- Penerbangan Berani: Kisah Orestes Lorenzo Pérez dan Pelarian dari Rezim Castro
- Dari Kuba ke AS: Misi Penyelamatan Keluarga oleh Orestes Lorenzo Pérez
- Pada tahun 1991, dunia dikejutkan oleh kisah pemberontakan yang luar biasa dari seorang pilot Angkatan Udara Kuba, Orestes Lorenzo Pérez. Kisahnya adalah campuran antara keberanian, keterampilan, dan cinta keluarga yang mendalam.
ZONA PERANG(zonaperang.com) Kisah Orestes Lorenzo Pérez, seorang pilot Angkatan Udara Kuba yang membelot ke Amerika Serikat dengan jet tempur MiG-23 Frogger, adalah salah satu cerita paling mendebarkan dalam sejarah Perang Dingin. Namun, keberanian Lorenzo tidak berhenti di situ. Dengan mempertaruhkan nyawanya, ia kembali ke Kuba menggunakan pesawat kecil untuk menyelamatkan keluarganya. Keberanian, kecerdikan, dan cinta keluarga membuat kisah ini layak dikenang sebagai salah satu pelarian paling dramatis dalam sejarah dunia penerbangan.
Tanpa terdeteksi oleh radar Amerika
“Selama misi pelatihan pada 20 Maret 1991, Orestes Lorenzo Perez menerbangkan MiG-23 Frogger dari Kuba ke Key West Florida. Ketika akhirnya mendarat tanpa terdeteksi oleh radar Amerika, sambil berbicara dalam bahasa Spanyol, ia memberi tahu pilot yang menemuinya di darat bahwa ia sedang mencari suaka politik.”
MiG-23 buatan Soviet dirancang untuk menggantikan MiG-21 Fishbed yang banyak digunakan. Radar modern dan sistem kendali tembakan MiG-23 dapat menembakkan rudal ke target di luar jangkauan visual. Geometri sayap “ayunan” yang bervariasi, mirip dengan General Dynamics F-111 Aardvark, dan roda pendaratan yang kuat memungkinkan MiG-23 beroperasi dari landasan pacu yang pendek dan terpencil. Pilot dapat memilih sapuan sayap untuk lepas landas dan mendarat dengan kecepatan rendah atau untuk penerbangan supersonik.
Lebih dari 5.000 MiG-23 dari semua jenis dibuat.
MiG-23 diekspor secara luas oleh Uni Soviet. Di antara para penggunanya ada Angkatan Udara Kuba yang menerbangkan pesawat MiG-23ML/MF/BN/UM/UB Frogger G/B/H/C hingga akhir tahun 2010-an.
Pada tanggal 20 Maret 1991, pilot MiG-23 Orestes Lorenzo Perez mengitari Pangkalan Udara Angkatan Laut (NAS) Key West tiga kali, menggoyangkan sayap Flogger-nya untuk memberi isyarat niat bersahabat, berharap tidak ada yang akan menembak jatuh jet tempur buatan negara beruang merah itu.
Perez mengatakan bahwa ia meminjam pesawat itu dari pemerintah Kuba.
Baca juga : Ketika MiG-23 Irak Menembak Jatuh F-14 Iran: Pembelotan yang Gagal
Baca juga : American Made: Kisah Nyata Barry Seal dan Skandal CIA
Demi kebebasan
Ia tidak tahu sepatah kata pun dalam bahasa Inggris, katanya. Namun, ia melarikan diri dari Kuba demi kebebasan.
Seperti yang dijelaskan dalam artikel panjang yang dimuat di The Ledger, Perez, mantan pilot Angkatan Udara Kuba telah menerima banyak perhatian sejak pelariannya dan penerbangan beraninya kembali ke Kuba untuk menyelamatkan keluarganya. Ia bahkan menulis buku tentang perjalanannya pada tahun 1994.
Teman-temannya menyebut penyelamatannya yang berani itu sebagai misi bunuh diri.
Ia mempertaruhkan nyawanya dan nyawa istrinya Victoria serta kedua putranya Alejandro dan Reyneir, tetapi ia mengatakan bahwa itu sepadan karena mereka mengejar impian mereka.
Pilot berpengalaman di Perang Angola
Saat bertugas di Angkatan Udara Kuba, Perez memperoleh beasiswa untuk menghadiri sekolah penerbangan di Uni Soviet, tempat ia belajar menerbangkan pesawat jet latih dua kursi Aero L-29 Delfin buatan Cekoslowakia dan sebuah MiG-21.
Ia merupakan bagian dari pasukan Kuba yang dikirim ke Angola untuk mendukung pemerintahan Marxis negara itu.
Ia ditugaskan untuk kedua kalinya di Uni Soviet dan kemudian ia dan keluarganya akhirnya kembali ke Kuba tempat ia ditugaskan di Pangkalan Udara Santa Clara, sekitar 165 mil(265 km) di sebelah timur Havana, yang juga markas bagi heli angkut Mi-17 Hip dan serang Mi-24/35 Hind.
Yang ia temukan adalah sebuah negara yang dipenuhi propaganda dan sangat ditindas oleh pemerintah sehingga keluarganya tahu bahwa hanya ada satu hal yang dapat ia lakukan — mencoba melarikan diri.
Janji kepada sang Istri
Jadi, pada tanggal 20 Maret 1991, Perez mengucapkan selamat tinggal kepada istrinya, Victoria, dan berjanji untuk kembali menjemputnya dan kedua putra mereka. Victoria harus berpura-pura tidak tahu apa pun tentang rencana pelarian Perez.
Ia berdoa agar suaminya berhasil sampai ke AS dan bebas.
Selama misi pelatihan hari itu, Perez menerbangkan MiG-23BN dari Kuba ke Key West. Ketika akhirnya mendarat tanpa terdeteksi oleh radar Amerika, berbicara dalam bahasa Spanyol, ia memberi tahu pilot yang menemuinya di darat bahwa ia sedang mencari suaka politik.
Perez mengatakan begitu pilot mengerti, mereka berjabat tangan dan pilot berkata, “Selamat datang di Amerika Serikat.”
Berkampanye untuk mengeluarkan keluarganya
Ia langsung diterbangkan ke Washington, DC, untuk mendapatkan pengarahan dan menerima dokumen. Begitu ia diberi suaka politik, ia mulai berkampanye untuk mengeluarkan keluarganya dari Kuba.
Istrinya dan dua putranya diberi visa AS, tetapi pemerintah Kuba tidak mengizinkan mereka pergi.
Perez mengatakan pemerintah mengawasi mereka.
Keluarganya hidup di bawah pengawasan terus-menerus selama 21 bulan, sementara Perez berkampanye di seluruh AS untuk mencoba mendapatkan kebebasan mereka, katanya.
Presiden George H. W. Bush saat itu menyampaikan pidato kepada pemerintah Kuba, meminta Fidel Castro untuk membebaskan keluarga Perez.
Tetapi Castro menolak sehingga Perez harus memikirkan rencana yang lebih baik.
Satu-satunya cara untuk menyelamatkan mereka adalah dengan terbang kembali menggunakan pesawat terbang.
Baca juga : 17 April 1961, Invasi Teluk Babi di Kuba : Usaha gagal CIA dalam menggulingkan Fidel Castro
Baca juga : Munir Redfa: Pilot Pengkhianat Irak yang Menyelamatkan Israel
Cessna 310
Melalui organisasi hak asasi manusia yang didirikan oleh seorang tahanan politik Kuba, yang disebut Yayasan Valladares, Perez mengetahui bahwa sebuah Cessna 310 tahun 1961 sedang dijual. Dengan bantuan sumbangan, yayasan tersebut setuju untuk membayar $30.000($65,125 nilai 2024) untuk membeli pesawat itu untuk upaya penyelamatannya.
Meskipun ia mengambil pelajaran terbang dan menerima lisensi pilot di Virginia, ia hanya memiliki sedikit pengalaman menerbangkan Cessna sebelum upaya penyelamatannya. Perez hanya pernah mendaratkan pesawat kecil itu satu kali, dengan seorang kopilot.
Namun tepat pukul 5:07 sore pada tanggal 19 Desember 1992, Perez berangkat dari Florida Keys, terbang rendah melintasi lautan. Istrinya diberi catatan untuk menemuinya di lokasi sekitar 165 mil dari rumahnya di Havana.
Perez tidak tahu apakah ia akan berada di sana bersama anak-anak laki-laki itu, atau apakah ia akan tiba di tempat itu sebelum pemerintah Kuba melihatnya, tetapi ia harus mencoba.
Terbang kurang dari 100 kaki(30m) di atas lautan, Perez melewati tebing di garis pantai Kuba dan melihat istri dan anak-anaknya mengenakan kaus oranye terang, seperti yang telah ia minta.
Perez mendaratkan pesawat Cessna sekitar 10 meter dari truk pikap, memutar balik pesawat, bergegas membawa keluarganya ke dalam pesawat, dan terbang menjauh.
“Pérez melaksanakan rencananya dengan terbang kembali ke Kuba. Dia mematikan peralatan elektronik pesawat untuk menghindari deteksi radar dan mendarat di jalan raya dekat Matanzas, tempat ia berhasil menjemput keluarganya dalam waktu yang sangat terbatas.”
Ketika ia mendarat di Marathon Monroe County, Florida kurang dari dua jam kemudian, ia merasa lega.
Penerbangan kedua ini sama berbahayanya, karena mereka harus melewati ruang udara Kuba tanpa terdeteksi. Keberhasilan kembali ke Amerika Serikat menandai akhir perjalanan yang menegangkan dan awal kehidupan baru dalam kebebasan.
Perez adalah satu dari segelintir pilot militer Kuba yang membelot ke AS selama Perang Dingin.
Perez dan keluarganya menjadi warga negara Amerika sepenuhnya.
MiG-23 dikembalikan ke Kuba tak lama setelah Perez memperoleh suaka politik dan pesawat Cessna hancur akibat badai.
Cuban Revolutionary Air and Air Defense Force
Pada tahun 1990, Angkatan Udara Kuba atau Defensa Anti-Aérea y Fuerza Aérea Revolucionaria merupakan yang paling lengkap di Amerika Latin. Selama kurun waktu tersebut, Angkatan Udara Kuba mengimpor sekitar 230 pesawat sayap tetap.
Pada tahun 1980-an, Kuba dengan bantuan Uni Soviet mampu memproyeksikan kekuatannya ke luar negeri, menggunakan angkatan udaranya, terutama di Afrika. Selama waktu itu Kuba mengirim jet tempur dan pesawat angkut untuk ditempatkan di zona konflik seperti Angola dan Ethiopia.
Pada akhir tahun 1980-an, Kuba melaksanakan rencana untuk memperoleh 45 MiG-29 Fulcrum, termasuk versi latih, dari Uni Soviet. Namun, dengan runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, rencana ini berakhir dengan hanya dua belas pesawat tempur MiG-29 (9.12B) dan dua pesawat latih MiG-29UB (9.51) yang dikirimkan.
Pilot MiG-23ML Kuba dan Mirage F1 Afrika Selatan terlibat beberapa kali pertempuran dalam intervensi Kuba di Angola, salah satunya mengakibatkan kerusakan parah pada Mirage F1. Secara total, Kuba mengklaim 6 kemenangan udara dengan MiG-23 (1 hancur, 1 rusak, dan 4 tidak dikonfirmasi). Pemberontak UNITA, yang menentang pasukan Kuba/MPLA-Marxist–Leninist People’s Movement for the Liberation of Angola, menembak jatuh sejumlah MiG-23 dengan rudal MANPADS FIM-92 Stinger dan meriam 20mm yang dipasok Amerika.
Refrensi:
- “Wings of the Morning: The Flight that Changed America” oleh Orestes Lorenzo Pérez – Buku ini ditulis oleh Orestes Lorenzo sendiri dan menggambarkan detail dari pembelotannya dan penerbangan penyelamatan keluarganya.
- The day a Cuban Air Force pilot defected to the US with his MiG-23. He then borrowed a Cessna 310, flew back to Cuba and brought his family to America. – https://theaviationgeekclub.com/
- The Tale of the MiG Defector: Orestes Lorenzo’s Flight for Freedom – Smithsonian Magazine
- “Cuba: A New History” oleh Richard Gott
- “The Cuban Threat” oleh Brian Latell
Baca juga : Mengupas Fakta: Kelompok-kelompok Pemberani di Balik Operasi Banjir Al-Aqsa yang Menggegerkan
Baca juga : 23 Februari 1903, Kuba menyewakan Teluk Guantanamo kepada Amerika Serikat