Di jantung Jakarta modern tersimpan kisah Batavia, saksi bisu ambisi kolonial Belanda dan perjuangan identitas lokal. Kota ini, dibangun di atas mimpi menjadi “Rotterdam dari Timur”, menyembunyikan realita kelam perbudakan dan eksploitasi.
ZONA PERANG(zonaperang.com) Batavia, yang kini menjadi Jakarta, pernah menjadi jantung perdagangan Hindia Belanda. Kota ini tumbuh subur berkat rempah-rempah dan hasil bumi Nusantara. Namun, di balik kemegahannya, tersimpan kisah kelam tentang perbudakan
“Kota ini dibangun di atas reruntuhan Jayakarta setelah ditaklukkan oleh Jan Pieterszoon Coen pada tahun 1619”
Penjajahan Belanda di Nusantara adalah periode kelam yang penuh dengan penderitaan dan penindasan. Salah satu pusat dari kolonialisme Belanda adalah Batavia, kota yang kini kita kenal sebagai Jakarta. Pada abad ke-17, VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) mendirikan Batavia sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan kolonial di Asia Tenggara. Dalam prosesnya, Batavia tidak hanya menjadi pusat kekuasaan, tetapi juga pusat eksploitasi sumber daya dan manusia.
Perusahaan dagang Belanda VOC mendukung penuh perbudakan. Skema perbudakan diyakini mampu menjanjikan keuntungan yang melimpah. Para budak bekerja dengan andal di segala bidang. Dari juru masak hingga tukang kayu. Oleh karena itu, memiliki banyak budak dianggap sebagai tanda kemakmuran. Namun nasib para budak justru sebaliknya. Mereka diperlakukan seperti binatang. Satu hukuman kecil yang sadis pun menanti. Tak sedikit yang tewas. Potret tersebut menunjukkan perbudakan merupakan masa kelam penjajahan Belanda.
Baca juga : Hutang, Penjajahan dan Penghancuran: Hubungan yang Menakutkan dengan Dajjal
Baca juga : Peleton Infanteri Bermotor Lapis Baja Kerajaan Belanda
Manggarai: Sumber Tenaga Kerja Paksa
Salah satu kelompok yang mengalami perbudakan di Batavia adalah orang Manggarai dari Flores. Orang-orang Manggarai dijadikan budak dan dipekerjakan di Batavia untuk berbagai pekerjaan berat, seperti membangun benteng, saluran air, dan infrastruktur kota lainnya. Mereka juga dipekerjakan di perkebunan dan sebagai pembantu rumah tangga di rumah-rumah pejabat Belanda. Kehidupan mereka di Batavia penuh dengan penderitaan, dan banyak yang meninggal akibat kondisi kerja yang keras dan tidak manusiawi.
Perbudakan di Batavia
Perbudakan di Batavia adalah bagian integral dari ekonomi kolonial Belanda. Ribuan orang dari berbagai daerah di Nusantara, termasuk Manggarai, Bali, dan Maluku, dijadikan budak dan dipaksa bekerja di Batavia.
“Manggarai, kini sebuah kawasan di Jakarta Selatan, menyimpan jejak tragis perdagangan manusia. Namanya berasal dari suku Manggarai dari Flores, yang bersama budak dari berbagai penjuru Nusantara, dipaksa membangun kemegahan kolonial Batavia.”
Mereka tidak hanya dipekerjakan dalam pembangunan infrastruktur, tetapi juga dijual dan diperdagangkan sebagai barang dagangan. Perbudakan ini berlangsung hingga abad ke-19, sebelum akhirnya dihapuskan oleh Belanda, meskipun jejak-jejaknya masih dapat dirasakan hingga saat ini.
Lahirnya Identitas Betawi
Percampuran budaya antara penduduk asli, pendatang dari berbagai wilayah Nusantara, dan bangsa penjajah melahirkan identitas unik masyarakat Betawi. Perbudakan turut membentuk karakter dan nilai-nilai masyarakat Betawi, seperti gotong royong dan semangat juang.
Warisan Kelam Kolonial
Kisah penjajahan Belanda, Batavia, Betawi, Manggarai, dan perbudakan adalah bagian dari sejarah yang sering kali terlupakan. Namun, warisan kelam ini tetap tercermin dalam kehidupan masyarakat Betawi dan berbagai kelompok etnis lainnya di Jakarta. Perpaduan budaya yang kita lihat hari ini adalah hasil dari perjalanan panjang yang penuh luka dan air mata. Mengingat sejarah ini penting untuk memahami bagaimana kita sampai di titik ini dan bagaimana kita bisa menghormati mereka yang pernah tertindas.
Dengan demikian, Batavia bukan hanya sekadar pusat kekuasaan kolonial, tetapi juga simbol dari perjuangan dan penderitaan banyak orang yang turut membangun kota ini dengan darah, keringat, dan air mata mereka.
Baca juga : 27 Agustus 1628, Penyerbuan Ke Batavia: Serangan Agung Sultan Agung
Baca juga : Kisah Nyimas Utari, Mata-mata Mataram yang membunuh gubernur jenderal Belanda Jan Pieterszoon Coen