bukan kekecewaan pertama. Kegagalan pasukan komando penculikan (yg disebut Pasukan Pasopati) dalam menculik 7 Jenderal pimpinan TNI AD, merupakan pukulan pertama bagi gerakan itu.
Regu dengan sasaran Jend. AH Nasution gagal melaksanakan tugasnya, Abdoel Haris Nasution yang menjabat Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia berhasil meloloskan diri. Kegagalan itu membuat kepanikan pimpinan G30S karena membayangkan kemungkinan yang akan terjadi dalam detik-detik berikutnya.
Pukul 06:30 Brigjen Suparjo(Panglima Komando Tempur IV Komando Mandala Siaga berkedudukan di Kalimantan) ditemani Mayor Sukirno meluncur ke Istana Merdeka dari Gedung Penas Jakarta Timur, setelah sebelumnya datang ke RRI untuk menyerahkan dokumen berisi pengumuman yang harus disiarkan pagi itu. Suparjo menyerahkan dokumen tersebut kepada anggota Yon 454 Banteng Raiders Diponegoro yang sejak subuh sudah mengambil alih RRI.
Baca juga : Wajah-wajah pembunuh para jendral Pahlawan Revolusi (Pemberontakan G30S PKI)
Baca juga : Profil 10 Pahlawan Revolusi yang gugur akibat G30S/PKI di Lubang Buaya Jakarta dan Yogyakarta
Di rumah Ratna Sari Dewi
Sesampainya di Istana Negara, Suparjo tidak menjumpai Soekarno. Ternyata sejak semalam, Soekarno sedang berada di rumah Istri ke-6 nya yang bernama Ratna Sari Dewi /Ratona Sari Devi Sukaruno.
Cukup lama mereka menunggu informasi tentang keberadaan Soekarno, hingga pukul 09:30 mereka akhirnya mendengar Soekarno sedang berada di Lanud Halim PK. Suparjo kemudian mencoba meminjam helikopter yang standby di Istana Merdeka, selanjutnya terbang ke Halim.
Setelah berjumpa dengan Soekarno, mereka menceritakan kepada presiden sederet kegagalan G30S, sambil berharap Soekarno mengangkat Suparjo sebagai KSAD menggantikan Jend A Yani yang berhalangan tetap. Namun ternyata Soekarno mengambil alih langsung pucuk pimpinan Angkatan Darat, dan tidak mengangkat Suparjo.
Kesal dengan sikap Soekarno, Suparjo setelah meninggalkan Halim kemudian memerintahkan Yon 454 untuk mengepung Halim, tujuannya sebagai ancaman kepada Soekarno.
Faktor keamanan
Sementara itu, Soekarno gagal memanggil Brigjen Umar Wirahadikusumah selaku Pangdam Jaya dan Pranoto Reksosamodra (Asisten III Menteri Panglima Angkatan Darat bidang Personalia) yang akan dilantik sebagai caretaker/Pelaksana Tugas Harian Menteri Panglima Angkatan Darat. Umar Wirahadikusumah dan Pranoto dilarang oleh Mayjen Soeharto selaku Pangkostrad/Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat untuk memenuhi panggilan Soekarno.
Bukan untuk membangkang, tapi karena faktor keamanan. Sebab menurut info yang diterima, Lanud Halim sedang dibawah kontrol G30S. Patut diduga oleh Pangkostrad, bahwa kondisi Soekarno berada dibawah todongan senjata, atau dibawah tekanan.
Sehingga menurut protokol keamanan negara manapun, termasuk Indonesia, bahwa jika pemimpinnya sedang berada dalam keadaan tersandera dan atau tidak bisa mengambil keputusan secara bebas, maka perintahnya boleh diabaikan.
Ke Istana Bogor
Itulah sebabnya, ketika Mayjen Soeharto mendengar bahwa Soekarno sudah berada di Istana Bogor dan sudah berada diluar wilayah yan dikontrol oleh G30S, secepatnya Pangkostrad merapat untuk melapor kepada Presiden Soekarno.
Kepergian Soekarno ke Istana Bogor, melengkapi kegagalan G30S. Untung mulai gelisah, karena dia baru menyadari gerakan yg dipimpinnya telah gagal. Sementara para tokoh yang lain sudah menyadari hal itu saat RRI sudah diambil alih oleh RPKAD. Dari sini kita menyadari kualitas sesungguhnya Untung atau Kusman bin Abdullah ini(nama ayah aslinya).
Baca juga : (Buku Karya Julius Pour) Soekarno Memarahi Brigjen Soepardjo Ketika PKI Kalah pada Tahun 1965
Baca juga : Tiga Pesan Soeharto kepada Presiden Soekarno Pasca Pemberontakan G30S/PKI
Diperintah Aidit dan sumur tua
Dalam pemeriksaan di Mahmilub/Mahkamah Militer Luar Biasa, Untung mengaku bahwa yang menentukan Lubang Buaya sebagai lokasi basis G30S adalah Aidit. DN Aidit/Achmad Aidit memilih lokasi itu karena selain dekat dengan kamp pelatihan Sukwan/sukwati dari Pemuda Rakyat dan Gerwani, di situ juga terdapat sumur tua.
Sumur tua telah setia menemani skenario pemberontakan PKI sejak 1948, Di Magetan para korban dibantai secara kejam dan kemudian dimasukkan ke dalam sumur-sumur pembantaian. Antara lain di sumur tua Cigrok Magetan, Sumur Tua Kepuh Rejo Magetan dan Soco Bendo.
Begitu juga di tahun 1965, PKI sejak awal juga sudah mempersiapkan sebuah sumur tua untuk dijadikan lokasi penanaman jenazah para korbannya. Selain untuk menghilangkan barang bukti, sumur tua memiliki makna tersendiri bagi PKI, sebuah tempat yg penuh kehinaan.
Jadi memasukan jenazah para korban ke dalam sumur tua adalah cara PKI menghinakan korbannya. Dan Untung sudah sangat memahami hal tersebut, dia sudah mengetahui detail skenario G30S. Dari sini dapat kita temukan kebohongan PKI yang mengaku tidak berniat membunuh para korban.
Tidak ada rencana cadangan
Pasca kepergian Soekarno ke Istana Bogor, Untung dan rekan seperti sudah putus asa. Kali ini tidak ada lagi perwira G30S yang mengajaknya menyusun rencana lanjutan, begitu juga Syam (pemimpin Biro Khusus PKI) dan Pono(Biro Khusus PKI), tidak lagi dimintai pendapat dalam kelompok tersebut. Suparjo yang pada akhirnya harus memutar otak.
Meskipun Syam sudah meyakinkan bahwa PKI Jateng akan memberikan bantuan,tapi semua sudah kehilangan harapan. Sulit untuk mempercayai Syam setelah skenario berantakan. Ditengah kegelisahan,mendadak terdengar suara rentetan tembakan. Artinya sisa-sia pasukan inti G30S sedang berhadapan dengan RPKAD.
Langkah yan harusnya dilakukan adalah menyusun pertahanan di Lubang Buaya sebagai basis terakhir agar tidak tertembus oleh RPKAD, sambil memobilisasi pasukan yan bisa dipergunakan, dari Djakarta atau Jawa Barat. Tapi dengan segenap kebodohan yang dimilikinya, Untung justru membubarkan pasukan.
Mendengar perintah pembubaran pasukan, seluruh perwira yg tengah mencoba menyusun strategi, otomatis teralihkan perhatiannya. Sekarang mereka justru sibuk memikirkan langkah pelarian. G30S yang dalam kondisi sekarat, justru ditinggalkan oleh para perwiranya.
Baca juga : G30S/PKI, Bung Karno dan ajudan kepercayaanya
Baca juga : Mengapa Soeharto Tidak Diculik PKI, padahal dia termasuk perwira berpangkat tinggi saat itu?
Lari
Aidit dibantu AURI pergi ke Jateng menggunakan pesawat Dakota, Syam ke Bandung mencoba melobby Divisi Siliwangi. Suparjo masih bertahan di Jakarta dengan cara berpindah-pindah kediaman, Latief tertangkap di daerah Benhil/Bendungan Hilir Jakarta Pusat. Untung mencoba melarikan diri ke arah Cirebon.
Dalam pelariannya, Untung menumpang sebuah bus dengan menyamar sebagai warga biasa. Ditengah perjalanan di Tegal, ternyata ada razia yang digelar oleh tentara. Melihat ada tentara yang masuk ke dalam bus, Untung panik dan mencoba loncat keluar.
Beberapa penumpang yan melihat tingkah Untung pun curiga. Tapi kecurigaan itu hanya sebatas mengira bahwa Untung seorang pencuri. Penumpang meneriaki Untung sebagai copet, akhirnya massa mengejar Untung. Dia tersudut dan dalam kondisi terkepung massa Untung tertangkap.
Setelah itu Untung diserahkan ke polisi, di hadapan petugas, Untung akhirnya mengaku kalau dirinya adalah Komandan Cakrabhirawa. Harapannya, setelah memberitahu identitas dan pengkatnya, maka polisi itu akan membebaskannya. Tapi sayang, harapan itu tidak terwujud.
Untung kemudian malah diserahkan ke Kodim dan diamankan oleh Polisi Militer. Tak lama, Untung dijemput oleh tim khusus Kodam Jaya lalu dibawa ke Jakarta.
Hukuman mati
Dari hasil penyidikan, terungkap bahwa ada rencana lanjutan yang gagal dilakukan oleh G30S, yaitu pengerahan massa.
Atas perbuatannya, Letkol Untung diseret ke Mahmilub. Lewat sidang kilatdia terbukti bersalah dengan meyakinkan atas kasus penculikan dan pembunuhan para Jenderal dalam peristiwa G30S/PKI.
Hakim memberikan penghargaan sebesar-besarnya atas segala upaya Untung dalam G30S/PKI, berupa vonis hukuman mati.
“Kedekatan hubungan dua orang itu mendapat bukti paling akurat dari fakta bahwa pada akhir bulan April 1964, Soeharto pergi meninggalkan Jakarta menuju Kebumen di Jawa Tengah, untuk menghadiri resepsi pernikahan Untung,” ungkap Victor M. Fic – Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi tentang Konspirasi
Sebelum kepastian eksekusi mati diterima, menurut Soebandrio (mantan Kepala Badan Pusat Intelijen, Wakil Perdana Menteri Indonesia, anggota dari Komando Operasi Tertinggi dalam Operasi Dwikora dan Trikora, Menteri Luar Negeri Indonesia, Laksamana Udara yang terlibat juga G30S/PKI) Untung sangat yakin bahwa ia tak akan dihukum mati dihadapan regu tembak. Keyakinan Untung itu didasarkan pada fakta, bahwa Ia punya kedekatan dengan Soeharto.
Tetapi kenyataannya ternyata berakhir lain.
Baca juga : Film Pengkhianatan G30S/PKI : Waktu terkelam bagi bangsa Indonesia
Baca juga : Operasi Trisula, saat rakyat dan TNI menumpas kekuatan PKI di Blitar Selatan