Darurat militer diratifikasi pada tahun 1973 di Filipina melalui referendum yang curang. Konstitusi direvisi, media dibungkam, dan kekerasan serta penindasan digunakan terhadap oposisi politik
ZONA PERANG(zonaperang.com) Revolusi tak selalu identik dengan kekerasan dan peperangan. Dalam revolusi terdapat istilah People Power atau kekuatan rakyat. People Power adalah penggulingan kekuasaan presiden atau pemerintah secara damai melalui demonstrasi rakyat.
Dalam sejarah revolusi dunia, People Power pernah terjadi di Jerman, Georgia, Cekoslovakia, Filipina, Indonesia dan beberapa negara Timur Tengah.
Latar belakang
Pada periode 1965-1986, pemerintahan Filipina dipimpin oleh presiden bertangan besi dan berwatak rakus: Ferdinand Emmanuel Edralin Marcos Sr. Pada masa pemerintahannya, FIlipina mengalami krisis ekonomi dan politik. Krisis ekonomi dan politik di Filipina menumbuhkan gelombang perlawanan dari masyarakat dan golongan oposisi.
“Ia memerintah di bawah darurat militer dari tahun 1972 hingga 1981 dan mempertahankan sebagian besar kekuasaan darurat militernya hingga ia digulingkan pada tahun 1986. Salah satu pemimpin paling kontroversial di abad ke-20, pemerintahan Marcos terkenal karena korupsi, pemborosan, dan kebrutalan.”
Dalam buku Sejarah Asia Tenggara: Dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer (2013) karya M.C Ricklefs dkk, berikut latar belakang gerakan People Power di Filipina:
- Rezim Ferdinand Marcos memimpin secara diktator dan kerap melakukan tindakan represif terhadap aktivis dan golongan oposisi.
- Utang Filipina yang mencapai 25.000.000.000 dollar AS pada tahun 1983 ($77,413,905,622 nilai tahun 2024).
- Pembunuhan terhadap mantan senator Benigno Aquino Jr pada 21 Agustus 1983.
- Adanya indikasi kecurangan pada Pemilu 1986 yang dilakukan oleh Ferdinand Marcos.
Ia menjalankan program pembangunan infrastruktur yang agresif dan didanai oleh utang luar negeri, menjadikannya populer pada masa jabatan pertamanya, meskipun hal ini memicu krisis inflasi yang menyebabkan kerusuhan sosial pada masa jabatan keduanya.
Kronologi
Pada 21 Agustus 1983, terjadi pembunuhan terhadap Benigno Aquino Jr yang merupakan pemimpin golongan oposisi Filipina. Benigno ditembak saat kembali dari pengasingannya di Amerika Serikat.
Dalam buku Krisis Filiphina: Zaman Marcos dan Keruntuhannya (1988) karya John Bresnan, peristiwa penembakan Benigno Aquino Jr membangkitkan perlawanan golongan oposisi di seluruh pelosok negeri. Bahkan, sebagaian sekutu pemerintahan berbalik untuk melawan Ferdinand Marcos.
Pada tahun 1986, Ferdinand Marcos yang disudutkan oleh krisis ekonomi dan politik dalam negeri meminta pengadaan pemilu presiden secepat mungkin.
Golongan oposisi dan masyarakat anti Ferdinand Marcos menyatukan kekuatan untuk memenangkan Corazon Aquino dalam pemilu ini.
Baca juga : Kepunahan mayoritas Islam di Filipina, Penjajahan Spanyol dan Perjuangan Moro
Kecurangan
Pada pemilu 1986, Ferdinand Marcos melakukan intimidasi dan kecurangan terhadap suara masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan kemarahan golongan oposisi dan rakyat Filipina.
Mereka menganggap bahwa Ferdinand Marcos telah melakukan penghianatan terhadap demokrasi dan kemanusiaan di Filipina.
Pada 22-25 Februari 1986, masyarakat Filipina melakukan aksi demonstrasi besar-besaran untuk menolak hasil pemilu.
Demonstran berkumpul di Epifanio de los Santos Avenue (EDSA) yang merupakan pusat politik di Filipina. Demonstrasi yang berlangsung secara damai ini pada akhirnya mampu menggulingkan rezim Ferdinand Marcos
Pada 25 Februari 1986, Cory Aquino dan para pendukungnya mengumumkan berakhirnya kediktatoran di Filipina dan gerakan People Power tanpa pertumpahan darah telah menang.
Keluarga pencuri
Menurut dokumen sumber yang diberikan oleh Komisi Presidensial untuk Pemerintahan yang Bersih (PCGG – Presidential Commission on Good Government), keluarga Marcos mencuri US$5 miliar–$10 miliar dari Bank Sentral Filipina. PCGG juga menyatakan bahwa keluarga Marcos menikmati gaya hidup mewah, mengambil miliaran dolar dari Filipina antara tahun 1965 dan 1986.
Istrinya, Imelda Marcos, menjadi terkenal karena perbuatannya yang berlebihan. yang menjadi ciri “kediktatoran suami-istri” dia dan suaminya, adalah sumber istilah Imeldific.
Dua anak mereka, Imee dan Bongbong, aktif dalam politik Filipina, dan Bongbong terpilih sebagai presiden pada pemilihan presiden tahun 2022. Ferdinand dan Imelda Marcos memegang Rekor Dunia Guinness untuk pencurian terbesar yang pernah dilakukan pemerintah selama beberapa dekade.