- KH Ahmad Dahlan adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berjasa dalam membangkitkan kesadaran masyarakat pribumi di Hindia Belanda menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah dan harus memperjuangkan kemerdekaannya
- Melopori amal usaha sosial dan pendidikan yang sangat diperlukan dalam kebangkitan dan kemajuan bangsa
- Mengajak umat Islam untuk kembali hidup sesuai dengan tuntunan Al Quran dan Hadits
ZONA PERANG (zonaperang.com) KH Ahmad Dahlan merupakan pelopor kebangkitan umat Islam untuk terus belajar dan berjuang serta menyadarkan umat tentang nasibnya sebagai bangsa terjajah.
Organisasi Muhammadiyah yang didirikannya telah memberikan kontribusi terhadap ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran tersebut di antaranya menuntut kemajuan, kecerdasan, beramal bagi masyarakat dan umat dengan dasar keimanan dan keislaman.
Berjuang dalam melawan kebodohan
Muhammadiyah juga telah memelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
Selain itu, dengan organisasinya Aisyiyah, Muhammadiyah bagian wanita, KH Ahmad Dahlan telah memelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berkarir di bidang sosial setingkat dengan kaum pria. Atas jasa-jasanya tersebut, Pemerintah RI menetapkan KH Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional.
KH Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis merupakan putra seorang ulama dan khatib utama di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta, KH. Abu Bakar. Ia merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara.
Baca Juga : Pahlawan Nasional Indonesia Haji Agus Salim : Jurnalis, Diplomat dan Negarawan Ulung
Keturunan Sunan Gresik
Kakek dari pihak ibunya merupakan pejabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat kala itu. Muhammad Darwis juga merupakan keturunan keduabelas dari Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.
Dididik di lingkungan Pesantren
Muhammad Darwis dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil, dan sekaligus menjadi tempatnya menimba pengetahuan agama Islam dan bahasa Arab.
Pada 1883, di usianya yang baru 15 tahun, Muhammad Darwis menunaikan ibadah haji dan kemudian tinggal di Mekah, Arab Saudi selama lima tahun untuk mengenyam pendidikan Islam dan Bahasa Arab.
Sekolah di Mekah
Selama mengenyam pendidikan di Mekah, Muhammad Darwis berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibnu Taimiyah, yang memberikan pengaruh bagi Muhammad Darwis di kemudian hari untuk mendirikan organisasi yang bercorak pembaharuan pemahaman keagamaan Islam.
Kembali ke Al-Quran dan Hadis
Pemahaman agama Islam di tanah air saat itu masih sangat kolot atau ortodoks. Pandangan ortodoks ini menimbulkan kebekuan ajaran Islam dan menyebabkan kemunduran umat Islam di Indonesia.
Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang kolot ini harus diubah dan diperbaharui, dengan gerakan pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada Al-Qur’an dan hadis.
Pada 1888, di usia 20 tahun, setelah mengenyam pendidikan selama lima tahun di Mekah, Muhammad Darwis kembali ke tanah air dengan nama baru Haji Ahmad Dahlan.
Pemberian nama baru ini merupakan suatu kebiasaan dari masyarakat Islam Indonesia yang pulang haji, selalu mendapat nama Islam sebagai pengganti nama lahir. Sepulangnya dari Mekah, KH Ahmad Dahlan kemudian diangkat menjadi Khatib Amin di lingkungan Keraton Kesultanan Yogyakarta.
Kembali ke Mekah
Pada tahun 1902 hingga 1904, KH. Ahmad Dahlan menunaikan ibadah haji untuk kali kedua. Ia melanjutkan memperdalam ilmu agama dengan beberapa guru di Mekah.
Sepulang dari Mekah, ia menikah dengan sepupunya, Siti Walidah yang merupakan anak Kiai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, yang juga dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional dan pendiri Aisyiyah.
Kemudian Pada 1912, KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta. Organisasi keagamaan ini kemudian berkembang pesat dengan anggota tak kurang dari 30 juta orang yang tersebar di berbagai wilayah. KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah ini meninggal pada 23 Februari 1923 di usianya yang ke-53 tahun dan dimakamkan di pemakaman Karang Kajen, Yogyakarta.
Baca Juga : 22 Oktober 1945, Hari Santri : Fatwa Resolusi Jihad Ulama untuk Kemerdekaan Indonesia
Baca Juga : Daftar Nama Besar Para Pejuang Islam Sepanjang Masa