Deif adalah orang pertama yang secara resmi menamai operasi militer Hamas sebagai ‘Banjir Al-Aqsa’ dan merupakan salah satu target yang paling dicari Israel dalam Perlawanan Palestina.
ZONA PERANG(zonaperang.com) Meskipun hanya ada sedikit foto Mohammed al-Deif yang ada, citranya yang membayangi telah membuatnya mendapatkan tempat sebagai simbol hidup perjuangan bersenjata Palestina melawan pendudukan Israel.
Sebagai Panglima Tertinggi sayap bersenjata Hamas, brigade Izz ad-Din al-Qassam, ia jarang membuat pernyataan publik dan diyakini sebagai sutradara serangan terhadap Israel yang terjadi pada 7 Oktober 2023.
- Dia selamat dari lima serangan udara Israel, yang menyebabkan dia mengalami luka-luka serius dan cacat
- Butuh waktu dua tahun untuk merencanakan serangan hari Sabtu, mengutip ‘kemarahan’ atas serangan brutal Israel di masjid Al Aqsa
- Hal itu dipicu oleh adegan dan rekaman Israel yang menyerbu masjid Al Aqsa selama bulan Ramadhan, memukuli jamaah, menyerang mereka, menyeret orang tua dan pemuda keluar dari masjid
- Serangan ini dianggap sebagai Perang Yom Kippur ke-2 oleh para pengamat, mengacu pada serangan mendadak di hari libur Yahudi 50 tahun sebelumnya
Hanya ada lima foto yang dilaporkan menunjukkan Mohammed “Kucing dengan sembilan nyawa” al-Deif, atau yang dikenal sebagai Abu Khaled (ayah Khaled): tiga foto menunjukkan wajahnya, satu foto lainnya menunjukkan keffiyeh dan foto terakhir dilaporkan menunjukkan bayangannya; gambar yang banyak digunakan dan ditampilkan melalui rekaman audio yang dirilis oleh Hamas.
Baca juga : Benyamin Netanyahu, Korupsi di Angkatan Bersenjata Israel dan Pukulan mematikan Hamas
Baca juga : Mengapa Israel Kebal Hukum dan Selalu Dibela Amerika dalam Menindas Palestina?
Sosok Misterius di Balik Serangan ke Israel
Bagi Israel, Deif yang bernama lahir : Mohammed Diab Ibrahim Masri dipandang dengan cara yang sama seperti Komandan Pasukan Quds Iran, Qassem Soleimani (wafat dibunuh Mossad dan CIA di Irak dengan General Atomics MQ-9 Reaper), seorang pria yang ditakuti karena kecerdasan militernya.
Lahir pada tahun 1965, di dalam kamp pengungsi Khan Younis yang terletak di Gaza Selatan, Deif adalah putra dari orang tua pengungsi yang dipaksa secara paksa dari kampung halamannya, Al-Qubayba, pada tahun 1948 karena perampasan oleh Israel.
Pasukan milisi Zionis yang tergabung dalam brigade Givati menghancurkan sebagian besar rumah di desa mereka, dan hanya menyisakan beberapa rumah yang diambil alih oleh pemukim Israel. Permukiman Ge’alya dan Kfar Gevirol dibangun di atas sisa-sisa desa yang telah dibersihkan secara etnis, yang kini berada di wilayah Rehovot yang sering menjadi sasaran tembakan roket dari Gaza.
Deif dikatakan pernah ditangkap sekali oleh pasukan Israel, pada tahun 1989, dan ditahan selama 16 bulan, meskipun hanya ada sedikit rincian tentang penahanannya di luar kesaksian yang disampaikan oleh anggota politbiro Hamas, Hamad Ghazi, yang berbagi sel dengan Abu Khaled.
Sang Komandan Bayangan
Mengenai latar belakang pendidikannya, kita tahu bahwa Deif pernah belajar di Universitas Islam Gaza dan mendapatkan gelar sarjana sains.
Dia juga unggul dalam bidang seni, mengepalai komite hiburan di Universitas dan bahkan dilaporkan telah melakukan komedi di atas panggung, sesuatu yang diklaim oleh Hamad Ghazi sebagai bagian dari kepribadiannya yang “baik hati” saat disandera sebagai tahanan politik oleh Israel.
Setelah itu, ia bergabung dengan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), yang menurut beberapa media terjadi dalam beberapa tahun pertama pembentukan kelompok tersebut.
Deif dikatakan dengan cepat naik pangkat di jajaran gerakan dan belajar di bawah perancang bahan peledak Palestina yang terkenal, Yahya Ayyash, yang sering dijuluki ‘Sang Insinyur’ karena telah menemukan cara membuat bahan peledak di dalam negeri di Palestina.
Pada tahun 2002, setelah serangan udara Israel membunuh pendiri Brigade Al Qassam, Salah Shehadeh, yang kemudian digantikan oleh Deif.
Baca juga : 7 Oktober 2023, Operation Al-Aqsa Flood: Simbol Perlawanan Rakyat Palestina terhadap Penjajahan Israel
Baca juga : Nabi Muhammad SAW sebagai Pemimpin Militer dan Ahli Strategi
Legenda Hamas yang Tak Pernah Menyerah
Israel menuduh Mohammed al-Deif bertanggung jawab atas serangan yang tak terhitung jumlahnya terhadap tentara Israel dan dalang di balik sejumlah operasi militer, di mana tentara penjajah itu telah mencoba membunuhnya sebanyak 7 kali.
Meskipun dia lolos dari kematian dalam semua kasus ini, serangan udara Israel menargetkan dan membunuh istrinya, putranya yang berusia 7 bulan dan putrinya yang berusia 3 tahun dalam perang yang dilancarkan Israel di Gaza pada tahun 2014.
Pada hari-hari pertama perang di Gaza saat ini, yang dimulai pada tanggal 7 Oktober, saudara laki-laki Deif, bersama dengan anggota keluarganya yang lain, terbunuh setelah serangan udara Israel menargetkan rumah mereka.
Ketika Deif merilis pesan audio, ketika para pejuang Palestina sedang dalam proses membongkar kehadiran militer Israel di sekitar Gaza dan memasuki permukiman, menjadi jelas bahwa serangan itu adalah yang paling parah.
“Hari ini kemarahan Al Aqsa, kemarahan rakyat dan bangsa kita meledak. Para mujahidin (pejuang) kami, hari ini adalah hari kalian untuk membuat penjahat ini mengerti bahwa waktunya telah berakhir,” kata Deif dalam rekaman tersebut.
Bahkan selama perang 11 hari pada tahun 2021, Mohammed al-Deif belum mengirimkan pesan yang disiarkan secara publik. Faktanya, terakhir kali mendengar suaranya pada tahun 2014. Deif adalah orang pertama yang secara resmi menamai operasi militer Hamas sebagai ‘Banjir Al-Aqsa’ dan merupakan salah satu target yang paling dicari dan berharga mahal oleh penjajah Israel.
“Selama Operation Guardian of the Walls pada Mei 2021, dilaporkan bahwa militer Israel telah mencoba membunuh Deif dua kali dalam satu minggu, tetapi dia berhasil lolos pada menit-menit terakhir.”
Baca juga : Jejak Dukungan Bung Karno untuk Kemerdekaan Palestina