ZONA PERANG(zonaperang.com) Di antara banyak pahlawan perintis kemerdekaan, ternyata ada pola yang mempertemukan mereka semua. Yang mempertemukan kejeniusan Agus Salim dan narasi besar Soekarno. Yang menjadi titik temu antara berapi-api orasi Semaoen dan religiusnya Kartosoewirjo. Semua tokoh-tokoh yang kita sebutkan tadi memiliki guru yang sama: Haji Oemar Said Tjokroaminoto.
Beliau, berpikir melampaui zamannya. Sebelum Indonesia merdeka, Tjokroaminoto mampu mengorganisir jutaan orang Nusantara untuk bergerak menciptakan perubahan. Sjarikat Islam adalah bukti terbesarnya. Bayangkan ketika belum ada telepon genggam atau broadcast email dan youtube; 1,3 juta pengurus Syarikat Islam begitu disiplin melaksanakan konferensi di kota masing-masing dalam satu waktu!
Baca juga : Sultan Agung Hanyokrokusumo : Penguasa Pertama yang berani melawan VOC
Baca juga : 28 Maret 1830, Pangeran Diponegoro ditangkap saat berunding dengan Penjajah Belanda
Megerjakan fungsi pemerintahan
Sjarikat Islam yang dipimpin Tjokroaminoto, bahkan mengurus haji, mengurus zakat dan pembagian uang baitul mal. Sekilas namanya hanya “syarikat”, namun sesungguhnya yang dilakukan Tjokro dengan SI-nya adalah megerjakan fungsi pemerintahan. Itulah mengapa Penjajah Belanda menggelari Tjokro dengan sebutan “Raja Jawa tanpa Mahkota”/De Ongekroonde van Java
Pemimpin besar itu lahir pada 16 Agustus 1882 di Ponorogo Jawa Timur. Ada banyak hasil pemikiran dan catatan-catatan visioner beliau yang masih sangat reliable dengan zaman ini.
Misalnya, untuk bisa memahami Islam, orang harus mentadabburi dan mengambil hikmah dari sejarah. Caranya dengan dengan memperhatikan bagaimana Islam diaplikasikan dalam kehidupan Rasulullah dan generasi sahabat. Senada dengan apa yang dikatakan pula oleh Imam Malik bin Anas, “tidak akan terbaiki umat akhir zaman ini kecuali dengan perkara yang memperbaiki generasi awal mereka.”
Visioner, teguh, dan berkharisma
Beliau, Tjokroaminoto, sudah memikirkan sebuah negara merdeka yang berdaulat ketika masih amat jarang tokoh-tokoh yang memikirkannya. Visioner, teguh, dan berkharisma. Namun yang membuat berbahagia, adalah pandangan beliau tentang Islam nan murni. Tauhid yang kokoh.
Masih dalam Buku Memeriksai Alam Kebenaran, Tjokroaminoto menulis, “tidak bisa manusia menjadi utama, menjadi besar dan mulia, atau menjadi pemberani kalau terlalu banyak sesuatu yang ditakuti dan disembah. Sebab keutamaan, kemuliaan, kebesaran dan keberanian hanya terlahir dari orang-orang yang bertauhid secara lahir dan batin.”
Itulah kenapa, trilogi petuahnya yang paling masyhur masih terdengar hingga kini adalah: semurni-murni tauhid, setinggi-tinggi ilmu, dan sepintar-pintar siyasah. Sebuah pesan utuh menjadi manusia utuh, bukan lagi manusia seperempat atau sepertiga.
Generasi Shalahuddin : Ketika dunia lupa, kita memilih untuk ingat
Baca juga : Daftar Nama Besar Para Pejuang Islam Sepanjang Masa
Baca juga : Muhammad Al Fatih/Mehmed II : Mengapa Beliau disebut sebaik-baiknya pemimpin?