- De Oost: Luka Mendalam Kolonialisme yang Tak Terlupakan
- The East (2020): Kisah Menegangkan tentang Perang, Identitas, dan Warisan Kolonial
- Di ranah sinema internasional, hanya sedikit film yang berhasil menangkap kompleksitas masa lalu kolonial Indonesia seperti “The East” (2020). Disutradarai oleh Jim Taihuttu, drama perang yang mencekam ini membawa penonton pada perjalanan yang mengerikan melalui salah satu periode paling bergejolak dalam sejarah Indonesia.
ZONA PERANG(zonaperang.com) The East adalah film drama sejarah yang disutradarai oleh Jim Taihuttu dan dibintangi oleh aktor utama seperti Martijn Lakemeier, Marwan Kenzari, dan Jonas Smulders. Film ini berlatar belakang masa-masa setelah Perang Dunia II ketika Belanda berusaha merebut kembali kendali atas koloni Hindia Belanda (sekarang Indonesia) selama periode Revolusi Nasional Indonesia (1945-1949).
Alur cerita mengikuti seorang prajurit muda Belanda yang terguncang saat menyaksikan kekejaman perang dan mulai mempertanyakan moralitas tindakannya serta peran Belanda di Indonesia.
‘Film “De Oost” berhasil menggores luka mendalam pada ingatan kolektif tentang masa lalu kolonialisme Belanda di Indonesia. Melalui lensa seorang pemuda Belanda yang dikirim untuk “membantu” penduduk Indonesia, film ini menghadirkan potret yang suram tentang realitas perang yang jauh dari propaganda.’
Mengapa “The East” Jadi Refleksi Berani Sejarah Kolonial Belanda
The East menyoroti topik sensitif yang jarang diangkat secara detail dalam sinema Eropa, khususnya yang berkaitan dengan trauma kolonialisme. Film ini menjadi media refleksi bagi masyarakat Belanda untuk menghadapi sejarah kolonial mereka yang penuh dilema moral. Setiap karakter dan peristiwa dalam film menggambarkan kompleksitas mentalitas kolonial di masa itu, sambil mempertanyakan sisi humanitas dari konflik yang kerap disederhanakan dalam sejarah.
Baca juga : The Night Comes for Us: Kekerasan Tanpa Batas dalam Dunia Kejahatan Jakarta
Menggali Konflik Batin Seorang Prajurit dalam “The East”
Tokoh utama, Johan de Vries, seorang prajurit Belanda muda yang awalnya bersemangat untuk melayani negaranya, justru berakhir dalam kebingungan moral dan psikologis yang mendalam. Perjalanan emosional Johan memperlihatkan dualitas antara loyalitas pada negara dan tuntutan nurani yang ingin menolak tindakan brutal terhadap penduduk lokal Indonesia. Film ini menggambarkan bagaimana kebenaran dan kekejaman sejarah dapat membawa seseorang ke dalam krisis identitas dan moral.
‘Johan menemukan dirinya dilema antara tugas dan hati nuraninya saat bergabung dengan skuad elit yang semakin kejam dipimpin oleh seorang komandan legendaris yang dikenal sebagai “The Turk”‘
Kritik dan Keberanian “The East” Menantang Sejarah dari Perspektif Korban dan Pelaku
Salah satu kekuatan The East adalah keberaniannya memperlihatkan sudut pandang tidak hanya dari sisi prajurit kolonial, tetapi juga implikasi tindakan tersebut pada kehidupan rakyat Indonesia. Ini bukan sekadar film perang; ini adalah perenungan mendalam tentang etika, akibat kolonialisme, dan pertarungan untuk pengakuan sejarah yang benar. Film ini mendapat reaksi beragam di Belanda, terutama dari pihak yang menganggapnya sebagai bentuk permintaan maaf atau revisi sejarah.
Pengaruh dan Respon
Film ini mendapatkan ulasan yang cukup positif dan dinominasikan untuk beberapa penghargaan film. Namun, film ini juga menghadapi kritik dari organisasi veteran Belanda yang merasa film ini menggambarkan intervensi Belanda di Indonesia secara terlalu negatif.
Baca juga : The Beast of War (1988) : Film Amerika tentang awak tank Soviet yang terjebak perang Afganistan
Baca juga : Kolonialisme Modern: Dukungan Tak Terbatas AS & Sekutu untuk Israel dan Dampaknya yang Meluas