ZONA PERANG (zonaperang.com) – Ahmad Soebardjo merupakan salah satu tokoh yang memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia, terlebih menjelang proklamasi kemerdekaan.
Ahmad Soebardjo merupakan salah satu tokoh yang memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia, terlebih menjelang proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Ia merupakan Menteri Luar Negeri RI pertama setelah merdeka.
Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo dilahirkan di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat, tanggal 23 Maret 1896. Ayahnya bernama Teuku Yusuf, keturunan bangsawan Aceh. Sementara sang ibu, Wardinah, masih memiliki darah ningrat Jawa.
Baca Juga : Pahlawan Nasional AR Baswedan, Tokoh Keturunan Arab yang Berjuang untuk Kemerdekaan RI
Ken’ichi Goto dalam Jepang dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia (1998) menyebutkan, Achmad Soebardjo tumbuh dalam lingkungan yang memegang ajaran Islam kuat dengan sistem budaya Jawa. Didikan keluarga menjadikan Achmad Soebardjo sebagai sosok yang cenderung berwatak tenang dan selalu memikirkan dengan hati-hati apa yang harus dilakukan dalam menghadapi segala sesuatu.
Ayah Achmad Soebardjo bekerja sebagai pamong pegawai di masa pemerintah kolonial Hindia Belanda. Namun, Achmad Soebardjo justru tergerak untuk terlibat dalam arus pergerakan nasional demi memberikan kesadaran kebangsaan kepada rakyat Indonesia yang masih terjajah.
Bergerak di Luar Negeri Achmad Soebarjo menempuh studi di sekolah menengah Hogere Burger School (HBS) di Batavia (Jakarta) pada 1917. Ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Leiden, Belanda, dan memperoleh ijazah Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) di bidang undang-undang pada 1933.
Baca Juga : Pahlawan Nasional Andi Abdullah Bau Massepe : Bangsawan Pemimpin Perang
Dalam buku Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi (2001), Suhartono menyebut bahwa di Belanda, Achmad Soebardjo aktif di beberapa organisasi pergerakan pemuda, seperti Jong Java dan Perhimpunan Indonesia atau Indische Vereeniging.
Pada Februari 1927, Achmad Soebardjo bersama beberapa pemuda dari Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Belanda, menghadiri forum bernama “Liga Anti Imperialisme dan Penindasan” di Brussel, Belgia. Ahmad Soebardjo melalui bukunya berjudul Kesadaran Nasional: Sebuah Otobiografi (1978) mengungkapkan, ia datang selaku perwakilan mahasiswa Indonesia bersama Mohammad Hatta, Semaoen, Gatot Tarunomihardjo, dan Muhammad Nazir Datuk Pamuntjak. Dalam forum tersebut, hadir pula sejumlah tokoh pemimpin dunia, termasuk Perdana Menteri India kala itu yakni Jawaharlal Nehru serta para pemimpin nasionalis dari Asia dan Afrika.
Baca Juga : Pahlawan Nasional Abdulrachman Saleh, Tokoh AURI Multi Talenta
Achmad Soebardjo berkesempatan angkat bicara dalam forum internasional tersebut. Di hadapan hadirin, ia menegaskan pentingnya upaya-upaya yang harus dilakukan untuk melawan kolonialisme dan imperialisme, yakni dengan bersatu dan sepakat.
Masih pada 1927, Achmad Soebardjo mewakili Perhimpunan Indonesia dalam acara Peringatan Ulang Tahun X Uni Soviet. Ia mengunjungi Moskow dan Leningrad untuk menambah pengetahuan politik dan menyebarluaskan perjuangan rakyat Indonesia melawan penindasan Belanda.
Peran Menjelang Kemerdekaan RI
Achmad Soebardjo dianggap sebagai salah satu tokoh berpengaruh sehingga ia terpilih sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang kemudian berganti menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
BPUPKI dan PPKI dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia lantaran mengalami rangkaian kekalahan di Perang Asia Timur Raya atau Perang Dunia Kedua dari Sekutu pada 1944-1945.
Baca Juga : 25 Oktober 1944 Perang Pasifik: Serangan Kamikaze Pertama dalam Perang Jepang-Amerika
Dai Nippon merasa butuh dukungan akibat rentetan kekalahan tersebut sehingga memberikan janji-janji kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Di kalangan Indonesia sendiri terjadi perbedaan pendapat. Golongan tua seperti Achmad Soebardjo, Sukarno, Hatta, dan lainnya, cenderung mengikuti anjuran Jepang dalam mengupayakan kemerdekaan Indonesia.
Sebaliknya, golongan muda ingin agar proklamasi kemerdekaan RI dinyatakan secepat mungkin. Dari sinilah kemudian terjadi Peristiwa Rengasdengklok tanggal 16 Agustus 1945. Para pemuda revolusioner seperti termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, Wikana, Singgih, dan lainnya membawa Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok, dekat Karawang, agar dua tokoh sentral tersebut tidak terpengaruh oleh Jepang.
Baca Juga : Peristiwa Penyerangan Jepang Ke Pearl Harbor, Hawaii tanggal 7 Desember 1941
Sementara itu, di Jakarta terjadi perundingan antara golongan muda dan Achmad Soebardjo yang mewakili golongan tua. Achmad Soebardjo akhirnya setuju untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu janji-janji dari Jepang.
Maka, dengan diantar oleh beberapa pemuda, Achmad Soebardjo menjemput Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Achmad Soebardjo meyakinkan kepada golongan muda bahwa proklamasi kemerdekaan akan diumumkan pada 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul setengah 12 siang.
Dekat dengan Perwira Tinggi Jepang
Di Jakarta, timbul masalah baru mengenai tempat yang aman dari pantauan orang-orang pemerintahan maupun aparat Jepang untuk menyusun naskah proklamasi. Sekali lagi Achmad Soebardjo mengambil peran krusial. Ia mengusulkan kediaman Laksamana Muda Maeda, seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang yang mendukung kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga : 15 Oktober 1945, Pertempuran Lima Hari di Semarang
Achmad Soebardjo memiliki kedekatan dengan Laksamana Muda Maeda. Melalui otobiografinya, ia menceritakan bahwa dirinya pernah dipercaya sebagai anggota tim peneliti Angkatan Laut Jepang di Indonesia yang dipimpin Laksamana Muda Maeda.
Berkat kedekatan tersebut, keuntungan didapatkan karena setiap pergerakan dan gagasannya selalu mendapat dukungan dari Kaigun atau Angkatan Laut Jepang. Selain itu, Achmad Soebardjo juga diberi wewenang untuk mengelola tempat pendidikan yang diperuntukkan bagi pemuda Indonesia, yakni Asrama Indonesia
Menteri Luar Negeri RI Pertama
Konsep naskah proklamasi disusun oleh Sukarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo di rumah Laksamana Muda Maeda. Setelah selesai dan berdiskusi dengan para pemuda, dini hari tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno meminta Sayuti Melik untuk mengetik teks naskah proklamasi.
Pagi harinya, naskah proklamasi kemerdekaan itu dibacakan Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia, di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, atau yang merupakan kediaman Bung Karno.
Baca Juga : Sukarno lebih percaya PKI yang memfitnah pimpinan TNI AD, Letjen Ahmad Yani geram
Sehari setelah proklamasi, tanggal 18 Agustus 1945, Achmad Soebardjo dilantik sebagai Menteri Luar Negeri RI pertama untuk mengisi Kabinet Presidensial yang dipimpin Sukarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta selaku wakil presiden.
Jabatan sebagai Menteri Luar Negeri RI diemban Achmad Soebardjo hingga 14 November 1945. Sebagai penerusnya adalah Soetan Sjahrir. Achmad Soebardjo kembali menjabat menjadi Menteri Luar Negeri pada periode 1951-1952. Berikutnya, ia menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Swiss antara tahun 1957-1961.
Tanggal 15 Desember 1978, Achmad Soebardjo meninggal dunia dalam usia 82 tahun di Rumah Sakit Pertamina, Kebayoran Baru, Jakarta, karena sakit. Achmad Soebardjo dimakamkan di Cipayung, Bogor. Tahun 2009, Pemerintah RI menetapkan Achmad Soebardjo sebagai Pahlawan Nasional.