ZONA PERANG(zonaperang.com) Nun jauh tinggi di Pegunungan Himalaya, kota suci Tawang adalah salah satu masalah yang paling sulit diselesaikan dalam kemelut sengketa perbatasan antara India dan Cina – ia juga menjadi potensi pemicu konflik lain di masa depan.
Di sepanjang pegunungan yang tertutup salju di utara, tentara dari dua negara dengan pasukan terbesar di Asia bahkan dunia saling berhadapan, kerap kali hanya terpisah beberapa ratus meter saja.
Desember 2022 lalu, mereka terlibat pertempuran brutal tanpa “bertukar” peluru, yang oleh para ahli dilihat sebagai pertanda mengkhawatirkan bagaimana perselisihan ini akan semakin parah.
Lokasi yang strategis
Tawang, situs ziarah bagi umat Buddha Tibet yang bertengger di sekitar 3.000 meter di atas permukaan laut, adalah rumah bagi biara Buddha terbesar di India.
Atas alasan ini, juga karena lokasinya yang strategis, Tawang telah lama menjadi pusat ketegangan antara dua negara tetangga dengan kekuatan nuklir ini.
Kota ini telah diklaim milik Cina. Tibet, yang dianeksasi oleh Cina pada 1950, terletak hanya 35 kilometer di sebelah utara.
“Bukan hanya Kota Tawang,” kata Zhou Bo, pensiunan kolonel senior di Pasukan Pembebasan RRC kepada BBC.
Baca juga : Kebijakan berbahaya Presiden Xi Jinping rangkul masyarakat Cina perantauan
Baca juga : Ketika Uighur Mendirikan Republik Islam Turkestan Timur
Saling klaim
“Seluruh [negara bagian] Aruchanal Pradesh, yang kita sebut sebagai Tibet selatan, telah diokupasi secara ilegal oleh India – ini tidak dapat dinegosiasikan.”
Tawang menjadi pemberitaan pada Desember setelah menjadi tempat pertempuran untuk pertama selama bertahun-tahun. India berkata pasukan tentara Cina memasuki wilayahnya dan “secara sepihak berusaha mengubah status quo”.
Cina berkata pasukannya sedang melakukan patroli rutin di perbatasan sisi mereka dari Garis Kontrol Aktual (Line of Actual Control – LAC), yang memisahkan wilayah yang dikuasai Cina dan India, dan telah “diblokir oleh pasukan India yang melewati garis batas itu secara ilegal”.
Pertempuran ini dilaporkan mengakibatkan sejumlah personil tentara luka-luka dari kedua belah pihak. Lebih banyak korban jatuh pada pertempuran Cina dan India pada 2020, di sisi lain wilayah yang disengketakan.
Puluhan ribu pasukan bersenjata lengkap ke sepanjang perbatasan
Dalam bentrokan massal di Lembah Ladakh Galwan, 20 tentara India dan empat tentara Cina tewas dalam konfrontasi fatal pertama mereka soal perbatasan dalam 45 tahun, menyoroti risiko yang dihadapi keduanya sebagai rival yang masing-masing mencoba meraih tujuan strategisnya.
Sejak itu, ketegangan terus meningkat, dengan kedua negara mengirim puluhan ribu pasukan bersenjata lengkap ke sepanjang perbatasan yang disengketakan.
Klaim atas wilayah ini juga ditunjukkan dengan berbagai cara lain.
Di pertengahan Februari, India mengumumkan rencana untuk berinvestasi pada lebih dari 600 “desa semarak” untuk mendorong warga lokal di sekitar perbatasan untuk tetap tinggal di wilayah itu. Aksi ini dipandang sebagai renspons atas model desa-desa serupa yang dilaporkan dibuat di sisi Cina.
Baca juga : 31 Maret 1959, Dalai Lama memulai pengasingan : Negerinya telah diinvasi dan dijajah Cina
Promosi Pariwisata
India juga mempromosikan wisata di Arunachal Pradesh dengan berbagai hotel, restoran, dan homestay di Tawang dan area sekitarnya.
India dan Cina berbagi perbatasan yang tak sepenuhnya jelas, dan mengklaim teritori yang tumpang tindih. India berkata garis perbatasan itu sepanjang 3.488km; sementara Cina mengklaim sekitar 2.000km.
Dari semua area yang diperebutkan oleh Cina dan India, Tawang tetap berada di daftar teratas wilayah yang diklaim Cina.
Perang singkat 1962 yang berakhir memalukan bagi India
Tawang termasuk di dalam area yang diambil Cina setelah perang pendek pada 1962 yang berakhir dengan kekalahan memalukan untuk India. Ribuan tentara China menyerbu posisi pasukan India sebelum mereka menarik mundur kavaleri.
“Tawang tidak bisa diabaikan oleh Cina. Pemimpin spiritual Tibet Dalai Lama keenam lahir di sana [pada abad ke-17],” kata Zhou, yang menghadiri pembicaraan tentang perbatasan India-Cina sebagai ahli militer di pertengahan 1990-an.
“Bukti apa lagi yang lebih baik untuk meyakinkan bahwa itu adalah teritori China?”
Garis McMahon 1914
India menegaskan klaim perbatasannya berdasarkan garis McMahon 1914, yang dinamai berdasarkan menteri luar negeri Inggris Raya untuk wilayah kolonial India.
China menolak mengakui garis ini – yang melintas dari arah timur Bhutan ke Pegunungan Himalaya dan menempatkan seluruh Arunachal Pradesh di sisi India.
Untuk mengukuhkan otoritas atas Tibet
Sejumlah pakar berpendapat Beijing ingin menguasai area dengan situs-situs suci Buddha, seperti Tawang, untuk mengukuhkan otoritasnya atas Tibet. Saat Dalai Lama yang sekarang melarikan diri ke India pada 1959, dia mula-mula singgah di Tawang setelah melintasi pengunungan dengan berjalan kaki.
Ada pula kecurigaan dari sejumlah pengamat Cina yang mengatakan, karena adanya hubungan etnis antara komunitas-komunitas di sekitar perbatasan itu, Tawang dapat dipakai untuk mengobarkan pemberontakan Tibet di masa mendatang.
Negosiasi
Klaim Cina atas Arunachal Pradesh semakin tegas selama 20 tahun terakhir, tapi tampaknya Cina juga tak sepenuhnya menutup pintu negosiasi.
Liu Zongyi, seorang rekan senior di Shanghai Institutes for International Studies, berkata Tawang sangat sentral dalam kesepakatan yang ditawarkan Cina kepada India saat pembicaraan pada 2006.
“Dengan alasan untuk memulihkan Tawang, Cina mau menyerahkan klaim kedaulatannya atas sebagian besar Tibet selatan [Arunachal Pradesh]… bila ditukar dengan pengakuan India atas kedaulatan China dan kontrol atas Aksai Chin,” kata Liu kepada BBC.
Dia melanjutkan, tawaran itu tak berhasil karena India tak tertarik untuk melepaskan kepentingan mereka di wilayah timur, terutama atas Tawang, dan tak siap untuk membuat konsesi atas Aksai Chin – yang saat ini berada di bawah kendali China.
Shyam Saran, menteri luar negeri India kala itu, berkata ia tak mengingat Cina pernah mengajukan tawaran seperti itu.
“Kami tidak pernah sampai tawar-menawar soal berapa banyak wilayah yang mau diserahkan, berapa banyak wilayah yang mau kami tukarkan. Tidak pernah ada ruang pembicaraan itu,” tukas Saran.
Negosiasi soal perbatasan terus berlanjut selama bertahun-tahun sejak pertemuan itu, namun tak ada kemajuan. Kedua negara bertemu di Beijing pada Februari untuk pembicaraan langsung pertama selama tiga tahun.
Baca juga : 28 Desember 1943, Operasi Ulusy : Deportasi etnis minoritas Kalmyk beragama Budha ke Siberia oleh Uni Soviet
Baca juga : 17 Februari 1979, China Vs Vietnam(Merah Lawan Merah): Kisah 27 hari kegagalan invasi Cina di Vietnam
Kecurigaan
Posisi resmi India adalah mempertahankan status quo hingga tercapai perjanjian damai yang final, namun sejumlah pengamat China menyatakan kewaspadaan.
Zhou, mantan perwira tentara China, berkata sikap keras kepala India ini menimbulkan kecurigaan.
“Di Cina, ada beberapa orang yang berkata sikap India ini seperti mengatakan – milikku adalah milikku dan milikmu juga milikku. Mereka meyakini bahwa karena India menguasai area di timur, maka mereka akan mencoba dengan keras untuk mengambil alih lebih banyak wilayah di Ladakh yang ada di barat,” ujar Zhou.
Menurut Liu, India selama berpuluh-puluh tahun telah mengadopsi “kebijakan pertahanan yang ofensif, terus-menerus melanggar batas wilayah Cina di seberang LAC dan menduduki pusat-pusat militer di area perbatasan.”
Pernyataan serupa juga dituduhkan pada cara pendekatan Cina kepada teritori yang diakui India sebagai miliknya. “Cina terus memindahkan pos-pos mereka dan mengubah posisinya,” kata Saran.
Dengan kedua belah pihak yang seperti tak bergeming, Zhou merasa memecahkan masalah perbatasan ini lebih baik dilakukan di masa depan.
Penundaan hanya akan menguntungkan Cina
Namun banyak orang di India merasa penundaan hanya akan menguntungkan Cina, yang secara pesat telah meningkatkan kemampuan militer dan ekonominya di beberapa dekade terakhir.
“Sementara asimeteri kekuatan antara kedua pihak terus tumbuh, saya pikir kita akan melihat Ciina yang lebih tegas di masa depan,” ujar Saran.
Tidak ada yang mengharapkan perang pecah dalam waktu dekat, mengingat India dan Cina memiliki hubungan perdagangan yang kuat. Tapi keduanya juga tak menunjukkan tanda-tanda mau berkompromi,
Karena kedua negara masih terus bersaing untuk mendapatkan kedali di lapangan, bentrokan militer seperti yang terjadi baru-baru ini di Tawang mungkin akan lebih sering lagi terjadi – yang diperlukan untuk menyulut kobaran api hanya percikan kecil saja.
Baca juga : 18 Mei 1974, Operation Smiling Buddha : India melakukan uji coba senjata nuklir pertamanya
Baca juga : 16 Oktober 1964, Republik Rakyat Cina Meledakan Bom Atom Pertamannya (Hari ini dalam Sejarah)
https://www.youtube.com/watch?v=FAKaEcY5MaM