ZONA PERANG(zonaperang.com) Pertempuran Mansurah/Al-Manṣūrah/El-Mansura atau “Kemenangan” terjadi pada tanggal 8 hingga 11 Februari 1250, antara Tentara Salib yang dipimpin oleh Louis IX/Saint Louis, Raja Prancis, dan pasukan Ayyubiyah yang dipimpin oleh Sultana Shajar al-Durr, Wazir Fakhr ad-Din ibn as-Syaikh, Faris ad-Din Aktai, dan Baibars al-Bunduqdari.
“Tempat ini diduduki sebentar oleh Tentara Salib, bertempur kemuadian Raja Louis IX dan sebagian besar kesatria tertangkap lalu dibebaskan dengan tebusan yang akhirnya memberikan kontribusi signifikan terhadap kekalahan akhir ekspedisi Frank.”
Pertempuran ini terjadi di Mansoura, di delta Sungai Nil, Mesir modern yang sekarang. Pasukan Tentara Salib terpancing untuk memasuki kota yang kemudian dikuasai oleh pasukan Muslim. Pasukan Salib mundur dengan kacau ke perkemahan mereka di mana mereka dikepung oleh umat Islam. Tentara Salib pecah dan mundur ke Damietta pada awal April.
“Dinasti Ayyubiyah adalah dinasti pendiri Kesultanan Mesir pada abad pertengahan yang didirikan oleh Muslim Sunni asal Kurdi : Shalahuddin Al Ayubi pada tahun 1171, setelah ia menghapuskan kekuasaan Fatimiyah Syiah di Mesir.”
Baca juga : Tragedi Keluarga Shalahuddin Menjual Baitul Maqdis kepada Frederick II (Perang Salib Keenam)
Latar Belakang
Pada pertengahan abad ke-13, Tentara Salib menjadi yakin bahwa Mesir, jantung kekuatan dan persenjataan Islam, merupakan penghalang bagi ambisi mereka untuk merebut Yerusalem, yang telah mereka kuasai untuk kedua kalinya pada tahun 1244.
Pada tahun 1245, dalam Konsili Lyon Pertama, PausInnocent IV/Sinibaldo Fieschi memberikan dukungan penuh terhadap Perang Salib Ketujuh yang dipersiapkan oleh Louis IX, Raja Prancis.
Tujuan dari Perang Salib Ketujuh (1248–1254) adalah untuk menghancurkan dinasti Ayyubiyah di Mesir dan Suriah, serta merebut kembali Yerusalem. Tentara Salib meminta bangsa Mongol untuk menjadi sekutu mereka dalam melawan umat Islam, Tentara Salib menyerang dunia Islam dari barat, dan bangsa Mongol menyerang dari timur. Güyük/Güyug, Khan Agung ketiga Mongol (cucu Genghis Khan), mengatakan kepada utusan Paus bahwa Paus dan raja-raja Eropa harus tunduk pada bangsa Mongol.
Sultan yang sakit dan perang gerilya
Kapal-kapal tersebut memasuki perairan Mesir dan pasukan Perang Salib Ketujuh mendarat di Damietta Mesir pada bulan Juni 1249, menyebabkan kepanikan besar di kalangan penduduk Damietta karena ditambah juga oleh sultan yang sedang berkuasa saat itu, Al-Malik as-Salih Najm al-Din Ayyub, sedang berada di ranjang kematiannya.
Selama berminggu-minggu, umat Islam menggunakan taktik gerilya untuk melawan kubu Tentara Salib; banyak Tentara Salib yang ditangkap dan dikirim ke Kairo.
Ketika pasukan Tentara Salib diperkuat dengan kedatangan Alphonse de Poitiers, saudara laki-laki ketiga Raja Louis IX, di Damietta, Tentara Salib disemangati dengan berita kematian sang Sultan.
Baca juga : 4 Juli 1187, Kemenangan Shalahuddin Al Ayyubi di Pertempuran Hittin. Apa yang bisa dipelajari dari beliau?
Baca juga : 27 November 1095, Paus Urbanus II mendeklarasikan Perang Salib Pertama pada Konsili Clermont
Pertempuran
Tentara Salib mendekati pertempuran melalui kanal Ashmum (sekarang dikenal dengan nama Albahr Alsaghir), yang memisahkan mereka dari kamp Muslim. Seorang warga Mesir menunjukkan jalan kepada Tentara Salib menuju beting kanal.
“Namun, perjalanan orang-orang Eropa dari Damietta menuju Kairo melalui Delta Sungai Nil berjalan lambat. Kenaikan air Sungai Nil dan musim panas membuat mereka tidak mungkin untuk maju.”
Tentara Salib, yang dipimpin oleh Robert dari Artois, menyeberangi kanal dengan Ksatria Templar dan kontingen Inggris yang dipimpin oleh William dari Salisbury/Sir William Longespée, meluncurkan serangan mendadak ke perkemahan Mesir di Gideila, dua mil (3 km) dari al-Mansurah, dan maju menuju istana kerajaan di al-Mansurah.
Kepemimpinan pasukan Mesir beralih ke Mamluk Faris Ad-Din Aktai dan Baibars al-Buduqdari yang menahan serangan tersebut dan mengorganisir kembali pasukan Muslim. Ini adalah penampilan pertama Mamluk sebagai komandan tertinggi di Mesir.17 Shajar al-Durr, yang memiliki kendali penuh atas Mesir, setuju dengan rencana Baibars untuk mempertahankan al-Mansurah.
Masuk perangkap
Baibars memerintahkan agar pintu gerbang dibuka agar tentara Salib dapat memasuki kota. Tentara Salib bergegas masuk, mengira kota itu sepi, namun ternyata mereka terjebak di dalamnya. Tentara Salib dikepung dari segala penjuru oleh pasukan Mesir dan penduduk setempat, dan mereka mengalami kerugian besar.
Robert dari Artois/Robert I “the Good” , yang berlindung di sebuah rumah, dan William dari Salisbury terbunuh bersama dengan sebagian besar Ksatria Templar. Hanya lima Ksatria Templar yang berhasil lolos hidup-hidup. Tentara Salib mundur ke perkemahan mereka dalam keadaan kacau, dan mengelilinginya dengan parit dan tembok.
Setelah pertempuran
Raja Louis IX mencoba bernegosiasi dengan pihak Mesir, menawarkan penyerahan pelabuhan Damietta di Mesir untuk ditukar dengan Yerusalem dan beberapa kota di pesisir Suriah. Pihak Mesir menolak tawaran tersebut, dan Tentara Salib, yang dilanda penyakit, mundur ke Damietta pada tanggal 5 April, diikuti oleh pasukan Muslim.
Pada Pertempuran Fariskur berikutnya, pertempuran besar terakhir Perang Salib Ketujuh, pasukan Tentara Salib dimusnahkan dan Raja Louis IX ditangkap pada tanggal 6 April.
“Pembebasannya akhirnya dinegosiasikan dengan imbalan uang tebusan sebesar 400.000 livre tournois (sekitar 80 juta USD hari ini)”
Sementara itu, Tentara Salib mengedarkan informasi palsu di Eropa, mengklaim bahwa Raja Louis IX mengalahkan Sultan Mesir dalam sebuah pertempuran besar, dan Kairo telah dikhianati ke tangan Louis.Kemudian, ketika berita penangkapan Louis IX dan kekalahan Prancis sampai ke Prancis, gerakan Perang Salib Para Gembala terjadi di Prancis.
Baca juga : 11 Peperangan di Masa Rasulullah Nabi Muhammad SAW
Baca juga : 10 Oktober 732, Battle of Tours : Kekalahan Muslimin di Tours Perancis