- Eagle vs Foxbat: Mig-25 vs F-15 dalam Perang Teluk
- Bagaimana Pesawat Pencegat MiG-25 Soviet Menghancurkan Jet Tempur Terbaik Angkatan Udara AS dalam Pertempuran Udara 1991: Saling Tukar Rudal di Atas Irak
- Pertempuran Udara Samurra yang terjadi pada tahun 1991 adalah salah satu momen penting dalam sejarah militer modern, di mana pesawat tempur Mikoyan-Gurevich MiG-25 dari Irak berhadapan langsung dengan McDonnell Douglas F-15 dari Angkatan Udara Amerika Serikat. Pertempuran ini tidak hanya menjadi sorotan karena keterlibatan dua pesawat tempur legendaris, tetapi juga karena konteks geopolitik yang melatarbelakanginya.
ZONA PERANG(zonaperang.com) Setelah invasi Irak ke Kuwait pada tahun 1990, koalisi internasional dipimpin oleh Amerika Serikat melancarkan Operasi Badai Gurun untuk mengusir pasukan Irak. Dalam konteks ini, Angkatan Udara Irak (IQAF) mencoba untuk mempertahankan wilayah udara mereka dengan menggunakan MiG-25, yang dikenal sebagai salah satu pesawat tempur tercepat dan memiliki kemampuan tinggi dalam pertempuran udara.
“F-15 dan MiG-25 merupakan pesaing dekat, dengan Eagle yang sebagian besar dikembangkan sebagai respons terhadap Foxbat dan keduanya bentrok atau hampir bentrok di Irak, Suriah, dan di atas Aljazair tempat patroli MiG dikerahkan untuk mencegah serangan udara entitas penjajah Israel”
Samurra Air Battle 1991 merupakan salah satu pertempuran udara paling menarik dan legendaris dalam sejarah perang udara modern. Pertempuran ini melibatkan dua pesawat tempur terkenal, Mig-25 dan F-15, yang masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri. Kejadian ini tidak hanya menjadi titik balik dalam sejarah perang udara, tetapi juga memberikan pelajaran berharga tentang strategi dan teknologi pertempuran udara.
Baca juga : 17 Oktober 1448, Pertempuran Kosovo Kedua : Duel Epik Antara Hunyadi dan Sultan Murad II
Baca juga : Ketika jet tempur Mig-25 Foxbat India terbang tanpa perlawanan di atas Islamabad
Pesawat yang terlibat
Sebelum menelaah secara rinci apa yang terjadi selama pertempuran udara yang sangat singkat ini, penting untuk memahami personel dan peralatan yang ada. Pesawat Amerika yang terlibat dalam pertempuran itu adalah dua jet F-15 Eagle, pesawat tempur segala cuaca yang dirancang dan dibangun oleh McDonnell Douglas (dan kemudian dibangun oleh Boeing).
Pesawat tempur Soviet tidak dapat disangkal memiliki keunggulan dalam hal kecepatan dan radar yang kuat, yakni Mikoyan-Gurevich MiG-25 Foxbat, salah satu jet tercepat yang memasuki dinas militer.
“Irak hanya mengerahkan satu skuadron yang terdiri dari sekitar 25 pencegat MiG-25, sementara Angkatan Udara AS tidak hanya menyediakan unit Eagle-nya dengan dukungan yang sangat berharga dari pesawat peringatan dini dan kontrol udara AWACS, tetapi juga menerjunkan 18 skuadron F-15 penuh di antara mereka yang melindungi lebih dari 900 pesawat tempur.”
F-15C dipersenjatai dengan meriam putar 6 laras M61A1 Vulcan 20 mm, bersama dengan beberapa rudal udara-ke-udara, termasuk Raytheon AIM-7 Sparrow SARH(Semi Active Radar Homing) dan AIM-9 Sidewinder IR(Infra Red). MiG-25 juga dilengkapi dengan berbagai rudal udara-ke-udara, termasuk rudal jarak pendek Molniya R-60/AA-8 “Aphid” dan rudal jarak jauh OKB-4 MR Bisnovatyi R-40/AA-6 ‘Acrid‘.
Peristiwa sebelum terjadinya insiden
Pada bulan Januari 1991, para pemimpin militer Irak telah memutuskan bahwa pertempuran langsung dengan pasukan udara Koalisi akan berakhir sia-sia, dan sebagai hasilnya, Saddam Hussain memilih untuk menyimpan sebagian besar jet tempurnya di dalam bunker, dengan harapan dapat menggunakanya untuk kesempatan di masa mendatang. Pasukan koalisi mulai melakukan serangan terarah dan masif terhadap hanggar serta bunker untuk menghancurkan jet-jet tempur yang tidak terbang tersebut.
Serangan udara koalisi terbukti menghancurkan, dengan lebih dari 120 jet Irak luluh lantak pada akhir tahun itu, sebuah fakta yang menyebabkan Saddam Hussein memerintahkan angkatan udaranya untuk mengungsi ke mantan musuhnya: Iran. Pasukan Amerika tidak siap untuk menoleransi hal ini dan melakukan blokade udara dengan jet tempur F-15 di sepanjang perbatasan Iran-Irak, mereka diperintah untuk menembak jatuh setiap pesawat Irak yang mencoba melarikan diri.
“Meskipun jumlah lawannya yang sangat banyak, hal tidak menghalangi upaya AU Irak untuk menetralisir para penempur tersebut. Kemampuan MiG-25, yang dalam pertempuran udara pertama dalam konflik tersebut berhasil menjatuhkan pesawat tempur F-18 Hornet milik Angkatan Laut AS, berarti tidak ada pesawat tempur milik US Navy selain F-15 yang digunakan untuk mengatasinya.”
Tampaknya terpojok, Irak dengan cerdik mulai menyusun rencana untuk menantang blokade Amerika. Menurut buku Tom Cooper tahun 2016, F-15C Eagle vs. MiG-23/25: Iraq 1991, Operasi Sammura adalah serangan yang direncanakan dengan cermat untuk menjatuhkan F-15 yang berpatroli di perbatasan.
Baca juga : Pertempuran Udara Terakhir: F-14 Iran vs 4 MiG-29 Irak
Baca juga : Radar Smerch MiG-25: “Mata” yang Dibangun untuk Menembus Jamming berat
Pertemuan
Rencana Irak mengharuskan MiG-25 untuk menargetkan sepasang F-15 yang telah dipisahkan dari patroli lainnya, situasi yang sulit ditemui karena jet-jet tersebut biasanya secara konsisten didukung oleh pengisian bahan bakar udara-ke-udara serta rekanya yang lain. Namun, pada tanggal 30 Januari, MiG-25 akhirnya menemukan kesempatannya ketika dua F-15, sebuah patroli yang dijuluki “Xerex 33,” ditinggalkan sendirian di daerah tersebut karena sepasang pendamping, “Xerex 31” telah memisahkan diri dari perbatasan untuk mengisi bahan bakar dari sebuah tanker.
Menyadari peluang unik ini, sepasang MiG-25 diterbangkan dari Pangkalan Udara Qadessiya dan Pangkalan Udara Tammuz, yang keduanya dengan cepat diarahkan ke sepasang F-15. Jet-jet tempur itu langsung bertempur, dengan pilot F-15 Letnan Satu Robert Hehemann menembakkan dua rudal AIM-7 ke MiG-25, yang satu meleset dan yang lainnya gagal menyala.
Pada saat yang sama, salah satu pilot Irak, Kapten Mohammed Jassim as-Sammarai, berhasil mengunci dengan radar pesawat Hehemann, dengan menembakkan rudal R-40 yang berhasil merusak mesin kiri Hehemann. Pilot Amerika lainnya, Kapten Thomas Dietz, sedang sibuk menyerang Kapten Mahmoud Awad tetapi mengalami kesulitan yang sama karena tiga rudalnya jarak menemgah sparrow gagal ditembakkan.
Selama beberapa menit berikutnya, keempat pilot meluncurkan rudal dan kemudian melakukan manuver mengelak, yang akhirnya membuat F-15 dan MiG-25 kembali ke pangkalan. Menurut buku yang diterbitkan Rick Atkinson tahun 1993 yang tersedia untuk umum Crusade: The Untold Story of The Persian Gulf War, tiga peristiwa terjadi kemudian:
- F-15 Amerika dari patroli “Xerex 31” yang dipiloti Letnan Kolonel Randy Bigum & Kapten Thomas Dietz kembali bergabung.
- Pesawat tempur tambahan ini mengusir MiG-25.
- Pilot Irak berhasil mendarat kembali di Pangkalan Udara Tammuz, dengan as-Sammarai lolos dari rudal hanya beberapa kaki setelah mendarat.
“Dengan F-15 yang didukung oleh berbagai aset peperangan elektronik, Foxbat hanya mampu menembakkan satu rudal udara ke udara R-40 yang berhasil mengenai dan merusak satu F-15 Amerika. F-15 menembakkan dua rudal AIM-7 Sparrow sebagai tanggapan yang keduanya meleset dari target mereka, diikuti oleh salvo besar yang juga gagal. Foxbat kemudian kembali ke Pangkalan Udara Tammuz di sebelah barat Baghdad, di mana mereka diserang oleh dua F-15 lainnya yang melepaskan salvo rudal AIM-7 yang juga gagal menyebabkan kerusakan. “
Melacak mundurnya pasangan pertama F-15, radar darat Irak menyimpulkan bahwa Eagle yang terkena R-40 telah melambat saat turun dan mungkin jatuh di dalam wilayah Arab Saudi. Pilot Foxbat Irak yang menembakkan R-40 dengan demikian dianggap sebagai pembunuh yang mungkin, yang ditingkatkan menjadi Ace yang dikonfirmasi setelah reruntuhan F-15 di Arab Saudi utara dilaporkan teridentifikasi.
Peristiwa setelahnya
Angkatan Udara Irak mengklaim kemenangan dalam insiden tersebut setelah penduduk dilaporkan menemukan reruntuhan sebuah F-15 di gurun Arab Saudi.
Namun, Angkatan Udara Amerika Serikat membantah klaim ini bahwa F-15 ditembak jatuh selama pertempuran, meskipun apakah rangka pesawat pernah dibuat laik terbang lagi masih belum diketahui. Menurut Global Aircraft, insiden ini menandai F-15 yang paling dekat dengan kehancuran dalam pertempuran.
Meskipun peristiwa itu berakhir seri, muncul kekhawatiran serius mengenai fakta bahwa F-15, yang seharusnya menjadi pesawat tempur yang unggul, nyaris ditembak jatuh oleh pesawat tempur rancangan Soviet yang dianggap ketinggalan zaman.
“MiG-25 tidak hanya jauh lebih sulit untuk ditembak, dengan pesawat yang memiliki kecepatan dan ketinggian yang tak tertandingi di dunia, jauh di depan Eagle, tetapi rudal R-40 mereka juga memiliki jangkauan yang lebih jauh dan membawa hulu ledak 100 kg yang jauh lebih besar daripada AIM-7 milik F-15.”
Eagle jatuh atau tidak, pertempuran dua lawan dua yang dibantu berbagai asset elektronik modern merupakan kemenangan bagi Foxbat atas Eagle. Hal ini berpotensi memiliki implikasi yang signifikan bagi militer AS dan sekutunya
Jika varian ekspor MiG-25 di tangan klien dunia ketiga, dan beroperasi tanpa AEW&C atau dukungan lain, dapat mengalahkan F-15 dalam pertempuran udara ke udara, keuntungan yang dapat dinikmati MiG-31 dan Su-27 mungkin sangat besar dengan pesawat ini secara teknologi satu generasi lebih maju dari Foxbat.
Baca juga : Apa Perbedaan Antara Jet Tempur MiG-25 Foxbat Vs MiG-31 Foxhound?