ZONA PERANG (zonaperang.com) – Pesawat pengebom Amerika terbang hanya dalam jarak 20 kilometer dari perbatasan Rusia.
Rusia mengambil langkah waspada setelah AS menggelar latihan serangan nuklir tahunan Global Thunder 22 USSTRATCOM. Moskow menggandeng China untuk mengantisipasi ancaman dari AS tersebut.
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu pada Selasa (23/11) menuduh Amerika Serikat (AS) melakukan latihan serangan nuklir di dekat perbatasan Rusia dari dua arah yang berbeda pada awal bulan November ini. Shoigu mengatakan, pesawat pengebom AS terbang dalam jarak hanya 20 kilometer dari perbatasan Rusia.
Shoigu mengatakan, Moskow telah mencatat peningkatan signifikan aktivitas pengebom strategis AS di GT22/Global Thunder 22, yang telah melakukan 30 penerbangan di dekat Rusia bulan ini. Menurut Shoigu, aktivitas tersebut mengalami peningkatan 2,5 kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu(GT21). Shoigu menyebut bahwa aktivitas ini sebagai simulasi serangan nuklir AS terhadap Rusia.
Baca Juga : 1 November 1952, Operation IVY : Amerika Serikat menguji Bom Nuklir Hidrogen Termonuklir pertama di dunia
“Menteri pertahanan menggaris bawahi bahwa selama latihan militer AS, 10 pengebom U.S. Strategic Command berlatih meluncurkan senjata nuklir melawan Rusia dari arah barat dan timur, latian ini juga melibatkan US Navy, Australia dan Inggris. Kedekatan minimum dengan perbatasan negara bagian kami adalah 20 kilometer,” kata Shoigu seperti dikutip dalam pernyataan Kementerian Pertahanan.
Shoigu mengatakan, unit pertahanan udara Rusia telah melihat dan melacak dengan cermat pengebom strategis AS. Mereka mengambil tindakan yang tidak ditentukan untuk menghindari insiden.
Baca Juga : LGM-30G Minuteman III : Rudal Antar Benua Andalan Amerika
Shoigu melontarkan pernyataan tersebut dalam konferensi melalui video dengan Menteri Pertahanan China Wei Fenghe. Dia mengatakan bahwa pesawat pengebom AS yang terbang di dekat perbatasan timur Rusia dapat menjadi ancaman bagi China. Rusia dan China sepakat untuk meningkatkan kerja sama angkatan bersenjata dalam latihan militer strategis dan patroli bersama.
“Dengan latar belakang ini, koordinasi Rusia-Cina menjadi faktor penstabil,” kata Shoigu.