ZONA PERANG(zonaperang.com) Syekh Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwati Al-Makasari Al-Bantani [3 Juli 1626 – 23 Mei 1699] adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia yang ditetapkan tahun 1995 oleh presiden Soeharto. Beliau juga digelari Tuanta Salamaka ri Gowa (“tuan guru penyelamat kita dari Gowa”) oleh pendukungnya di kalangan rakyat Sulawesi Selatan.
Di Afrika Selatan, Syekh Yusuf tetap berdakwah walaupun dalam pengasingan, dan memiliki banyak pengikut. Ketika Beliau wafat, pengikutnya menjadikan hari wafatnya sebagai hari peringatan. Bahkan, Nelson Mandela, mantan presiden Afrika Selatan, menyebutnya sebagai ‘Salah Seorang Putra Afrika Terbaik’. Beliau mendapat gelar pahlawan dari negara Afrika Selatan pada 2009.
Berjuang menentang penjajahan Belanda
Syekh Yusuf Al-Makassari adalah seorang ulama berpengaruh yang pernah berjuang menentang dominasi VOC Belanda.
Beliau juga sering disebut sebagai Syekh Yusuf Abu Mahasin Hadiyatullah Taj al-Khalawati al-Makassari. Karena sikap intolerannya terhadap penjajahan Belanda melalui perusahaan perdagangan VOC, Syekh Yusuf Al-Makassari diasingkan ke Ceylon (Sri Lanka) dan Cape Town Afrika Selatan.
Kendati demikian, di pengasingannya, Beliau tetap bertahan sebagai seorang pedakwah Islam hingga menjadi sosok berpengaruh di Sri Lanka dan Afrika Selatan.
Baca juga : Sultan Agung Hanyokrokusumo : Penguasa Pertama yang berani melawan VOC
Masa muda
Beliau lahir pada 3 Juli 1626 di Gowa, Sulawesi Selatan dan merupakan putra dari Abdullah, yang diriwayatkan sebagai seorang ulama suci dan memiliki karomah, dan Aminah, putri dari Gallarang Moncongloe.
Konon, saat kelahirannya, cahaya sangat terang menyinari langit daerah Gowa, yang diyakini sebagai pertanda alam menyambut kelahiran seorang ulama besar.
Ketika usianya baru 40 hari, orang tuanya berpisah. Setelah itu, Aminah dipersunting oleh Raja Gowa dan membawa Syekh Yusuf hidup di istana.
Di istana, Syekh Yusuf mendapatkan pendidikan Islam dan mampu menghafalkan seluruh isi Al Quran saat usianya masih kecil. Beliau belajar dengan dibimbing langsung oleh seorang guru bernama Daeng ri Tasammang.
Baca juga : 25 Mei 1575, Sultan Baabullah berhasil mengusir Portugis dari Ternate
Pendidikan Yusuf Al-Makassari
Selain belajar Al Quran, Syekh Yusuf Al-Makassari memelajari ilmu nahwu sharaf(mempelajari mengenai perubahan bentuk pada suatu kata dalam bahasa arab), mantik, dan beberapa kitab kepada Syekh Ba’ Alwi bin Abdullah al-Allamah Tahir dari Bontoala.
Dalam waktu cukup singkat, ia mampu menguasai kitab-kitab tauhid dan fikih. Ketika remaja, Syekh Yusuf berguru kepada Syekh Jalaludin al-Aidit di Cikoang, Sulawesi Selatan, selama empat tahun.
Setelah itu, karena usianya telah menginjak 19 tahun, Beliau memilih melanjutkan pendidikan ke luar negeri pada 1645. Dalam perjalanannya itu, Syekh Yusuf singgah di Banten dan Aceh, di mana ia berguru kepada Syekh Nuruddin Hasanji bin Muhammad Hamid al-Quraisyi Raniri hingga menerima ijazah tarekat Qadiriyah.
“Ajaran pokok tarekat Syekh Yusuf berkisar pada usaha manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT yang mengacu pada peningkatan kualitas akhlak yang mulia serta penekanan amal shalih dan zikir.”
Dari Aceh, Syekh Yusuf beranjak ke Timur Tengah, tepatnya di Yaman, di mana ia belajar kepada Sayyid Syekh Abi Abdullah Muhammad Abdul Baqi hingga mendapat ijazah tarekat Naqsyabandi.
Setelah itu, ia belajar ke beberapa guru di Madinah dan Damaskus, hingga menerima ijazah tarekat al-Ba’laqiyyah, tarekat Syattariyah, dan tarekat Khalawatiyah.
Baca juga : 3 Maret 1924, Runtuhnya Kesultanan Ottoman : Berakhirnya pemerintahan Khalifah Terakhir di Dunia
Kembali ke Indonesia
Setelah 20 tahun mengembara untuk menuntut ilmu, Syekh Yusuf Al-Makassari kembali ke Gowa pada 1665. Di Sulawesi Selatan, Beliau menjadi guru besar, tetapi kecewa dengan kondisi syariat Islam yang mulai ditinggalkan.
Syekh Yusuf lantas meninggalkan Gowa menuju Banten dan didaulat sebagai ulama tasawuf dan tarekat oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Beliau mendapatkan mandat untuk mendidik anak-anak penguasa Banten di bidang keislaman.
Syekh Yusuf juga berperan sebagai penasihat kerajaan dan menulis beberapa kitab terkait tasawuf. Melihat kondisi Indonesia di bawah jajahan bangsa asing, Beliau pun tidak tinggal diam dan berperan dalam perlawanan terhadap kolonialisme Belanda.
“Syekh Yusuf menjadi komandan sekitar 5000 prajurit yang berasal dari Banten dan Makassar. Belanda kemudian menjebak Yusuf dengan menyandera putrinya. Syekh Yusuf ditangkap saat ‘menyerahkan diri.”
Beliau ditangkap oleh penjajah Belanda pada 1683 di daerah Sukapura dan kemudian dipenjara.
Baca juga : Aurangzeb Alamgir : Sultan Shalih India yang Mengembalikan Kejayaan Umat
Baca juga : Raden Mas Hadji Oemar Said Tjokroaminoto : Raja Jawa Tanpa Mahkota
Diasingkan ke Sri Lanka dan Afrika
Setelah sempat ditawan di Cirebon dan Batavia, Syekh Yusuf Al-Makassari diasingkan ke Sri Lanka. Kendati demikian, Beliau tetap berjuang menyebarkan agama Islam dan berhasil menulis kitab berjudul Kafiyyat al-Tasawwuf.
“Pada bulan Juli tahun 1693 Belanda memutuskan untuk mengasingkan Syekh Yusuf dan beberapa pengikutnya ke tempat yang lebih jauh lagi yaitu di Cape Town, Afrika Selatan. Mereka diberangkatkan menggunakan kapal De Voetboong kemudian ditempatkan di Zandvliet (Madagaskar). Kedatangan Syekh Yusuf di Afrika Selatan disambut baik oleh Gubernur Willem Adriaan.”
Setelah sembilan tahun di Sri Lanka, Syekh Yusuf dipindah oleh pemerintahan kolonialisme Belanda ke Afrika Selatan. Beliau ditempatkan di Cape Town dan justru mendapat sambutan baik dari gubernur di sana.
“Melalui jamaah haji yang singgah ke Sri Lanka, Syekh Yusuf masih dapat berkomunikasi dengan para pengikutnya di Nusantara, sehingga akhirnya oleh Belanda, ia diasingkan ke lokasi lain yang lebih jauh dari Ceylon Sri Lanka ke Afrika Selatan”
Bersama Imam Abdullah Ibnu Kudi Abdus Salam, Syekh Yusuf berperan menyebarkan Islam di Afrika Selatan. Bahkan selama di Cape Town, Afrika Selatan, Syekh Yusuf juga mendirikan sebuah komunitas muslim.
Wafat
Peran Syekh Yusuf Al-Makassari dalam menyebarkan Islam di Afrika Selatan dilakukan selama enam tahun, hingga akhir hayatnya. Beliau wafat di Cape Town pada 1699, di usia 72 tahun. Atas permintaan Sultan Abdul Jalil kepada pemerintah Belanda, jenazah Syekh Yusuf akhirnya dimakamkan di Lakiung, Makassar, pada 1705.
“Jenasahnya tetap utuh walaupun telah dikuburkan beberapa tahun sebelumnya sehingga pemerintah Belanda diyakinkan agar mau menerima kembali ke Sulawesi Selatan dari Afrika Selatan”
Syekh Muhammad Yusuf Al-Makassari tidak hanya berjasa bagi Indonesia, tetapi diakui berperan besar dalam perkembangan Islam di Afrika Selatan. Pada 1995, Syekh Yusuf Al-Makassari dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Suharto.
Tidak hanya itu, Syekh Muhammad Yusuf Al-Makassari mendapat gelar pahlawan dari negara Afrika Selatan pada 2009 oleh Presiden Afrika Selatan Thabo Mbek.
Baca juga : Serangan Umum 1 Maret 1949 Ide Sultan Hamengku Buwono IX, Siapa Tokoh Lainnya?