Kyai Haji Abdul Halim, yang dikenal sebagai KH Abdul Halim Majalengka adalah seorang ulama dan tokoh nasionalis Indonesia
ZONA PERANG (zonaperang.com) -Abdul Halim atau K.H. Abdul Halim. merupakan seorang tokoh kemerdekaan sekaligus ulama dari Kabupaten Majalengka yang lahir di Ciborelang pada 26 Juni 1887 dan wafat pada 7 Mei 1962 serta menjadi pencetus pendidikan bagi wilayah tersebut.
Tak hanya mencurahkan keringat, Abdul Halim juga mengerahkan pemikirannya demi memajukan pendidikan serta keagamaan di wilayah Majalengka dan sekitarnya. Sejak dulu ia memang tokoh yang ulet untuk mempelajari hal-hal baru dan membagikannya kepada masyarakat sekitar agar maju.
Mengutip dari sejarah-tni.mil.id, Abdul Halim memang sudah mulai dekat dengan ilmu keagamaan sejak usianya masih balita. Mengingat ia lahir dan tumbuh di lingkungan pesantren serta sang ayah yang juga merupakan penghulu tersohor di kawasan Jatiwangi, Majalengka, membuat dirinya kerap mendapatkan berbagai pelajaran keagamaan yang cukup dalam.
Hingga di usia 10 tahun dirinya pun terus mendalami berbagai macam ilmu termasuk ilmu kemanusiaan sebagai bekalnya untuk mengembangkan pendidikan kelak. Saat berusia 10 tahun, Abdul Halim pun semakin sering mendalami Al-Qur’an dan Hadist hingga mengantarkannya mendalami agama Islam bersama KH Anwar yang merupakan ulama terkenal saat itu.
Selain itu ia juga turut belajar dengan berkeliling dari satu pesantren hingga ke pesantren lainnya, baik yang berada di Majalengka hingga ke Pekalongan, Jawa Tengah. Bahkan Halim juga getol mendalami bahasa Belanda dan latin kepada Van Hoeven yang merupakan seorang pendeta dan misionaris di Cideres, Majalengka.
Kemudian setelah dirasa cukup, Halim masih melanjutkan petualangan bergurunya kepada Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi di Mekkah yang merupakan ulama Indonesia yang menjadi Imam Besar Masjidil Haram pada saat itu.
Baca juga : Butterfly Bullet yang dilarang secara Internasional digunakan di Palestina oleh penjajah Israel
Mencetak Generasi Muda Islam di Majalengka
Di tahun 1911, ia terus berupaya membangun generasi muda di Majalengka agar memiliki pemikiran yang maju untuk melawan penjajah Belanda yang semakin semena-mena. Ia mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Majelis Ilmi di Majalengka.
Hal unik dari beliau, ia sama sekali tidak pernah disekolahkan oleh kedua orang tuanya di sekolah-formal (sekolah Belanda pasa saat itu). Dengan alasan sekolah tersebut tidak mengajarkan agama Islam.
Selain mendirikan lembaga pendidikan Islam, ia juga mendirikan organisasi pemuda Islam bernama Hayatul Qulub untuk membentuk remaja yang cinta majelis ilmu.
Memegang Prinsip Mandiri dalam Hidup
Selama berkelana untuk mengasah ilmu agama Islamnya, ia juga menyambi jualan untuk bertahan hidup. Ia berjualan berbagai kebutuhan santri seperti kecap, sarung, buku-buku agama hingga kain batik.
Ia memang selalu menerapkan prinsip kemandirian sebagai modal untuk bertahan hidup bagi para santrinya di kemudian hari. Tersebut juga yang kemudian terlihat dari terobosan Hayatul Qulub yang tak hanya berfokus di segi keilmuan, tetapi juga perekonomian dan lapangan pekerjaan.
Tokoh Pelopor Toleransi dari Majalengka
Di masa itu, Abdul Halim juga selalu menerapkan prinsip toleransi sebagai kebaruan di ranah keagamaan. Hal itu lah yang menjadi dasar ia bergaul bersama beberapa beberapa tokoh dari latar belakang prinsip yang berbeda, seperti KH Mas Mansur (kelak menjadi Ketua Umum Muhammadiyah) dan KH Abdul Wahab Hasbullah (salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama).
Kedekatannya itulah yang menjadi titik pertemuan antara tradisi islam tradisional dengan Islam modern yang ia bangun melalui diversity (keberagaman).
Baca juga : 22 Oktober 1945, Hari Santri : Fatwa Resolusi Jihad Ulama untuk Kemerdekaan Indonesia
Baca juga : Sistem senjata antipesawat berpenggerak mandiri ZSU-23-4 Shilka (1960), Uni Soviet : Sang Penebar Maut
Memajukan Perkumpulan Islam di Tengah Gempuran Belanda
Di tengah kebijakan ekonomi yang berat sebelah dari Pemerintah Hindia Belanda membuat Hayatul Qulub diterpa isu miring. Pemerintah Belanda menuding organisasi tersebut menjadi dalang kerusuhan dan pembakaran dari toko-toko milik pedagang Tionghoa.
Sejak itu pun Belanda menginstruksikan untuk menutup segala kegiatan yang dilakukan oleh organisasi Islam dan Ekonomi tersebut.
Namun semangatnya dalam membangun Majalengka lewat Islamisasi modern terus digerakkan. Kemudian ia kembali membuat pendidikan baru yang ia beri nama Jam’iyah al-I’anat al-Muta’alimin atau Perkumpulan Pertolongan untuk Pelajar.
Mendengar semangatnya membangun pendidikan di Kabupaten Majalengka, membuat Ketua Syarekat Islam HOS Tjokroaminoto memberi dukungan terhadap lembaga pendidikan itu. Hingga kemudian terus berkembang dan berubah nama menjadi Persjarikatan Oelama atau Perserikatan Ulama.
Mendirikan Sekolah Keterampilan dan Bakat
Selanjutnya ia pun kembali mendirikan sekolah yang dianggap berbeda di zamannya bernama Santi Asromo di tahun 1932.
Salah satu keunikan sekolah tersebut adalah terdapatnya kurikulum praktik pertanian, pertukangan, hingga kerajinan tangan untuk melihat dan mengembangkan minat dan bakat remaja Majalengka yang mengenyam pendidikan.
Saat tentara Jepang mulai masuk ke Indonesia di tahun 1942, beragam organisasi politik dan keagamaan pun dibekukan, termasuk Peserikatan Oelama yang ia bentuk bersama ke dua sahabatnya.
Tak sampai di situ, ia pun terus membuktikan dengan kembali mengajukan pendirian organisasi dan pada tahun 1944 usahanya berhasil. Tetapi namanya diganti menjadi Perikatan Oemat Islam (POI).
Delapan tahun kemudian, organisasi POI mengadakan fusi dengan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII) yang didirikan oleh K.H. Ahmad Sanusi sehingga membuat POI harus dirubah namanya menjadi PUI atau Persatuan Umat Islam dan Abdul Halim pun diangkat sebagai ketua pertamanya.
Saat masa Agresi Militer Belanda, ia turut berperan aktif dalam membantu pendistribusian logistik kepada para pejuang Indonesia. Selain itu juga sebelumnya terlibat sebagai anggota dari BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Dari kegigihannya itu, Residen Cirebon saat itu berupaya mengangkat sosok Abdul Halim sebagai Bupati Kabupaten Majalengka.
Hingga saat ini salah satu warisan beliau yang masih bertahan adalah PUI, serta beberapa Pondok Pesantren yang tersebar di berbagai penjuru Indonesia.
Baca Juga : 12 November 1945, Jenderal Sudirman : Guru dan Pendakwah Muda yang Diangkat Jadi Panglima Besar Pertama TKR
Baca juga : 7 Oktober 2023, Operation Al-Aqsa Flood: Simbol Perlawanan Rakyat Palestina terhadap Penjajahan Israel