ZONA PERANG (zonaperang.com) Politikus Partai Gerindra, Fadli Zon, mengusulkan agar Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Republik Indonesia atau Densus 88 dibubarkan.
Islamfobia
Menurut dia, penanganan terorisme cukup diserahkan kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Ia menyoroti pula pernyataan pejabat Densus 88 yang dianggapnya Islamofobia(prasangka, diskriminasi, ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan Muslim).
Pembentukan Densus 88 berawal dari Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2002 Megawati Sukarnoputri dari PDI-P tentang Tindak Pidana Terorisme untuk menangani banyaknya kasus teror bom.
Inpres ini ditindaklanjuti dengan keluarnya paket Kebijakan Nasional terhadap pemberantasan Terorisme dalam Peraturan Pengganti Undang-Undang No. 1 dan 2 Tahun 2002.
Pengamat kepolisian dari Universitas Padjajaran, Prof. Muradi, M.A., Ph.D, dalam bukunya “Densus 88 AT; Konflik, Teror, dan Politik” menuliskan jika Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan merespons perintah itu dengan membentuk Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme pada 2002. Desk ini diisi oleh Detasemen C Resimen IV Gegana Brimob Polri dan tiga organisasi antiteror TNI serta intelijen.
Baca juga : Sejarah Tragedi Tanjung Priok(1984) : Kala Penguasa Menghabisi Umat Islam
Baca juga : 7 Februari 1989, Peristiwa Talangsari : Pembantaian umat Islam dan pelanggaran HAM berat di Lampung
Tidak mampu mengkoordinir institusi
Semua institiusi itu melebur menjadi Satuan Tugas Antiteror di bawah koordinasi Departemen Pertahanan. Namun Menteri Pertahanan kala itu, Matori Abdul Jalil(11 Juli 1942 – 12 Mei 2007), dinilai tidak mampu mengkoordinir institusi-institusi tersebut. “Masing-masing kesatuan antiteror tersebut lebih nyaman berinduk kepada organisasi yang membawahinya,” kata Muradi.
Koordinasi yang berantakan ini berdampak pada serangan teror di Indonesia yang tak menunjukkan tren penurunan.
Kepolisian pun memutuskan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Bom Polri yang bergerak di bawah Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) dan dipimpin oleh perwira polisi bintang satu. Salah satu tugas awalnya adalah menangani kasus Bom Natal pada 2001 dan kasus bom lainnya.
Namun keberadaan Satgas Bom Polri dengan Direktorat VI Antiteror Polri dinilai memiliki fungsi dan tugas yang sama sehingga terjadi tumpang tindih. Kapolri saat itu Jenderal Da’I Bachtiar memutuskan melebur dua unit ini menjadi satu dengan menerbitkan Surat Keputusan Kapolri No. 30/VI/2003 tentang pembentukan Densus 88.
Baca juga : Apakah Sukarno juga bertanggung jawab untuk tragedi Romusha?
Baca juga : (Buku) Kudeta 1 Oktober 1965 : Sebuah Studi Tentang Konspirasi-antara Sukarno-Aidit-Mao Tse Tung (Cina)